Mahasiswa Unpar Terlibat Kampanye Penghapusan Hukuman Mati di Jerman
Penti Aprianti terpilih menjadi delegasi Indonesia untuk menghadiri ECPM, konferensi tentang kampanye penghapusan hukuman mati di seluruh dunia.
Penulis Iman Herdiana31 Mei 2022
BandungBergerak.id - Penti Aprianti, mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan (FF Unpar), terpilih menjadi delegasi Indonesia untuk menghadiri 8th World Congress Against Death Penalty yang diselenggarakan Ensemble Contre La Peine De Mort/Together Against Death Penalty (ECPM) pada 16-18 November 2022 mendatang di Berlin, Jerman.
ECPM adalah organisasi non-profit yang bergerak di Paris dalam isu Hak Asasi Manusia (HAM). Pada perhelatannya tahun ini, tema yang diangkat pada konferensi tersebut berkaitan dengan keterlibatan anak muda dalam kampanye penghapusan hukuman mati di seluruh dunia.
Anti - begitu Penti Aprianti kerap disapa - mengatakan bahwa dia tertarik untuk dapat mengikuti konferensi tersebut karena berkaitan dengan studinya mengenai filsafat sosial dan politik.
“Termasuk pembahasan filosofis mengenai HAM. Salah satunya yaitu pembahasan mengenai penghapusan hukuman mati. Mengapa seseorang dapat divonis mati? Mengapa terdapat terpidana mati yang diketahui di kemudian hari sebagai korban unfair trial? Bagaimana dengan orang yang divonis mati bukan karena state law seperti Petrus?” katanya, dikutip dari laman Unpar, Selasa (31/5/2022).
Hukuman mati sendiri berkait-kelindan dengan hukum suatu negara. Akan tetapi, pembahasan mengenai isu lain seperti ketimpangan gender, politik, dan filsafat juga berkaitan dalam hal tersebut.
Setelah melalui proses seleksi mulai dari penulisan esai hingga wawancara, Anti kemudian terpilih menjadi satu dari delapan delegasi Indonesia yang kemudian melakukan workshop di Jakarta secara hybrid dengan ECPM di Paris.
“Ada pra-acara yang delegasi Indonesia lakukan juga untuk edukasi soal penghapusan hukuman mati ini, yaitu kampanye daring melalui Instagram @hapushukumanmati,” katanya.
Terdapat dua tema utama yang akan diusung dari delegasi Indonesia dalam konferensi tersebut, yaitu tentang generasi baru dalam gerakan penghapusan hukuman mati dan hukuman mati sebagai alat politis.
Ia dan 7 delegasi lainnya dari Indonesia secara kolektif akan menyampaikan situasi terkini tentang pelaksanaan hukuman mati di Indonesia dan apa saja yang telah dan dapat dilakukan untuk kampanye perihal penghapusan hukuman mati.
"Indonesia menjadi satu-satunya di Asia yang terlibat dalam konferensi ini, karena itu kami juga rencananya menyampaikan situasi di negara lain di Asia yang masih menerapkan hukuman mati,” tutur Anti.
Lebih lanjut, menurutnya konferensi penghapusan mengenai hukuman mati sangat diperlukan. Dengan adanya konferensi ini, negara-negara yang masih menerapkan hukuman mati, melalui para delegasi, dapat bertukar pikiran mengenai fakta dan situasi di negaranya masing-masing.
“Dengan itu, kita dapat memikirkan strategi penghapusan mati yang komprehensif yang lebih menyeluruh. Dengan bersinergi, kita belajar bersama, dan memiliki kekuatan yang bertumbuh,” ucapnya.
Baca Juga: Masalah Parkir Kota Bandung, TPE yang Belum BEP
Saatnya Media Lokal Independen di Bandung Berjejaring
WTP BPK Bukan Berarti Seluruh Pengelolaan Keuangan Pemkot Bandung Baik
Hukuman Mati Sewenang-wenang
Anti berharap akan lebih banyak orang yang dapat mengerti bahwa hukuman mati baik vonis negara atau vonis sosial sarat dengan tujuan kesewenang-wenangan.
“Unfair trial, misconduct process, diskriminasi gender, dan sebagainya. Hukuman mati tidak menyelesaikan permasalahan sampai ke akar,” kata Anti.
Dia juga berpesan kepada mahasiswa di Unpar khususnya di jurusan ilmu filsafat untuk terus melakukan abstraksi tiap fenomena-fenomena yang hadir di sekeliling.
“Karena bisa saja yang terjadi itu adalah facade belaka. Mungkin ada urusan struktural di belakangnya. Melalui ilmu yang kita jalani, itu adalah privilese. Semoga privilese yang kita dapatkan dengan mengenyam ilmu di Unpar, dapat kita bagikan atau gunakan untuk membantu orang banyak, khususnya yang dimarginalkan, the others. Sesuai dengan visi Unpar itu sendiri, menjadi komunitas akademik yang semakin humanum,” tuturnya.
Ke depannya, Anti mengatakan berencana untuk mendalami isu HAM dan gender dari kacamata filsafat. Khususnya dalam kaitan dengan khazanah ilmu lokal seperti adat istiadat dan kosmologi daerah-daerah di Indonesia.
“Filsafat akan terus menjadi mediumku dalam melakukan eksplorasi disiplin ilmu lain. Aku harap di masa depan aku dapat mendalaminya secara profesional tidak hanya di kancah nasional tapi juga internasional, termasuk mengenalkan nilai-nilai lokal filosofis kepada global,” kata Anti.