BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #3: Penerjemah Mas Kalak
Andries de Wilde kerap menjadi penerjemah Herman Willem Daendels. Ia harus memperhalus bahasa kekerasan dan ancaman gubernur jenderal.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
18 Maret 2022
BandungBergerak.id - Antara Februari 1808-Februari 1809, Andries de Wilde menjabat sebagai pengawas di Bogor (Opziener te Buitenz). Menurut F. De Haan (Priangan, Vol I, 1910: 286), pengangkatannya didasarkan kepada keputusan pemerintah pada 2 Februari 1808 atau 14 hari setelah Herman Willem Daendels (1762-1818) timbang terima sebagai gubernur jenderal Hindia Belanda.
Bila demikian, tulisan ini akan saya mulai dengan uraian tentang jabatan pengawas, kemudian pengangkatan Daendels sebagai gubernur jenderal, kebijakan-kebijakannya tahun 1808 khususnya untuk Priangan, dan diakhiri dengan hubungan antara Daendels dan Andries de Wilde.
Menurut De Haan (Vol I, 1910: 326-336), sejak zaman VOC banyak jabatan bagi kalangan Eropa untuk mengawasi budidaya tanaman paksa di antara pribumi. Antara lain ada Postcommandant (komandan pos), Koffieopzieners (pengawas kopi), Koffiesergeant (sersan kopi), Indigomakers (pengawas indigo), dan De Gecommitteerde tot en over dé Zaken van den Inlander (komitir untuk urusan pribumi).
Di masa Gubernur Jenderal Jacob Mossel (1704-1761) diputuskan untuk menempatkan pengawas Eropa (“Europeesche Opzieners”) di setiap kabupaten. Di samping tiga “Postcommandant” dan tiga pengawas di Bogor dan Cipanas, pada perempat akhir abad ke-18, pengawas biasanya ada di Cianjur, Bandung, Parakanmuncang, dan Sumedang. Tetapi tidak ada formasi resminya. Ketika Daendels tiba, hanya ada dua kabupaten penghasil kopi, Bandung dan Cianjur, yang memiliki dua pengawas. Sementara kabupaten lainnya masing-masing seorang dan di Tangerang jabatannya dirangkap Postcommandant.
Sejak 1730, semua korespondensi dengan bupati melalui komitir. Pada 1744, para bupati diperintahkan untuk setahun sekali mengadakan inspeksi wilayahnya atau oleh patihnya dan dilaporkan kepada komitir. Pada 1745 keluar instruksi saat komitir mengunjungi pos-pos luar Batavia harus diberi penghormatan militer. Hingga 1790, kepala distrik yang diangkat bupati harus disetujui komitir. Di antara komitir itu yang terkenal antara lain Leendert Rolff (1784-1789), Nicolaus Engelhard (1791-1798), Sebastiaan Nederburgh, Pieter Engelhard (1798), dan Van Lawick Van Pabst (1801-1805).
Kira-kira berkisar di sekitar pengawasan budidaya tanaman wajib pula Andries de Wilde diberikan mandat saat menjabat sebagai Opziener te Buitenzorg.
Kawas Djendral Mas Kalak
Menurut J. Paulus (Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie, A-G, 1917: 554), pada 28 Januari 1807, Daendels diangkat sebagai gubernur jenderal Hindia Belanda sekaligus komandan angkatan perang (Gouv.-Generaal van Indië en Opperbevelhebber van 's Konings land- en zeemacht) dan pada Februari 1807 dia mendapatkan pangkat marsekal Belanda (Maarschalk van Holland). Untuk menghindari Inggris, Daendels menggunakan nama Van Vlierden, demi melewati Paris, Lisabon, Kepulaun Kanari dan tiba di Jawa. Pada 5 Januari 1808 dia tiba di Batavia dan pada 14 Januari 1808 terjadi serah terima jabatan gubernur jenderal dari Albertus Henricus Wiese (1761-1810) kepada Daendels.
Sesuai latar belakang pengangkatannya, Daendels dianggap memiliki kepribadian kuat untuk menertibkan ketidakberesan masalah kolonial dan mengatasi peningkatan ancaman Inggris di Jawa. Selain itu, Daendels diminta menertibkan dan mengelola kekayaan di Asia tanpa terlalu banyak perombakan (De Haan, IV, 1912: 772-774; Breman, 2014).
Berdasarkan laporan commissie-Thalman (29 Januari 1808) dan catatan Bauer, Daendels mendapati Priangan ada dalam masa transisi setelah jabatan komitir dihapuskan. Untuk mengatur Priangan (“Jacatrasche en Bataviasche Preangerlanden”), termasuk sistem tanam paksanya, ia menerbitkan keputusan tanggal 15 Maret 1808 dan 31 Maret 1809 (De Klein, Het Preangerstelsel (1677-1871) en Zijn Nawerking, 1931: 6). Ketetapan itu antara lain menentukan setiap rijksdaalder (ringgit, 2,5 gulden) yang diperoleh bupati dari setiap pikul kopi, 12 stuiver diperuntukkan bagi kepala bawahannya.
Perlakuan terhadap bupati Priangan pun agak berbeda. Bila bupati di Jawa bagian timur laut dianggap pegawai Kerajaan Belanda berdasarkan dekrit 18 Agustus 1808, hal itu tidak terjadi di Priangan, meski oleh Daendels bupati Priangan juga dianggap pegawai pemerintah. Melalui dekrit 19 Juni 1808, tiga bupati di Keresidenan Cirebon diberi gaji tetap.
Selain itu, dengan dekrit 15 Maret 1808, Daendels membatalkan hutang-hutang bupati Priangan (“Jacatrasche en Bataviasche regenten”) dan dengan dekrit 19 Juni 1808, tiga bupati Priangan Cirebon (Cheribonsche Preangerlanden) dimaafkan. Dengan catatan, melalui dekrit 3 Oktober 1808, tiga kabupaten di Priangan Cirebon, yaitu Sukapura, Limbangan, dan Galuh menjadi prefect tersendiri. Ketiganya kemudian berdasarkan keputusan 20 Juni 1810 ditempatkan di bawah “Jaccatrasche en Preanger bovenlanden” dan pada 2 Maret 1811 Sukapura dan Limbangan dihapus, sementara Galuh dipinjamkan kepada sultan Yogyakarta (De Klein, 1931).
Daendels juga berupaya memaksimalkan penanaman kopi di Priangan. Ini terbukti dari peningkatan jumlah pohonnya, yang pada tahun 1808 berjumlah 26.956.467 batang. Tiga tahun berikutnya menjadi 72.669.860 batang pohon. Dengan perluasan tanaman kopi, pada 1808, Daendels mengangkat inspektur jenderal urusan kopi (seperti komitir) dan yang pertama menjabatnya adalah C. von Winckelmann (Breman, 2014: 109).
Demi kelancaran pengiriman barang dan pos, pada 5 Mei 1808, Daendels memerintahkan untuk membangun Jalan Raya Pos antara Bogor dan Karangsambung melalui Cipanas, Cianjur, Bandung, Parakanmuncang, dan Sumedang (De Haan, IV, 1912: 904). Demi kepentingan itu, ia juga mengangkat komisaris layanan jalan dan pos di Jawa (commissarissen van de wegen en posterijen op Java) pada 16 Juni 1808 dan menerbitkan aturan pos (postreglement) pada 18 Juni 1808 (J.H. Beer van Dingstee, De ontwikkeling van het Postwezen in Nederl. Oost-Indie, 1935: 29-30).
Dengan menempatkan para pejabat pribumi sebagai bawahan, kegarangan Daendels membuat namanya melegenda di Priangan. Daendels menaruh curiga pada para bupati sebagai pemeras penduduk (De Haan, I, 1910: 469; Breman, Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa: Sistem Priangan dari Tanam Paksa Kopi di Jawa, 1720-1870, 2014: 106-107). Kata De Haan, kekerasan Daendels itu bahkan hingga 1910 diingat orang Priangan (Preangerman) terpatri dalam ungkapan “kawas Djendral Mas Kalak” (seperti Jenderal Mas Kalak).
Baca Juga: Biografi Andries de Wilde #1: Mengapa Mengkaji Tuan Tanah Ujungberung dan Sukabumi?
Biografi Andries de Wilde #2: Dokter Bedah di Batavia
Dokter Pribadi
Menurut De Haan (Vol I, 1910: 286), di samping menjadi pengawas di Bogor, Andries de Wilde merangkap sebagai dokter pribadi (lijfarts) serta asisten pribadi Daendels. Untuk pekerjaan itu, Andries mendapatkan bayaran sebesar 900 per bulan.
Dalam banyak kesempatan, Andries kerap mengawani Daendels ke berbagai daerah di Jawa. Ia menjadi penerjemah saat gubernur jenderal itu berbincang dengan para pangeran Hindia (atau para bupati Priangan?). Konon, pekerjaannya sangat menyulitkan Andries. Karena ia harus memperhalus kekerasan dan ancaman gubernur jenderal, sehingga dengan terpaksa ia mencari-cari ungkapan lain meskipun maksudnya sama dengan yang diungkapkan Daendels.
Menurut Cora Westland (De Levensroman van Andries de Wilde, 1948: 18-19), jabatan pengawas di Bogor itu adalah usulan Andries sendiri kepada pemerintah. Pekerjaannya memang jauh berbeda dengan yang dilakukannya sebelumnya, tetapi karena ia mempunyai watak gelisah, ia butuh suasana baru. Dengan tempat kerjanya yang baru berlimpah kesuburan, Andries girang bukan kepalang. Setelah dilaporkan kepada gubernur jenderal, Daendels nampak kian tertarik kepada Bogor.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan De Haan (Vol III, 1912), Kabupaten Kampungbaru atau Bogor pada 11 Januari 1732 terdiri atas delapan umbul. Demikian pula yang dikatakan Naderburgh. Berdasarkan laporan Januari 1800, cutak-cutak di Bogor adalah Ciawi, Ciomas, Cicurug, Kampungbaru, Balubur, Pondokgede, dan Dramaga. Demikian juga dalam jurnal P. Engelhard tahun 1802, sementara dalam laporan 31 Desember 1804 minus Dramaga. Sementara dalam jurnal Thalman, dkk., Cutak Sindangbarang sama dengan Dramaga dan Kabandungan sama dengan Pondokgede.
Kembali kepada Westland (1948: 18-19), atas apresiasi kinerjanya yang bagus, Andries diangkat menjadi dokter pribadi Daendels dengan gaji sebesar 900 gulden per bulan. Dalam jabatan ini, ia kerap menemani gubernur jenderal dalam berbagai kunjungan dan berfungsi sebagai penerjemah orang nomor satu di Hindia itu. Andries menerjemahkan pidato Daendels dengan kata-kata yang dapat dimengerti kalangan pribumi.
Daendels yang berwatak berangsan dan menganggap dirinya lebih tinggi dari para pemuka pribumi kerap menggunakan ungkapan mencerca dan menghina. Andries paham bila itu disampaikan harfiah, bisa jadi akan menimbulkan kemarahan dan kebencian para bupati dan pemuka pribumi. Oleh karena itu, ketika Daendels mengungkapkan ketidaksenangannya kepada bupati dengan nada tinggi dan mendiktekan perintahnya, Andries menerjemahkannya secara bebas, sehingga membuat pemuka pribumi merasa tersanjung dan terheran-heran.
Pengetahuannya tentang masyarakat dan bahasa setempat nampak cukup banyak. Ia bisa berbicara bahasa Inggris dan Sunda dengan mudah, seperti penutur asli. Konon, Andries mengumpulkan kosa kata Belanda, Melayu, dan Sunda untuk dijadikan kamus. Daendels tidak keberatan dengan terjemahan bebas Andries. Dia bahkan menghargai dokter pribadinya yang mampu menginformasikan kepada para pemuka pribumi dengan cara yang tidak menimbulkan perlawanan.
Sebaliknya, tidak ada citra negatif Daendels dalam pandangan Andries. Dalam karyanya, De Preanger-Regentschappen op Java Gelegen (1830: 30), ada beberapa gambaran yang mengonfirmasi pandangan itu. Di dalam buku antara lain, saya menemukan kalimat-kalimat berikut, yang bila diterjemahkan secara bebas berarti, “Di sepanjang jalan indah yang dibangun dan ditanami pepohonan serta pagar pada masa pemerintahan Maarschaalk Daendels di Pulau Jawa, seseorang turun ke Negeri atau ibu kota kabupaten ini, yang disebut Cianjur yang luas dan aneh, secara teratur dibangun dengan cara Jawa, menjadi tempat tinggal bupati”.
Contoh satu lagi yang menunjukkan pandangan positif Andries terhadap Daendels terbaca dalam kutipan berikut: “Maarschalk Daendels, yang melakukan begitu banyak proyek di Jawa, secara khusus mendorong budidaya perkebunan” (De Wilde, 1830: 106).