Pasar Kekinian The Hallway Space Menyambut Momen Hari Buku Sedunia
Para pelapak buku Kota Bandung memberikan kesaksian tentang peta perbukuan di Kota Bandung. Ada gairah baru anak muda.
Penulis Reza Khoerul Iman24 April 2022
BandungBergerak.id – Tepat 10 hari terakhir bulan Ramadan, para pelapak buku Bandung menghelat acara Ngabuburead di The Hallway Space, 22 - 24 April 2022. The Hallway Space merupakan pasar kekinian yang menempati lantai atas Pasar Kosambi, Kota Bandung. Acara ini sekaligus menyambut momen Hari Buku Sedunia.
Para pelapak yang terlibat pameran antara lain LawangBuku, Jaringan Buku Alternatif, James Book, dan Secondmusicmerch bekerja sama dengan Cerita Bandung dan The Hallway Space. Melalui acara Ngabuburead, para pengunjung The Hallway Space diajak berdiskusi melalui Ngobrol Buku pada hari Jumat bersama Ojel Sansan Yusandi lewat karya buku terbarunya Bandoeng Waktoe Itoe.
Kemudian pada hari Sabtu ada dua pelapak buku yang sudah lama bergelut di dunia perbukuan, yaitu Deni Rachman dari LawangBuku dan Indra Prayana dari Jaringan Buku Alternatif yang membagikan pengalamannya tentang seluk-beluk dunia perbukuan selama mereka berjualan buku di Kota Bandung. Terakhir sebagai penutup di hari Minggu, ada pembahasan terkait kopi dalam kebudayaan bersama Atep Kurnia
Founder Cerita Bandung, Farhan Basyir mengungkap bahwa pameran buku yang digelar di sebuah pasar merupakan hal baru bagi mereka. Hal tersebut juga menjadi tantangan bagi para pelapak buku karena mesti menghadapi pasar yang berbeda sebagaimana yang biasanya mereka temui.
Seperti diketahui, The Hallway space merupakan pasar kekinian yang terletak di atas pasar tradisional Kosambi dan didesain menjadi ruang kreatif untuk warga Kota Bandung, khususnya para anak mudanya.
Kegiatan perbukuan di The Hallway Space diakui merupakan kegiatan yang baru oleh Quabil dan Dewi. Biasanya mereka berdua mendapati kegiatan di The Hallway Space bukan kegiatan seperti ini, melainkan seperti pameran lukisan atau kegiatan musik dan yang lainnya.
“Pameran ini jadi kegiatan bagus dan menarik karena orang-orang yang datang ke sini itu dari berbagai latar belakang, ada yang suka buku, musik, lukisan, dll. Nah, setahu saya kegiatan buku seperti ini merupakan hal yang baru di sini,” ucap Quabil kepada BandungBergerak.id, Sabtu (4/23/2022).
Para pelapak buku yang turut meramaikan pasar kekinian tersebut menjadi penyempurna The Hallway Space setelah berbagai kebutuhan hingga hobi.
Baca Juga: Membaca Perang Ideologi Emmanuel Macron dan Marine Le Pen di Pilpres Prancis
Mengundang Banjir dari Menyusutnya Sawah Gedebage
Menghapus Rajah di Sudut Masjid Al Lathiif
Gairah Literasi Anak Muda Bandung
Kota Bandung merupakan salah satu kota yang cukup hangat akan kegiatan literasi. Keberadaan para pegiat dan komunitas buku selalu menghidupi acara literasi di kota ini. Hangatnya kegiatan literasi tersebut membuat aktivitas para pelapak buku di Kota Bandung cukup marak, dua di antaranya adalah lapak buku milik Indra Prayana dan Deni Rachman.
“Dulu saya ngelapak di depan Institut Français Indonesia (kini IFI Bandung), di depan toko buku besar Gramedia. Ceritanya buat ngelawan hegemoni toko buku besar seperti Gramedia dengan menyediakan buku unik dan langka yang gak ada di toko buku,” tutur pemilik lapak Jaringan Buku Alternatif, Indra Prayana pada diskusi Ngobrol Sore di Pameran buku Ngabuburead.
Indra Prayana merupakan salah satu pelapak buku senior Bandung yang sudah cukup lama aktif di dunia perbukuan sejak tahun 2000-an. Banyaknya momentum di era Orde Baru hingga zaman revolusi mengusik jiwa mudanya untuk menggali sebanyak-banyaknya referensi sebagai jawaban atas keresahan yang mengusik pikirannya selama ini. Berawal dari sanalah Indra mulai menjadi kolektor buku hingga pada akhirnya memiliki toko buku sendiri.
Sementara pemilik Lawang Buku, Deni Rachman bercerita bahwa ia sudah memiliki ketertarikan sejak menduduki bangku empat sekolah dasar (SD) di kaki Gunung Halimun. Ketika teman sebayanya beramai-ramai mengerumuni para pedagang, ia lebih penasaran untuk mendatangi perpustakaan di sekolahnya yang tampak selalu sepi. Pada akhirnya ia selalu diberi akses untuk masuk dan menjadi kuncen perpustakaan tersebut.
Ketertarikannya terhadap buku tidak berhenti selepas meninggalkan bangku SD. Ketika menginjak Sekolah Menengah Pertama (SMP), Deni mengaku sudah membaca buku yang cukup berat seperti himpunan tulisan-tulisan Sukarno yang tertuang dalam Di bawah Bendera Revolusi. Kemudian tahun 1995 Deni melanjutkan pendidikan di Bandung dengan masih memiliki semangat terhadap perbukuan hingga akhirnya ia dapat memiliki toko bukunya sendiri.
“Banyaknya aktivitas perbukuan sejak cilik membuat saya jadi kenal sama buku-buku Pustaka Jaya, Balai Pustaka. Dari sana saya seperti menemukan surganya buku hingga berlanjut ke masa kuliah sampai saat ini,” tutur Deni.
Melalui dua pembicara tersebut, aktivitas perbukuan di Kota Bandung sejak tahun 2000-an hingga hari ini dikupas pada acara Ngobrol Sore sebagai bagian dari rangkaian pameran buku Ngabuburead di The Hallway Space.
Keduanya menjadi saksi rekam jejak geliat aktivitas perbukuan di Kota Bandung sejak tahun 2000-an. Meski kegiatan literasi di Kota Bandung cukup hangat, namun tren perbukuan terkadang menemukan titik jenuh dan berubah polanya. Hal tersebut turut dirasakan oleh Deni, seperti pada periode sekitar tahun 2010 mulai tren toko buku berbasis komunitas di Kota Bandung.
Namun berbeda lagi situasi dan kondisinya pada periode 2014 hingga sekarang, yang mana siklus perbukuan di Kota Bandung cukup menurun dan toko buku berbasis komunitas juga mulai pudar dari permukaan. Namun di periode waktu yang bersamaan, ada juga perubahan yang terjadi yaitu anak-anak mudanya menjadi cukup melek literasi.
“Tapi ke sini-sini anak-anak muda di sini kecenderungan beli bukunya cukup berkualitas, seperti ada anak SMP yang beli bukunya pidato Bung Karno. Ini berarti sudah ada melek literasi. Faktor lainnya juga karena didorong oleh gerakan literasi nasional yang menuntut peserta didik untuk membeli buku,” ucapnya.
Faktor lainnya yang mempengaruhi adalah maraknya penggunaan media sosial pada saat ini. Hal tersebutlah yang membuat para pelapak buku mesti melebarkan sayapnya untuk berselancar di media sosial. Media sosial juga pada akhirnya menjadi satu sistem informasi yang menunjukkan bahwa aktivitas perbukuan di Kota Bandung masih eksis.
Deni, Indra, dan para pelapak lainnya ke depannya akan selalu merasakan dinamika geliat perbukuan di Bandung. Selain itu, mereka tidak hanya menjadi bagian pemanis dari kegiatan literasi di Kota Bandung, namun berperan untuk turut serta memanjangkan umur literasi di Kota Kembang ini.