• Opini
  • Pengobatan Paha Robek dan Lengan Buntung ala Priangan Abad ke-19

Pengobatan Paha Robek dan Lengan Buntung ala Priangan Abad ke-19

Andries de Wilde sangat terheran-heran menyaksikan masyarakat Priangan mengobati berbagai macam penyakit, mulai sakit kepala hingga tangan buntung akibat senjata.

Karguna Purnama Harya

Penulis, pengembara dan pegiat sejarah. Tengah studi magister di Arkeologi UI.

Pria dan wanita dari Priangan di zaman Kolonial Belanda. (Sumber: KITLV A63 )

10 Mei 2022


BandungBergerak.idJika kita mendapati seseorang yang lengannya buntung akibat sabetan senjata tajam, maka panik adalah sebuah keniscayaan. Kita akan hariweusweus alias tak tahu harus melakukan apa. Tapi lain halnya dengan masyarakat Priangan abad ke-19. Informasi terkait hal itu bisa kita dapatkan di dalam buku catatan tentang Keresidenan Priangan yang berjudul De Preanger Regentschappen op Java Gelegen karya Andries de Wilde terbitan M. Westerman tahun 1830.

Pada buku itu, Andries de Wilde, yang merupakan seorang dokter militer, sangat terkesan dan gogodeg (terheran-heran) menyaksikan bagaimana masyarakat Priangan mengobati berbagai macam penyakit. Awalnya ia tampak seolah-olah merendahkan metode pengobatan yang dilakukan oleh masyarakat Priangan yang pada halaman 167 ia sebut sebagai Elmoe doekoen yang achterlijk alias terbelakang.

Menurut hasil observasinya, elmoe doekoen ini dipraktikkan oleh orang tua, yang biasanya oleh para perempuan tua, yang disebut doekoen (dukun). Ilmu itu tidak diajarkan sama sekali, tetapi berdasarkan pengalaman yang diwariskan secara turun temurun, dari ibu ke anak, atau dari ayah ke anak. Dukun-dukun ini sangat diharapkan untuk dapat mengobati berbagai macam penyakit.

De Wilde telah mencatat nama-nama penyakit yang ada di Priangan saat itu di antaranya: Riëut hoeloe, Kandeuw, Salesser, Salesma, Gondongngeun, Batoek, Oeöeseupeun, Njeselkeun, Baroesoeh, Toedjoeäkan, Tjatjiengngeun, Toedjoe rorokee, Toedjoe soeliga, Tjieka, Sollatrie, Weweloet-eun, Toedjoe delleg, Toeöek-eun, Montor, Menter, Tampek, Mengger, Gabbag, Bongrot, Koeries, Bengangngeun atau Njerih ki-i, Njerih panon, Tatali-eun, Bottol, Hileud-eun, Medoe, Medoe batoe, Wallang bagel, Toedjoe Seuneureut, Loempoeh, Kasoekon, Sariäwan, Nalialoedoe-eun, Ewatteun, Boedoeg, Radang, Bisoel, Oerat maroengkoet, Djiengdjieng-eun, Baroemboeng patieken, Tjonghee dll.

Menurutnya, semua penyakit itu diobati oleh dukun secara eksternal, dan ajaib, biasanya semua penyakit itu dapat sembuh, padahal pengetahuan medis para dukun itu sangat dangkal. Metode pengobatan para doekoen itu biasanya begini: setelah bertemu dengan si sakit, maka ia pun memeriksa kondisi pasiennya itu, tanpa mengecek pergelangan tangan atau pun lidah, dan cara yang digunakan hanya ia ketahui melalui pengalaman seperti yang telah dijelaskan.

Di kebun, di hutan, atau di sepanjang jalan mereka pun selalu saja berhasil menemukan akar, tumbuhan, daun, dll., yang dibutuhkan untuk praktek pengobatannya. Caranya yaitu menggilingnya menjadi pasta, dan kebanyakan pasta tersebut diperas sarinya. Beberapa mantra yang mereka sebut djampéh, kemudian digumamkan di atas bagian tubuh yang sakit, dan kemudian ramuan obat yang telah dibuat pun dibubuhkan atau digosokkan. Pada penyakit panas, seluruh tubuh biasanya diolesi dengan ramuan itu, baik dengan cara yang bersifat mendinginkan atau pun menghangatkan, itu pun jika hal itu diperlukan. Jika ada kasus sakit perut, sakit kepala atau nyeri di anggota badan, selain ramuan yang digunakan, maka piedjiet-an yang dilakukan pun sangat bermanfaat bagi para pribumi, dan dalam kasus-kasus yang disebutkan di atas, orang Eropa juga sering mendapatkan layanan yang luar biasa itu.

Baca Juga: Warga Jawa Barat Diingatkan agar Mewaspadai Hepatitis Misterius
Anak-anak Rusunawa Rancacili Bersama Mimpi Mereka yang Tergusur
Ramadan dan Lebaran setelah Dua Tahun Pandemi

Paha Robek dan Lengan Buntung

Informasi ini ada di halaman 170-171. Di sana Andries De Wilde menyatakan bahwa betapa memuaskannya pengobatan luka yang dilakukan oleh penduduk pribumi ini. Ia pernah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri terkait hal itu. Suatu hari salah satu pembantunya pernah diserang oleh babi hutan, dan kedua pahanya terluka dan salah satu pahanya mengalami luka robek yang menganga, sehingga pria itu diperkirakan tidak akan bertahan hidup. Tapi, perkiraan itu meleset. Obatnya ternyata sederhana, cukup dengan daun sirih yang dicelupkan ke dalam air dingin, kedua paha yang terluka tersebut dibaringkan, dan daun-daun sirih itu sesekali diperbarui, setelah itu maka proses penyembuhannya berlangsung dalam waktu yang singkat. Begitu pula jika ada luka di kepala dan di mata pun sembuh dalam waktu singkat, yang tentunya seorang dokter Eropa tidak akan berani untuk menjamin kesembuhannya. Menurutnya, proses penyembuhan tersebut dapat membuat takjub setiap orang Eropa yang berkesempatan untuk menyaksikan hal itu.

Kemudian, terkait lengan buntung, De Wilde pernah melihat seorang pribumi yang lengannya terpotong oleh Klewang atau Gollok panjang dalam satu tebasan tepat di bawah siku. Seorang rekannya, yang juga terluka di dua tulang rusuknya, telah membantu menempelkan segenggam tanah liat basah pada tunggul lengan temannya yang buntung itu, kemudian membungkusnya dengan daun pisang, lalu mengikatnya dengan kulit kayu pohon waroeh. Orang yang terpotong lengannya itu lalu memungut dan mengikat lengannya yang 'terputus' itu, kemudian melilitkannya di ikat pinggang atau korsetnya lalu membawanya kepada De Wilde, sambil meminta siapa tahu lengannya itu bisa terpasang kembali. Tentu saja De Wilde tidak bisa melakukannya.

Kemudian tunggul tangan yang buntung itu dibiarkan dalam kondisi terbalut oleh tanah liat yang dibungkus oleh daun pisang dan ikatan tali kulit pohon waroeh itu. Setelah beberapa hari, sebagian tanah liat tersebut berjatuhan, selebihnya tunggul tangan itu kemudian dibilas dengan lembut, dan luka tersebut bersih, dan sembuh total dalam waktu singkat.

Andries de Wilde berpendapat bahwa jika saja masyarakat pribumi tersebut memiliki pengetahuan kedokteran, maka dengan mengombinasikannya dengan tanaman-tanaman obat yang berkhasiat di wilayah Priangan, maka pasti para dukun tersebut akan menjadi dokter dan ahli bedah yang jempolan.

Berdasarkan informasi dari catatan De Wilde itu, terkait daun sirih memang sudah jelas khasiatnya, tapi terkait tanah liat dan daun pisang mungkin perlu untuk diteliti kandungan khasiatnya oleh para ahli. Siapa tahu nanti bisa dikembangkan menjadi semacam obat penyembuh luka yang dapat diproduksi masal.   

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//