Indo Graff Day 2022 Bandung sebagai Regenerasi Pelukis Mural dan Grafiti
Mural dan grafiti adalah seni yang sudah berlangsung sejak zaman kolonial, bahkan lebih. Pegiatnya anak-anak muda yang haus dalam menyalurkan kebebasan berekspresi.
Penulis Reza Khoerul Iman20 Maret 2022
BandungBergerak.id - Penguasa kadang-kadang, atau malah sering, memandang grafiti dan mural sebagai vandalime, gangguan ketertiban, dan stigma negatif lainnya. Mereka lupa bahwa di balik seni rupa di atas tembok itu ada proses kebebasan berekspresi, imajinasi, kreativitas, dan tentu saja seni.
Dengan semangat memupus stigma pada grafiti dan mural itulah sejumlah anak muda dari Burn the Flowers Bandung menggelar acara membuat mural dan grafiti bersama dalam peringatan Indo Graff Day 2022 di Jalan Bukit Pakar, Bandung, Sabtu (19/03/2022).
Mereka menggunakan dinding atau tembok sebagai media menuangkan grafitinya. Acara ini diikuti para pemuda dari pelbagai latar belakang. Salah satunya Valds, pria kelahiran Sorong, Papua Barat, yang sekolah di Bandung. Valds menggambar karakter tentang dirinya.
“Kalau dilihat dari semua karakter saya, semuanya gak ada mulut. Itu menunjukkan kepada pribadi saya yang pendiam. Ya karena apapun karakter harus menggambarkan diri sendiri,” tutur Valds kepada BandungBergerak.id.
Dalam menggambar ia menggunakan teknik ATM, yaitu amati, tiru, dan modifikasi. Jadi ketika menggambar karakter, Valds mengamati dirinya sendiri terlebih dahulu, kemudian menirukannya pada muralnya.
Valds aktif dengan komunitas mural dan grafiti di Bandung sejak tahun 2020. Pertama ia mengikuti acara Indo Graff Day 2020 yang digelar di hutan kota Babakan Siliwangi.
Selain Valds, Hasyim seorang anak berumur 12 tahun, juga menggambar mural karakter, yaitu kucing. Tidak ada alasan khusus mengapa ia menggambar karakter tersebut.
Hasyim merupakan peserta termuda pada acara tersebut. Ia mengaku telah menyukai mural sejak kecil. Berawal dari melihat mural dan grafiti di jalanan, kemudian tertarik untuk membuatnya sendiri.
Baik Hasyim dan Valds, mereka menyatakan acara seperti ini menjadi kesempatan yang bagus untuk menjadi media belajar seni rupa. Mereka berharap geliat mural dan grafiti di Kota Bandung dapat dinilai lebih baik dan tidak dipandang sebelah mata.
Baca Juga: Menghapus Cerita Mural dan Grafiti dari Tembok ke Tembok
Pemuda Kota Bandung Jaga Asa Kreativitas di Tengah Pandemi
Bangsa ini Lahir dari Kritik, Kenapa Kita Sekarang Hendak Menumpasnya?
Mural dan Grafiti dengan Tema Bebas
Indo Graff Day 2022 diselenggarakan sejak pukul 10.00 WIB sampai 18.00 WIB. Acara ini dimeriahkan berbagai agenda, selain melukis mural dan grafiti bersama. Dalam pelaksanaannya, acara ini dimulai dengan menggambar grafiti dengan pilox dan cat berwarna biru sebagai latar, kemudian mengadakan tag & throw up battle dan quiz, serta dilengkapi dengan acara makan dan iringan musik.
Fland, salah satu pegiat Burn The Flowers Bandung menjelaskan bahwa acara Indo Graff Day rutin diperingati sejak tiga tahun ke belakang. Awalnya momen ini diinisiasi oleh Gardu House di Jakarta, kemudian menyebar ke sejumlah kota besar di Indonesia, salah satunya di Kota Bandung. Pada awalnya di Kota Bandung, acara ini digelar tahun 2020 di Babakan Siliwangi, kemudian tahun 2021 di Skatepark, dan 2022 di Bukit Pakar.
Dalam pembuatan gambar, Fland mengaku tidak memiliki tema khusus. Ia lebih mendorong para peserta untuk lebih bebas dan berekspresi dalam membuat grafiti.
“Untuk sekarang kita lebih ngebebasin saja siapa yang mau menggambar di sini, ikut gabung di sini, memeriahkan acara ini, dengan gayanya masing-masing. Jadi lebih memberikan ruang kebebasan” ucap Fland.
Dipandang Sebelah Mata
Aktivitas membuat mural dan grafiti sudah berlangsung sejak zaman kolonial hingga hari ini. Lukisan yang kerap disebut seni jalanan ini identik dengan perlawanan atau kritik atas suatu sistem.
Namun, Fland merasa aktivitas mural dan grafiti masih dipandang sebelah mata atau stigma buruk dari berbagai kalangan. Apalagi setelah mural bergambar sosok Presiden Jokowi sedang menutup mata yang terpampang di dinding beton Jalan Layang Pasupati, Bandung, dihapus.
Fland menilai aneh dengan kesigapan dan kecepatan penghapusan sejumlah grafiti yang sifatnya mengkritik. Padahal masih ada yang mestinya perlu diperhatikan lebih sigap, yaitu pesan di balik mural dan grafitinya.
Sebagai contoh, banyak mural dan grafiti yang mengkritik pelayanan publik. Maka tanggapan atas seni jalanan ini seharusnya berupa perbaikan pelayanan publiknya, bukan mempersoalkan mural dan grafitinya.
“Saya rasa kebijakan tersebut terlalu berlebihan, jadi mereka lebih takut tembok di ruang publik dicurat-coret dari pada warganya kelaparan, dari pada urusan warga yang rumahnya digusur, atau bahkan masalah warganya yang tidak bisa mendapat pendidikan,” kata Fland.
Jadi tujuan peringatan Indo Graff Day selain untuk menambah jejaring dan meregenerasi pegiat mural dan grafiti, acara tersebut juga berusaha untuk mengikis stigma di masyarakat: tidak semua mural dan grafiti vandal atau buruk.