• Opini
  • Korupsi, Warisan Belanda yang Masih Lestari hingga Kini

Korupsi, Warisan Belanda yang Masih Lestari hingga Kini

Bermain anggaran sudah dilakukan sejak zaman kolonial Belanda. Mereka sering memperbesar anggaran, menerima suap dari kolega perusahaan.

Jeremy Jordan Loesi

Mahasiswa Hukum Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).

Penghuni Lapas Sukamiskin, Bandung, melakukan perekaman KTP elektronik, Kamis (15/4/2021). Lapas Sukamiskin banyak menahan narapidana dengan kasus korupsi. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

1 Juli 2022


BandungBergerak.idKorupsi bukanlah hal yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Begitu banyak berita korupsi yang sering sekali kita dengar lewat berbagai media. Tentu saja dengan melihat hal seperti ini menunjukkan bahwa kondisi permasalahan korupsi di Indonesia telah berada pada tahap yang serius, dan membutuhkan penanganan yang serius juga baik dari pemerintah maupun masyarakat.

Menurut data dari Indonesian Corruption Watch (ICW), tercatat pada tahun 2021 telah terjadi sekitar 533 penindakan terhadap kasus korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum sepanjang tahun 2021. Dari data tersebut terlihat ada peningkatan kasus korupsi dibandingkan dengan kasus korupsi pada tahun sebelumnya, di mana ICW mencatat ada sekitar 444 kasus korupsi sepanjang tahun 2020. Melihat tingginya tindakan korupsi ini menunjukkan bahwa hukuman yang diberikan terhadap pelaku tindak korupsi kurang tegas dan dalam praktiknya juga para koruptor ini tidak diberikan hukuman yang membuat mereka jera.

Padahal korupsi ini menimbulkan banyak kerugian bagi masyarakat serta negara. Sebagai contoh salah satu kasus korupsi terbaru yaitu kasus naiknya harga minyak serta kelangkaan jumlah minyak yang beredar di pasaran. Ternyata di balik kenaikan dan kelangkaan ini ada mafia-mafia yang mendapat keuntungan, dan dampak dari tindakan ini adalah masyarakat jadi sulit untuk mendapat minyak serta jika ada pun harganya akan sangat mahal. Dari sini dapat kita lihat bahwa tindakan korupsi (khususnya yang dilakukan oleh pemerintah) maka akan sangat berdampak terhadap seluruh masyarakat.

Tapi jika kita melihat praktik korupsi yang terjadi saat ini seharusnya kita tidak heran, karena ternyata korupsi itu adalah kegiatan yang telah terjadi sejak Indonesia masih dijajah oleh Belanda. Sejak masa kolonial itu, telah banyak terjadi praktik korupsi yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan.

Korupsi sejak Zaman VOC

Kasus korupsi yang ada pada masa kolonial terjadi sejak zaman VOC. Di awal kekuasaan VOC, mereka rutin untuk melaporkan keuangan dan dapat dikatakan bahwa tidak ada kasus korupsi yang terjadi. Tetapi pada masa-masa akhir kekuasaan VOC pemasukan mereka menurun karena sudah masuk kepada kantong pribadi masing-masing.

Laporan terkait kasus korupsi ini tertuang di dalam arsip laporan pemerintah kolonial. Dalam arsip itu, disebutkan bahwa sebenarnya tindakan korupsi yang terjadi pada masa kolonial itu terjadi pada semua kalangan/lapisan masyarakat. Masyarakat kelas atas yang punya kedudukan dan masyarakat kelas bawah yang tidak punya kedudukan semuanya melakukan korupsi.

Dalam arsip itu disebutkan bahwa kuli bumiputra sering membongkar dan mengeruk tanah di lahan yang baru diberikan pupuk. Tanah itu dikeruk dan dibawa pulang oleh para kuli tersebut dan digunakan sebagai penyubur tanah untuk kebun atau sawah pribadi mereka. Kemudian untuk mandor, mereka biasa memasukkan banyak nama kuli ke daftar para kuli yang dipekerjakan. Tapi nyatanya kuli tersebut tidak ada, dan pengeluaran untuk gajinya akan diambil oleh mandor itu sendiri.

Lalu untuk kasus korupsi yang dilakukan oleh golongan yang lebih tinggi seperti manajer, tentu jumlahnya jauh lebih besar. Mereka sering memperbesar anggaran untuk belanja perusahaan serta sering menerima suap dari kolega perusahaan. Pada tahun 1884 ada sebuah perusahaan yang membeli 1.000 meter kubik kotoran kerbau yang akan dijadikan sebagai pupuk dengan harga 30 sen per meter kubik. Akan tetapi, proyek ini dihentikan karena harga pupuk dinilai terlalu mahal dan kualitasnya juga buruk. Penyebab pupuk ini berkualitas buruk adalah karena para mandor bekerja sama dengan para peternak mencampur sampah dedaunan ke dalam kotoran kerbau.

Dari semua tindakan korupsi itu tentu saja dampaknya dirasakan oleh seluruh masyarakat baik kolonial maupun pribumi pada masa itu. Yang dirugikan bukan hanya orang-orang bumiputra, tetapi juga orang-orang Belanda itu sendiri. Alasannya adalah karena yang melakukan korupsi ini adalah orang bumiputra dan juga orang Belanda, sehingga kerugian dialami oleh semua kalangan.

Dampak dari korupsi ini dapat kita lihat dari kehidupan masyarakat Indonesia pada masa itu, masyarakat kita hidup “tertindas” dan berada dalam status sosial yang rendah. Mayoritas masyarakat kita saat itu hidup dalam kemiskinan karena upah yang sedikit atau tidak diberi upah sama sekali dalam melakukan pekerjaannya. Padahal pemerintah Belanda sendiri sudah memberikan anggaran yang akan dijadikan gaji bagi pekerja kaum bumiputra.

Akan tetapi, karena kasus-kasus korupsi itulah mengakibatkan kaum bumiputra tidak mendapatkan upah yang seharusnya menjadi hak mereka, lalu kita sekarang sering sekali menganggap jika penjajahan Belanda tidak manusiawi. Memang tidak ada yang baik dari penjajahan, namun seharusnya penjajahan tidak akan menimbulkan kerugian sebesar itu jika tidak ada campur tangan juga dari kaum bumiputra yang mempunyai kepentingan sendiri pada masa itu. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa kita sendirilah yang telah menyusahkan bangsa kita sendiri sejak zaman penjajahan hingga sekarang. Hal ini kurang lebih hampir serupa dengan kasus korupsi yang terjadi dewasa ini.

Baca Juga: Keadilan Restoratif Bukan untuk Kasus Korupsi
Kritik Korupsi dalam Komik “From Bandung With Laugh”
Vonis Hukuman Mati bagi Koruptor, Apakah Melanggar HAM?

Korupsi Sekarang

Saat ini kasus korupsi yang ada di Indonesia masih sangat tinggi. Setelah Indonesia merdeka untuk menangani kasus korupsi yang terjadi, maka pada awal pemerintahan Orde Baru diterbitkanlah Keppres No.28 tahun 1967 tentang Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. Akan tetapi dalam pelaksanaannya tim yang dibentuk itu tidak bisa melaksanakan pemberantasan korupsi secara maksimal, bahkan dapat dikatakan tidak berfungsi dan gagal menjalankan tugasnya.

Peraturan yang dibuat justru mengundang protes dan demonstrasi yang terjadi pada tahun 1969 dan puncaknya pada tahun 1970. Di tahun tersebut mantan wakil presiden RI yaitu Bung Hatta mengeluarkan pendapat bahwa korupsi telah menjadi bagian dari rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Suharto. Jadi secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa pada masa Orde Baru ini kasus korupsi besar-besaran terjadi dan dampaknya juga sangat besar.

Dalam masa Orde Baru ini ada beberapa peraturan terkait korupsi yang dibuat pemerintah masa itu, antara lain:

  • GBHN tahun 1973 tentang Pembinaan Aparatur yang Berwibawa dan Bersih dalam Pengelolaan Negara;
  • GBHN tahun 1978 tentang Kebijakan dan Langkah-langkah dalam rangka Penertiban Aparatur Negara dari masalah korupsi, Penyalahgunaan Wewenang, Kebocoran dan Pemborosan Kekayaan dan Keuangan Negara, Pungutan-pungutan Liar serta Berbagai Bentuk Penyelewengan Lainnya yang Menghambat Pelaksanaan Pembangunan;
  • UU No.3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi;
  • Keppres No. 52 tahun 1971 tentang Pelaporan Pajak Para Pejabat dan PNS;
  • Inpres No. 9 Tahun 1977 tentang Operasi Penertiban;
  • UU No. 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap.

Setelah masa Orde Baru berakhir, kita masuk ke masa Reformasi di mana saat ini sedang kita jalani. Pada awal masa Reformasi yang dipimpin oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dibuat Tap MPR Nomor XI/ MPR/1998 tentang Pengelolaan negara yang Bersih dan Bebas KKN. Pada masa pemerintahan Gus Dur ini juga dibentuk badan-badan yang mendukung pemberantasan korupsi, yaitu: Tim Gabungan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara.

Kemudian pada masa pemerintah Megawati Soekarno Putri, kasus korupsi meningkat dan berakhir dengan kerugian bagi masyarakat. Masyarakat banyak yang meragukan keberhasilan pemberantasan korupsi pada masa itu karena banyak BUMN yang terlibat kasus korupsi namun tidak diselesaikan. Salah satu kasusnya adalah korupsi BULOG. Akhirnya Megawati melakukan suatu tindakan dengan membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) KPK masih terus dilanjutkan untuk menjalankan tugasnya. Di samping itu SBY menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 dan dilanjutkan dengan Penyiapan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi yang disusun oleh Bappenas.

Hingga saat ini di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, kasus korupsi masih ada dan cenderung memburuk. Hal ini dapat dibuktikan dengan buronan bernama Djoko Tjandra yang bisa dengan mudah keluar masuk Indonesia karena dibantu oleh dua perwira tinggi Polri. Kemudian ada juga kasus korupsi yang dilakukan oleh Jaksa Pinangki yang ternyata turut serta membantu kaburnya Djoko Tjandra.

Dari sini dapat kita lihat bahwa ternyata aparat penegak hukum sendiri bermain di belakang dan mendukung koruptor, bahkan bisa dikatakan juga jika aparat itu sendiri yang melakukan korupsi. Jadi jika kita melihat kasus korupsi yang ada sejak zaman penjajahan hingga sekarang di saat kita sudah merdeka, tidak ada perubahan yang signifikan ke arah lebih baik. Padahal seharusnya bukti bahwa kita sudah merdeka adalah adanya perubahan ke arah yang lebih baik dalam seluruh aspek hidup bermasyarakat.

Jika kita melihat kasus korupsi yang terjadi pada masa Belanda, yang melakukan korupsi saat itu adalah masyarakat Indonesia. Kemudian jika kita melihat sekarang mengapa kasus korupsi sulit diberantas di Indonesia, tentulah karena tindakan korupsi itu telah menjadi budaya tersendiri dalam bangsa kita. Korupsi telah menjadi budaya yang mengakar dalam diri masyarakat Indonesia sejak Belanda masih menjajah.

Saat Belanda masih menjajah Indonesia, alasan yang dapat diberikan untuk melakukan korupsi adalah karena ingin memiliki taraf hidup yang lebih baik. Karena seperti yang kita tahu pada saat masa penjajahan maka tentu kita akan merasa tertindas dan terintimidasi. Tetapi saat ini di mana kita sudah merdeka, seharusnya kita sebagai bangsa dapat mempunyai pola pikir yang lebih maju demi kesejahteraan seluruh warga negara Indonesia.

Dengan dibentuknya lembaga-lembaga seperti KPK serta berbagai peraturan/ hukum yang dibuat demi menghentikan kasus korupsi, seharusnya semuanya itu dapat berfungsi secara maksimal agar kasus korupsi dapat dikurangi dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia dapat terwujud.

Perlu Kerja Sama Pemerintah dan Masyarakat

Jadi jika kita melihat tindakan korupsi yang terjadi dewasa ini dan bertanya mengapa sulit untuk memberantas korupsi yang ada, kita dapat melihat sejak kapan korupsi ini mulai ada di Indonesia. Ternyata tindakan korupsi telah ada sejak zaman penjajahan Belanda, dan korupsi itu dilakukan oleh orang-orang pribumi pada masa itu.

Bahkan setelah Indonesia merdeka dan telah dibuat berbagai macam peraturan terkait tindakan korupsi, itu tidak serta-merta menurunkan kasus korupsi. Masih banyak kasus korupsi yang terjadi dan yang lebih memprihatinkan adalah karena banyak aparat penegak hukum yang ternyata terlibat dalam kasus korupsi ini. Karena itu untuk menyelesaikan kasus korupsi ini dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat dalam memberantas korupsi agar seluruh masyarakat Indonesia dapat hidup dengan sejahtera.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//