• Narasi
  • SEPUTAR MANG KOKO DAN KARYANYA #9: Kilas Balik Gending Karesmen

SEPUTAR MANG KOKO DAN KARYANYA #9: Kilas Balik Gending Karesmen

Salah astu gending karesmen garapan Mang Koko berjudul Si Kabayan Jadi Dukun. Kini karesmen garapan ala Mang Koko nyaris punah karena kurangnya penerus.

Abizar Algifari Saiful

Pendidik musik, komposer, dan peneliti

Dialog Prof.Endang Caturwati dan Ida Rosida dalam acara Pusbitaritalk (Sumber: Channel Pusbitari ID)

7 April 2022


BandungBergerak.id - Peran Mang Koko dalam mengembangkan karawitan Sunda sungguh besar. Kreativitasnya membawa karawitan Sunda melangkah pada tahap selanjutnya. Keberanian Mang Koko mengolah berbagai kekayaan unsur karawitan Sunda berdampak hingga hari ini. Ragam karyanya memunculkan wajah baru bentuk sajian karawitan Sunda yang segar. Tidak hanya kawih, maestro karawitan Sunda ini tak cepat puas dengan pencapaiannya. Mang Koko mengemas sajian kawih tersebut dengan drama, yang disebut dengan gending karesmen. Penyajiannya sama seperti drama musikal, namun lagu dan musik yang ditawarkan masih mengandung rasa karawitan Sunda.

Mang Koko sungguh tidak dapat duduk manis dan nyaman. Pikirannya selalu mencari ihwal anyar untuk terus ditelisuri dan dieksplorasi. Kreativitas membangunkannya dari tidur kepuasan berkarya. Ribuan karya menjadi saksi anak tangga yang ia naiki. Kawih bukan satu-satunya bentuk garap karawitan yang Mang Koko ciptakan. Gending karesmen merupakan tawaran yang digarap oleh Mang Koko untuk selalu mencari kesegaran dalam berkarya.

Berbeda dengan gending karesemen yang digarap oleh Raden Tumenggung Aria (RTA) Sunarya yang mengangkat bebagai macam cerita legenda, gending karesmen Mang Koko membawakan cerita yang sangat melekat di hati rakyat, seperti cerita Kabayan dan Nyi Dasimah. Garap gendingnya pun jelas berbeda. Mang Koko mengoptimalkan segala kekayaan unsur karawitan Sunda pada garapan gending karesmennya. Contohnya, penggunaan laras dan surupan yang digunakan Mang Koko sangat bervariasi, mulai dari laras pelog, laras salendro, laras madenda, surupan sorog, surupan liwung, dan surupan jawar. Tak jarang, modulasi pun dilakukan dalam penggarapan musik gending karesmen.

Hadirnya gending karesmen menjadi daya tarik baru. Para apresiator dapat menyaksikan pertunjukan kawih dengan nuansa baru. Musik memang masih menjadi unsur utama. Para pemeran secara tidak langsung harus bisa membawakan sebuah kawih; bisa bernyanyi. Tugasnya menjadi ganda. Di samping harus berakting, mereka harus menyeimbangkan dengan kegiatan bernyanyi. Itu merupakan cara komunikasi (berdialog) para pemain pada gending karesmen.

Pada acara pusbitalk yang digelar oleh Pusbitari, mendialogkan gending karesmen yang digarap oleh Mang Koko. Acara tersebut bertajuk Gending Karesmen karya Koko Koswara. Prof. Endang Caturwati selaku pembawa acara membuka dengan prolog gambaran umum perjalanan karier kekaryaan Mang Koko. Kali ini, narasumber yang dihadirkan adalah salah satu anak dari Mang Koko yang hingga kini masih aktif dalam melanjutkan perjuangan ayahnya, yakni Ida Rosida. Sebenarnya ada dua anak Mang Koko yang aktif dalam dunia karawitan Sunda yaitu Tatang Benyamin Koswara, seorang pemain kacapi handal, dan Ida Rosida, penyanyi kawih yang masyhur. Namun, Pak Tatang sudah lebih dulu dipanggil dan beristirahat di tempat terbaik-Nya. Dialog tersebut mengartikulasikan salah satu bentuk karya Mang Koko yang menyerupai drama musikal. Tak hanya itu, mereka berdua bernostalgia dengan bentuk pertunjukan ini. Karena mereka terlibat langsung dalam pertunjukan gending karesmen karya Mang Koko.

Menurut Endang, gending karesmen memiliki kompleksitas informasi estetik yang menarik. Di samping penonton diajak mendengarkan kawih, mereka melihat aksi nyata yang diperankan oleh para pemain. Dahulu, kesenian ini banyak sekali ditanggap. Sponsor yang mendukungnya pun berlimpah. Kala itu, pemerintah sangat intens memunculkan kesenian lokal ke permukaan. Tentu, gending karesmen merupakan salah satu kesenian yang butuh tenaga dan materi lebih untuk menanggapnya. Tentu saja, personel yang terlibat dalam penggarapan kesenian ini akan banyak. Mulai dari pemain peran, nayaga (pemain musik), tim produksi (belakang panggung), tata suara, tata panggung, sampai kostum; perlu dipikirkan dan dikonsep matang-matang.

Baca Juga: JURNAL BUNYI (6): Menatap Tubuh Isola Menari
Seputar Mang Koko dan Karyanya (7): Berkunjung ke Rumah Bu Ida Rosida
Seputar Mang Koko dan Karyanya (8): Prof Iskandarwassid dan Syair Lagu Guntur Galunggung

Si Kabayan Jadi Dukun

Mang Koko menciptakan karya dalam bentuk gending karesmen pertama kali pada tahun 1963 dengan judul Si Kabayan Jadi Dukun. Gending karesmen pertama ini pula yang menjadi pemungkas, sebab sudah dipentaskan ratusan kali; berkeliling ke kota dan kabupaten di Jawa Barat. Tokoh Kabayan sendiri lama diperankan oleh Tajudin Nirwan, dari umur 26 tahun sampai dengan wafatnya pada umur 62 tahun. Kekosongan tokoh kabayan sempat digantikan oleh Riskonda.

Kerja Mang Koko untuk menyusun sebuah gending karesmen tidak dipikulnya sendiri. Sebagai penulis naskah, ia dibantu oleh salah satu sastrawan Sunda, yakni Wahyu Wibisana. Selain penulis naskah, Pak Wahyu merupakan salah seorang yang memotivasi Mang Koko untuk menuliskan musik iringan gending karesmen dalam bentuk notasi musik. Setiap judul gending karesmen memiliki garap gending yang berbeda, disesuaikan dengan karakter tokoh dan cerita yang akan dibawakan. Mang Koko sungguh detail dalam penggarapan suasana musikal. Ia pikirkan unsur musik apa yang pas untuk adegan, ungkapan, ekspresi, dan suasana yang akan dibangun. Seperti yang dituturkan oleh Ida Rosida, garap gending Si Kabayan lebih ringan dan ceria karena disesuaikan dengan sifat lucu kabayan. Berbeda hal dengan garap gending Nyai Dasimah, karena latar cerita tersebut dari Betawi, garap gending yang dilakukan Mang Koko menggunakan gaya tabuhan musik Betawi (warna lenong). Untuk urusan garap visual (properti panggung) Mang Koko serahkan pada Tatang Suryana.

“… kini hilang, karena saya belum lagi melihat karya gending karesmen yang baru,” tutur Endang. Problem selanjutnya dari keberadaan gending karesmen adalah mencari penerus tongkat estafet perjuangan. Ia memberi tawaran: apakah gending karesmen dapat dijadikan sebagai ujian akhir siswa-siswi di SMKN 10 Bandung (Konservatori Karawitan), mereka masih muda dan masih bergairah untuk dikenalkan dengan kesenian satu ini. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa belum ada instansi kesenian yang memasukan gending karesmen sebagai bagian dari pembelajarannya. Padahal ini merupakan salah satu bentuk kesenian yang unik dan menarik, tidak kalah dengan kesenian bentuk lain. Unsur yang ditawarkan pun bermacam dan bersatu padu antara musik (karawitan Sunda), seni peran, dan visual (properti panggung dan kostum). Berbagai cabang seni dapat berkolaborasi dalam kesenian ini.   

Keragaman karya yang Mang Koko ciptakan, harus diiringi dengan pengelolaan dan inventarisasi arsip yang baik. Seperti halnya notasi musik yang ditulis oleh Mang Koko perlu perawatan yang layak untuk terhindar dari kelapukan kertas atau pudarnya tinta. Ida Rosida memberitahu bahwa saat ini, ada upaya yang dilakukan oleh pusat digitalisasi Unpad untuk mendokumentasikan berbagai arsip mengenai karya Mang Koko. Hal ini diinisiasi oleh Prof.Ganjar Kurnia, mantan rektor Unpad (2007-2015). Ia sangat intens mendukung kegiatan preservasi terkait kesenian Sunda dalam bentuk pertunjukan, diskusi, perlombaan, dan pengarsipan. Yang saat ini sedang dilaksanakan adalah digitalisasi tulisan tangan Mang Koko berupa notasi musik.

Hemat saya, upaya digitailsasi tulisan tangan Mang Koko amat penting untuk dilakukan. Bentuk arsip seperti ini, bila tidak digitalisasikan akan termakan waktu dan rayap. Kita tahu bahwa kertas memiliki batas usianya, apalagi bila tidak dirawat dan diperhatikan.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//