Nestapa Warga Korban Pembongkaran Rumah Bantaran Sungai Cibodas di Rusunawa Rancacili
Setelah rumahnya dibongkar program penertiban sungai di Kota Bandung, mereka direlokasi selama enam bulan. Kini batas waktu relokasi telah habis.
Penulis Emi La Palau19 April 2022
BandungBergerak.id - Jalan hidup yang harus dilakoni Agus Martin (45) tidak mudah, sejak rumahnya di bantaran Sungai Cibodas, Kelurahan Antapani Kidul, Kecamatan Antapani, dibongkar program penertiban pada awal 2021 lalu. Agus sekeluarga kini tinggal di Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Rancacili. Tetapi masa tinggalnya di sana hanya sementara dan telah habis.
Berkali-kali pihak rusunawa milik Pemkot Bandung itu meminta Agus mengosongkan rumahnya yang sudah habis masa pakainya. Tetapi Agus dan keluarga tidak punya tempat tinggal lain sejak rumahnya di bantaran Sungai Cibodas dibongkar.
Agus sebenarnya sudah mengajukan permohonan daftar Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Cingised, Kota Bandung. Hingga kini permohonannya belum membuahkan hasil.
Padahal dari sekitar 90-an kepala keluarga (KK) dari bantaran Cibodas yang direlokasi sementara ke Rusunsawa Rancacili, hampir seluruhnya sudah pindah ke Rusunsawa Cingised. Sekarang warga relokasi bantaran Sungai Cibodas yang tertinggal di Rusunawa Rancacili tinggal dua KK saja, yakni keluarga Agus dan satu keluarga Imas Sumiati (43).
“Sebagian sudah dipindahin ke Cingised. Saya sudah dikasih lampiran seperti ini (form pendaftaran rusunawa), tapi belum ada panggilan dari sana. Saya datang terus ke sana, bilangnya menunggu,” ungkap Agus Martin, saat ditemui BandungBergerak.id di Rusunawa Rancacili, Sabtu (16/4/2022) malam.
Agus menunjukkan surat permohonan daftar ke Rusunawa Cingised. Juga membeberkan dokumen kependudukan miliknya, mulai dari KTP, Kartu Keluarga, surat keterangan tidak mampu dari kelurahan, dan lain-lain. Melalui surat-surat tersebut ia menegaskan bahwa dirinya adalah warga Bandung yang sah. Ia juga taat pada program pemerintah, seperti bersedia membongkar rumahnya yang di pinggir Sungai Cibodas.
“Saya sudah mengajukan (tinggal ke Rusunawa Cingised). Sebagian (warga) sudah di sana, tapi saya belum ada panggilan, tapi suratnya sudah dikasih, saya menunggu-nunggu panggilan. Saya bukannya melawan pemerintah, tapi ini kami mau ke mana,” keluh Agus, dengan suara sedikit terbata-bata.
Hingga kini ia terus menunggu kepastian agar bisa tinggal di Rusunawa Cingised yang menurutnya memiliki akses yang lebih mudah. Rusunawa Cingised terletak di Kelurahan Cisaranten Kulon, Kecamatan Arcamanik. Lokasinya tidak terlalu jauh dari Antapani.
Sedangkan Rusunawa Rancacili ada di Kecamatan Rancasari. Jaraknya dengan Antapani satu jam lebih dengan berjalan kaki. Hingga saat ini sebagaian besar aktivitas keluarga Agus masih dilakukan di Antapani, seperti kerja maupun sekolah anak-anak. Relokasi telah mengubah banyak hal bagi keluarga Agus.
Selama tinggal di Rusunawa Rancacili, Agus merasakan beban hidupnya semakin berat. Di sana ia tinggal bersama dua anak dan istrinya. Tiga orang anaknya yang lain ikut menumpang di rumah sanak saudara dari pihak istrinya.
Berkali-kali anak-anaknya tidak berangkat sekolah karena jauhnya lokasi sekolah. Ketika masih tinggal di bantaran Sungai Cibodas, anak-anaknya cukup mudah menjangkau sekolah.
Anak bungsunya, Mesa (9), yang baru duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar, masih tercatat di SD di Antapani. Sudah berminggu-minggu Mesa tak bisa berangkat sekolah karena tak punya ongkos. Anak lainnya, Ega, yang duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar, dititipkan di tempat saudara di Anatapani agar bisa tetap sekolah. Lalu, anak perempuannya yang lain, Sefti, baru lulus SMP, dan terancam tak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya.
Agus sendiri tidak memiliki kendaraan pribadi. Jika mengandalkan kendaraan umum seperti ojek, minimal ia membutuhkan Rp 30 ribu untuk ongkos saja. Sedangkan penghasilannya sebagai buruh harian lepas tak menentu.
Sehari-hari Agus mengandalkan kerja serabutan. Kadang ia menjadi juru parkir atau kerja bangunan di kawasan Antapani. Untuk berangkat kerja, ia harus berjalan kaki. Kondisi ini membuat keuangan keluarga kian terpuruk.
Untuk makan sehari-hari saja, Agus pusing bukan main. Ia sampai tak enak hati harus beberapa kali minta bantuan kepada kerabatnya. Ujian hidup yang dijalani Agus dan keluarga tidak cukup sampai di situ. Sang istri, Lala Halima (44), kondisinya sakit-sakitan. Ia tidak mampu mengantarkan anak-anaknya sekolah.
“Ongkos kalau naik ojek, bolak balik Rp 30 ribu. Buat makan mana?” kata Lala.
Sebelumnya, Agus sekeluarga telah menempati rumah di Bantaran Cibodas selama 20 tahun lebih, sejak tahun 2000. Rumah yang ditempatinya merupakan bangunan yang dibangun oleh adiknya dengan biaya sekira Rp 50 juta. Ia mengaku tanah yang ditempatinya itu bukan miliknya. Tapi ia berharap ada bantuan dari pemerintah untuk menjawab jalan hidupnya kini yang semakin berat.
Baca Juga: Merayakan Kemenangan ala Riverside Forest, Klub Sepak Bola Punk Bandung
BANDUNG HARI INI: Spirit Konferensi Asia Afrika dalam Perangko dan Radio
Ancaman Kematian karena Covid-19 pada Libur Lebaran masih Ada
Tak Ada Pilihan Lain selain Bertahan
Telah berkali-kali petugas pengurus rusunawa datang mengetok tempat tinggalnya, dan menanyakan kapan ia dan keluarga akan keluar dan mengosongkan tempat. Agus tak punya pilihan lain selain tetap bertahan.
“Kemarin katanya ada yang ke sini waktu saya di rumah sakit, ya harus pindah ke mana saya teh, enggak akan kebayar,” ungkap Halima.
Agus mempertanyakan mengapa warga lainnya yang baru direlokasi ke Rancacili bisa segera mendapat tempat di Rusunawa Cingised. Sementara ia yang telah lama pindah sejak penggusuran ke Rancacili belum juga mendapat kepastian. Hal ini akhirnya membuat ia tak bisa mengurus admisitrasi untuk keperluan kependudukannya. Paling tidak, jika memang ada kepastian untuk pindah ke Cingised, selain jaraknya tak begitu jauh seperti di Rancacili, ia bisa tenang untuk mengurus surat-surat dan bisa mulai mengusahakan pendidikan anak-anaknya.
“Saya tinggal menuggu urusan ini. Seandainya betul pindah, saya mau diurusin, saya kapan. Bukan saya bertahan mohon ampun, bukannya idak nurut sama pemerintah, tapi bagaimana baiknya saya,” harapnya dengan cemas.
“Berhubung kami tidak punya tempat tinggal, ngak kebayar, ngak mampu, sama sekali. Instansi terkait, tolong bantu kami, saya mau ke mana ini. Saya mohon amat sangat minta bantuan keadaan kami yang begitu sulit, kerja juga kadang ada kadang ngak. Saya kuli,” tambahnya.
Berharap Bantuan
Selain Agus, satu keluarga lainnya yang masih bertahan di Rusunawa Rancacili adalah Imas Sumiati (43). Ia adalah ibu tunggal, setelah sang suami meninggal dunia. Di rusunawa itu ia menempati lantai yang sama dengan Agus. Imas tinggal bertujuh dengan anak-anak dan seorang cucunya.
Sama seperti Agus, ia tak punya pilihan lain jika tiap kali disuruh untuk mengosongkan tempat. Dulunya Imas berjualan di pasar Gedebage, namun tempat jualannya juga ikut terbongkar. Hingga kini, untuk kehidupan kesehariannya, ia hanya bergantung pada pendapatan tak tetap anak pertamanya. Juga, sesekali berjualan. Apa pun barang yang ada ia jual untuk bertahan hidup.
Imas mengaku tak sanggup mencari rumah sewa selain berharap mendapat tempat di Rusunawa Cingised. Pasalnya untuk persoalan dapur sehari-hari, ia sudah kerepotan.
“Sering (disuruh keluar), terakhir kemarin, katanya untuk sementara semua harus dikosongin. Saya berharapnya untuk sementara ngikut dulu (di rusun), sebelum stabil. Kalau yang lain memang mampu untuk ngontrak, kan dari kemarin terdampak Covid, belum stabil (keuangan),” ungkapnya.
Dua anak Imas masih bersekolah. Yang satu duduk di bangku SMP, sementara satu orang masih di SMK. Ia berharap pada bantuan Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk membiaya sekolah anaknya.
Imas pun berharap program bantuan pemerintah tepat sasaran. Di saat rakyat seperti dirinya banyak mengalami pukulan selama pagebluk, rumah dan kiosnya juga terkena gusur. Kini tak ada lagi yang bisa ia lakukan.
“Saya mah ini saja, untuk perhatiannya kayak yang dapat bantuan harusnya tepat sasaran. Harus betul-betul disurvei, saya suami saya meninggal, tapi kayak PKH (program bantuan) saya belum dapat,” katanya
Tanggapan dari Pemkot Bandung
Kepala UPT Rusunawa, Bambang, mengungkapkan ada sebanyak 35 kepala keluarga bantaran sungai Cibodas yang direlokasi ke Rusunawa Rancacili. Lama waktu relokasi hanya enam bulan. Setelah itu warga harus mengosongkan rusun.
“Sebelumnya sudah kita sampaikan, kan ada perjanjian, sudah 6 bulan mohon untuk keluar dari sini. Tapi di sini ada yang masih bertahan dua orang, tapi insya allah kita akan dikeluairin sajalah. Karena sudah setahun di sini (Rusun Rancacili),” ungkap Bambang.
Menurut Bambang, pihaknya hanya bertugas sebagai penyedia lokasi. Terlepas warga korban penggusuran tak bisa mengontrak bukan menjadi tanggung jawabnya. Ia mengatakan hanya menerima arahan dari tim yang terdiri dari pihak kelurahan, kecamatan, dan Satgas Citarum Harum.
“Sebetulnya bukan kapasitas saya untuk menjawab, karena saya hanya sebagai penyedia. Tapi kalau misal dengar dari tim, bahwa ya mereka itu kan pertama mereka menempati tanah yang puluhan tahun gratislah ya, tidak ada bayar, tidak ada sewa. Dan mereka juga kelihatannya sudah ikhlas,” ungkapnya.
Bambang mengungkapkan memang beberapa warga bantaran sungai Cibodas yang direlokasi di Rancacili ada beberapa yang telah pindah ke Rusunawa Cingised. Prosedurnya adalah mereka harus mendaftar terlebih dahulu dan diseleksi.
“Beberapa sudah pindah ke Cingised, itu yang daftar dari relokasi. Kalau yang dua orang ini saya enggak akan ini lagi, nanti jadi ribut lagi, kalau saya masukin karena ini kayak sedikit bandellah. Saya suruh daftar tapi akhirnya dia daftar juga tapi jadi yang paling atas (menunggu),” ungkapnya.
Kapasitas Rusunawa Rancacili sendiri terdiri dari beberapa blok. Blok 1 diperuntukkan untuk masyarakat umum. Blok 2 dan 3 diperuntukkan bagi warga korban penggusuran dari Jalan Jakarta dan gusuran PT KAI.
Ada juga Gedung Silinder di mana lantai 1 diperuntukkan untuk warga veteran pejuang dan lansia dan relokasi warga rumah deret Tamansari. Lantai 2, 3, dan 4 juga diperuntukkan untuk warga korban penggusuran rumah deret Tamansari. Terakhir lantai 6, 7, dan 8 sebanyak 108 hunian diperuntukkan bagi warga korban penggusuran bantaran sungai program Citarum Harum.
Baik Agus maupun Imas merupakan warga yang direlokasi dari bantaran Sungai Cibodas, Kelurahan Antapani Kidul, Kecamatan Antapani. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung, Rasdian mengatakan mereka ditertibkan oleh Satgas Citarum Harum.
“Itu program Citarum Harum, baiknya dikonfirmasi ke Satgas Citarum Harum,” ungkapnya, ketika dikonfirmasi BandungBergerak.id, Senin (18/4/2022). BandungBergerak.id, telah berupaya menghubungi petugas lapangan Satgas Citarum Harum. Hingga berita ini ditulis, BandungBergerak.id masih menunggu konfirmasinya.