• Kampus
  • Mengenal Praktik Pencucian Uang di Kuliah Umum ITB

Mengenal Praktik Pencucian Uang di Kuliah Umum ITB

Sampai 2022, PPATK sudah menerima laporan transaksi keuangan 45.000 per jam setiap harinya dan jumlah transaksi yang diterima PPATK 260 juta transaksi.

Tugu Institut Teknologi Bandung (ITB), Jalan Ganesha, Kota Bandung, Selasa (4/12/2021). ITB sebagai kampus teknik negeri tertua di Indonesia. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana10 Mei 2022


BandungBergerak.idKorupsi bukan hal yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Tetapi bagaimana dengan pencucian uang? Istilah ini mungkin masih samar-samar. Padahal erat kaitannya dengan korupsi. Bahkan pencucian uang disebut-sebut sebagai akar dari masalah korupsi.

Untuk menjawab hubungan korupsi dengan pencucian uang, ITB menggelar Kuliah Umum KU 4079 Pendidikan Antikorupsi ITB. Kuliah disampaikan oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavanda secara daring melalui plaform zoom dan YouTube PPATK Indonesia.

Dikutip dari laman resmi ITB, Selasa (10/5/2022), disebutkan bahwa PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) adalah sebuah lembaga untuk mengatur transaksi dari tindak pidana agar tidak dimanfaatkan. Peran PPATK adalah sebagai lembaga finansial intelijen melakukan analisis dan pemeriksaan terkait dengan laporan-laporan yang diterima oleh PPATK.

Ivan menyebutkan bahwa sampai tahun 2022, PPATK sudah menerima laporan transaksi keuangan 45.000/jam setiap harinya dan jumlah transaksi yang diterima PPATK 260 juta dan jumlah data dalam sistem PPATK yakni 1 miliar data.

Sebelum tahun 2021, hasil pemeriksaan PPATK selanjutnya diserahkan kepada aparat penegak hukum berdasarkan pasal 74 UU No.8 tahun 2010 yang terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan, KPK, BNN, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Namun di tahun 2021, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa seluruh penyidik tindak pidana asal adalah instansi yang diberikan kewenangan oleh peraturan perundang-undangan untuk melakukan penyidikan dan tidak hanya keenam penyidik sebelumnya.

“Apapun tindakan pidananya bagi konstruksi hukum selalu melahirkan tindak pidana pencucian uang,” ungkap Ivan.

Baca Juga: Kritik Korupsi dalam Komik “From Bandung With Laugh”
Penyebab Turunnya Persepsi Publik Terhadap Penanganan Korupsi di Indonesia
Video Dua Tipe Mama Muda dalam Kuliah Anti-Korupsi

Hubungan TPPU dan Korupsi di Indonesia

TPPU menurut Ivan adalah akar dari masalah tindak pidana korupsi. TPPU adalah proxy crimes atau sebuah kejahatan di mana pelaku sebisa mungkin bukan dia yang melakukan tindak kejahatan, tetapi dengan menyuruh orang lain untuk melakukan pencucian uang.

Singkatnya, pelaku bertindak sebagai mens rea atau “biang kerok” dan berhak menyuruh orang lain untuk melakukan pencucian uang yang kemudian membuat identitas palsu, menciptakan rekening rekening dengan identitas palsu tersebut dan segala macam pemalsuan. Transaksi yang tercatat bersih dari identitas pelaku. Sehingga disebut proxy karena menggunakan boneka-boneka.

Perkembangan TPPU

TPPU berawal di tahun 2003 atau dinamakan money laundry 1.0. Seiring berkembangnya zaman, teknologi juga semakin maju yang semakin memudahkan aksi money laundry 4.0. Pelaku mulai menggunakan ghost transaction dengan bantuan robot, menggunakan trustee, shadow ownership dengan boneka dan kamuflase anggaran dasar dan segala macam.

Hingga di money laundry 5.0, seluruh instrumen dan underlying-nya irasional, sudah menggunakan beyond fintech dan crypto dan sudah tidak terkoneksi satu sama lain, e-wallet juga tidak terkoneksi dengan bank konvensional.

Berkembangnya money laundry dengan berbagai cara bukanlah penghalang bagi PPATK untuk memberantas tindak pidana korupsi sampai ke akarnya. Menjadi lembaga yang marwahnya melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan terkait dengan penggunaan uang haram atau uang yang berasal dari tindak pidana apapun harapannya bisa menjaga integritas sistem keuangan Indonesia.

 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//