• Cerita
  • RAMADAN DI BANDUNG DULU DAN KINI #8: Ngabuburit di Situ Aksan, Sekarang Tinggal Kenangan

RAMADAN DI BANDUNG DULU DAN KINI #8: Ngabuburit di Situ Aksan, Sekarang Tinggal Kenangan

Situ Aksan di masa lalu merupakan tempat ngabuburit warga Bandung. Kini situ tersebut berubah menjadi permukiman padat yang kesulitan air bersih.

Warga membawa ketupat di kampung Blok Kupat, Kecamatan Babakan Ciparay, Bandung, 11 Mei 2021. Di Babakan Ciparay dahulu terdapat danau bernama Situ Aksan. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana1 Mei 2022


BandungBergerak.idBagi sebagian orang, Ramadan di Bandung mungkin lebih berkesan di masa lalu, terutama jika dikaitkan dengan kondisi alam. Alam Priangan di masa lalu tentu jauh berbeda dengan masa kini yang padat dan panas.

Salah satu tempat yang kerap dipakai ngabuburit warga Bandung tempo dulu adalah Situ Aksan yang lokasinya di sekitar Babakan Ciparay. Situ atau danau ini masih dipakai ngabuburit oleh warga Bandung hingga 1950-an, seperti disampaikan Haryoto Kunto, dalam buku Ramadhan Di Priangan.

“Sampai akhir tahun 1950-an, orang masih bisa ngabuburit naik perahu di Situ Aksan atau Situ Bunjali,” demikian kata Haryoto Kunto yang dikutip dari skripsi Muhamad Fajar Nugraha, Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Sabtu (23/4/2022). 

Dalam skripsi bertajuk TRADISI MASYARAKAT KOTA BANDUNG PADA BULAN RAMADAN (1990-2000) itu, Haryoto Kunto juga menceritakan bahwa Priangan adalah nama karesidenan pada 5 masa pemerintahan Hindia Belanda. Wilayah Priangan sekarang mencakup Kota Bandung, Cianjur, Garut, Sumedang, Tasikmalaya, serta Ciamis. 

Menjelang datangnya bulan Ramadan, warga kampung saat itu biasa bergotong royong membersihkan desa serta perkuburan, sekaligus menziarahi makam karuhun dan handai tolan. Dalam menyambut bulan puasa, saat listrik belum masuk desa, semua rumah memasang lentera minyak di depan rumah serta menyalakan obor untuk menerangi jalan dan lorong-lorong gelap. 

Ketika puasa menginjak “malem likuran”, yaitu hari ke-21 puasa, warga Bandung beramai-ramai membuat lampion dengan berbagai macam bentuk dan orang saling bersaing dengan tetangga dalam memamerkan bentuk lampion. 

Beberapa hari sebelum bulan Ramadhan sering disebut munggah. Sebagian orang mengawali munggah dengan acara makan-makan bersama di alam terbuka yang dikenal dengan istilah botram. Botram biasa dilakukan di tempat wisata, alam terbuka, atau di kebun milik pribadi. Atau bisa juga dengan mengajak anggota keluarganya untuk makan mium sepuasnya di restoran atau di tempat-tempat jajan makanan, seperti di Pasar Baru.

Acara lain yang menarik menjelang Ramadan masa lalu adalah menguras kolam ikan (ngabedahkeun balong) dan kongkurs lelang ikan. Di kawasan selatan Bandung masa lalu banyak terdapat kolam ikan. Maka menjelang puasa, banyak peternak ikan yang menguras kolam ikannya. Selain dijual di pasar ikan, hasil tangkapan bibit ikan Emas yang istimewa diperlombakan dalam sebuah kongkurs, untuk akhirnya dilelang kepada masyarakat umum.

Haryoto Kunto, masih menurut penuturan Muhamad Fajar Nugraha, juga menyinggung tradisi populer saat bulan puasa, yaitu ngabuburit yang berarti menunggu waktu magrib untuk berbuka puasa. Pusat tempat ngabuburit zaman dulu adalah sekitar Alun-alun Bandung. 

Warga Bandung masa lalu ngabuburit dengan cara beramai-ramai main ke taman atau lapang olahraga, berenang dan menangkap ikan di Cikapundung, atau mandi di pemandian umum, sumur bor dekat Alun-alun.

Baca Juga: Ramadan di Bandung Dulu dan Kini (5): Dari Sumur Bor ke Cikapundung Riverspot
Ramadan di Bandung Dulu dan Kini (6): Dorong Lokomotif si Gombar, Itikaf Jaga Jarak
Ramadan di Bandung Dulu dan Kini (7): Nonton Film di Bioskop

Situ Aksan Dulu dan Kini

Penelitian bertajuk “Kondisi Letak Geografis Terhadap Ketersediaan Air Di Situ Aksan: Proyek Studi Film Dokumenter” yang ditulis Thomas Dida Avrihansyah dan Irwan Sarbeni memaparkan dahsyatnya perubahan daerah Situ Aksan. Disebutkan bahwa danau di kawasan Bandung ke arah barat itu terletak di kampung Situ Aksan. 

“Kampung Situ Aksan merupakan daerah perumahan yang asalnya dari daerah perdesaan, namun dengan perkembangan yang sangat pesat sehingga kampung Situ Aksan menjelma menjadi pemukiman di dalam kota,” demikian menurut peneliti dari Program Studi Film dan Televisi, Fakultas Pendidikan Seni dan Desain, Universitas Pendidikan Indonesia, tersebut. 

Peneliti menyatakan, pada awalnya Situ Aksan merupakan bekas galian lio batu bata, yang berarti secara tidak langsung danau ini merupakan danau buatan. Pada zaman Belanda, Situ Aksan disebut Westerche Park tetapi masyarakat lebih senang memanggilnya dengan sebutan Situ Aksan karena pemiliknya bernama Haji Aksan. 

“Dahulu, Situ Aksan merupakan tempat memancing dan tempat hewan angsa, sekaligus menjadi objek wisata dan balong penampungan air untuk mengatasi banjir. Untuk mencapai ke tengah danau, hanya dengan menyewa perahu dayung. Hal tersebut menjadikannya salah satu tempat wisata menarik pada tahun 1950-1970-an di Kota Bandung,” lanjut Thomas Dida Avrihansyah dan Irwan Sarbeni. 

Disebutkan pula bahwa ketika memasuki tahun 1980-an, terjadi pembangunan pemukiman atau gedung di sekitar Situ Aksan. Hal ini menyebabkan Situ Aksan perlahan-lahan menyempit dan hingga saat ini sudah tidak terlihat lagi.

“Masalah yang dihadapi saat ini adalah minimnya lahan untuk pembuatan sumur bor dan kondisi tanah yang tidak memungkinkan setiap warga melakukan pengeboran karena sangat tebal. Ditambah jalur PDAM yang belum tersedia di Situ Aksan sehingga berpengaruh terhadap ketersediaan air bersih kepada para warga,” papar para peneliti.

Kedua peneliti tersebut mengabadikan Situ Aksan ke dalam penelitiannya untuk kepentingan membuat film dokumenter. Kesimpulan penelitiannya cukup ironis bagi Situ Aksan sebagai daerah tangkapan air bagi warga. Peneliti menemukan hubungan antara letak geografis (ketebalan tanah dan tidak tersedianya jalur PDAM) terhadap ketersediaan air di RW.01 kampung Situ Aksan, tempat dilakukannya penelitian.

“Karena setelah melakukan pengamatan dan wawancara kami dapat merasakan ekspresi dan emosi masyarakat di mana Situ Aksan dulunya sangat kaya dengan air berbeda dengan saat ini yang sulit air bersih,” kata para peneliti.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//