Merekat Komunitas Buku, Kaset, dan Barang Antik Kota Bandung
Belum ada itikad untuk melahirkan warna dan wajah baru dalam kegiatan bersama lintas komunitas yang meramaikan Kota Bandung. Pasar Rayat berusaha mewadahinya.
Penulis Reza Khoerul Iman14 Juli 2022
BandungBergerak.id – Geliat para pegiat buku, musik, dan barang antik di Kota Bandung sebelum pagebluk Covid-19 cukup ramai. Mereka memberikan warna tersendiri dalam peta keberagaman komunitas di Kota Kembang. Bahkan mereka memiliki festival besar yang khas sendiri, seperti Record Store Day, Book Day, dan Collectible Antique Festival.
Namun keberagaman tersebut dinilai hanya sebatas keberagaman, hanya menjadi warna bagi masing-masing. Belum ada itikad untuk melahirkan warna dan wajah baru dalam kegiatan bersama lintas komunitas yang meramaikan Kota Bandung.
Meski demikian, ramainya keberagaman aktivitas komunitas di Kota Bandung yang dirasakan belum memiliki itikad persatuan dinilai oleh seorang pelapak buku dan kaset, Yadi, sebagai satu hal yang logis.
Menurutnya dari beragamnya komunitas di Kota Bandung, wajar saja mereka membuat kegiatannya masing-masing karena mereka ingin mengeksistensikan kelompoknya, memperkuat internal, dan dikenal oleh publik.
“Menurut saya, bukannya para komunitas itu saling menutup diri dari menyelenggarakan kegiatan bersama dengan lintas komunitas, tapi bagaimana mereka ingin menjadi besar dulu dan orang-orang melek bahwa seperti komunitas kaset itu masih ramai, komunitas buku lawas itu lestari, dan lain-lain. Jadi menurut saya itu satu hal yang logis untuk ukuran komunitas yang ingin mengeksistensikan dirinya dan dikenal oleh publik,” ungkap Yadi, kepada BandungBergerak.id.
Selain itu, Yadi menjelaskan, biasanya kenapa mereka ingin menggelar kegiatan masing-masing karena pada biasanya mereka akan menggelar satu kegiatan yang sifatnya edukasi. Sehingga kegiatan tersebut mereka buat eksklusif untuk kelompoknya supaya si pengunjung itu dapat fokus menyimak sesi edukasi.
Namun tetap saja bagi segelintir kelompok yang lainnya, masih ada yang menilai bahwa kultur komunitas di Kota Bandung itu masih asik sendiri-sendiri.
Itikad Kecil-kecilan Persatuan Lintas Komunitas
Berangkat dari pembicaraan bahwa kultur komunitas di Kota Bandung masih asyik sendiri-sendiri, beberapa pegiat mulai memiliki itikad kecil-kecilan untuk menggelar kegiatan bersama antarkomunitas di Kota Bandung. Ide ini berawal dari perbincangan antara pedagang buku dan kaset, yaitu Deni Rachman dan Yadi di Landmark pada saat gelaran pameran buku tahun 2019.
Terpikirkannya ide untuk menggelar kegiatan bersama lintas komunitas, dikuatkan juga oleh pergelaran yang sama-sama digelar pada bulan April, yaitu Record Store Day untuk anak kaset, dan Book Day untuk anak buku. Hal itu jugalah yang membuat Deni dan Yadi ingin membuat warna baru dan wajah baru dengan menyatukan beragam komunitas dagang di satu event.
“Saya sudah kenal Mang Yadi cukup lama, terlebih dulu Mang Yadi suka nongkrong di pameran buku Landmark. Karena saya tahu Mang Yadi aktif di perkasetan, waktu itu saya bilang ke Mang Yadi gimana kalau buku sama kaset kita kolaborasiin untuk buat acara bareng,” imbuh Deni Rachman, pemilik LawangBuku, kepada BandungBergerak.id.
Ide membuat kegiatan bersama lintas komunitas tidak mucul begitu saja. Menurut Yadi, Deni pernah melihat satu pameran yang mempertemukan Komunitas Buku dan Komunitas Kaset di Yogyakarta. Melihat hal tersebut, kemudian Deni mengajak Yadi untuk menggelar kegiatan bersama sebagai upaya mempersatukan beragam komunitas di Kota Bandung.
“Ide ini tidak muncul tiba-tiba, awalnya Mang Deni sudah pernah lihat pameran di Yogyakarta yang mempertemukan dua komunitas, yaitu buku dan kaset. Pamerannya masih skala rumahan dan tidak terlalu besar, secara basic itu adalah komunitas buku yang mewadahi anak-anak kaset. Mereka beri nama pameran itu dengan nama Pasar Kangen,” ungkapnya.
Namun ide yang dihasilkan dari obrolan di Landmark pada tahun 2019 tidak segera terealisasi, sebab tidak lama kemudian para komunitas di Kota Bandung dipukul oleh pagebluk Covid-19.
Baca Juga: Komunitas Kota Bandung dalam Arus Digital
PROFIL KOMUNITAS FOTOGRAFER MUSLIM: Hasil Jepretan untuk Dakwah dan Sosial
Komunitas Aleut Kenalkan i-Walk, Aplikasi Wisata Sejarah Tanpa Pemandu
Pasar Rayat Wadah Persatuan Lintas Komunitas
Selama dua tahun kegiatan komunitas di Kota Bandung mesti vakum di lapangan karena dihantui pagebluk. Tidak sedikit komunitas yang terdepak karena pandemi yang mulai melanda tahun 2020. Baru setelah badai pagebluk mereda, sejumlah orang memulai kembali aktivitasnya. Yadi dan Deni kemudian mulai merealisasikan ide mereka yang tertunda.
Ide yang sempat tertanam selama dua tahun tersebut kemudian dibawa Yadi kepada temannya yang merupakan orang The Panas Dalam, yaitu Bona. Obrolan tersebut kemudian membawa hasil positif, yaitu ide untuk menggelar kegiatan bersama antarkomunitas di Kota Bandung akan diwadahi di The Panas Dalam.
“Tahun ke tahun berlalu tapi ide yang pernah saya dan Mang Deni rencanakan di Landmark tidak pernah terealisasi, hingga akhirnya di tahun 2021 bulan November, saya ketemu sama teman saya yaitu Mang Bona. Dari pertemuan itu kita ngobrol rencana membuat acara di Kantin The Panas Dalam (Pandal). Dulu belum ada branding Pasar Rayat,” tutur Yadi.
Kemudian itikad persatuan antarkomunitas di Kota Bandung dikemas dalam acara Pasar Rayat yang diselenggarakan di The Panas Dalam, Jalan Ambon 8A, yang menggabungkan tiga komunitas, di antaranya Komunitas Buku, Komunitas Kaset, dan Komunitas Barang Antik.
Ketiga komunitas yang terkumpul di Pasar Rayat identik dengan barang lawasan, oleh karenanya penyelenggara mengangkat konsep yang berkaitan dengan memorabilia, yaitu pada kegiatan tersebut banyak menjual barang lawas dan digelar perbincangan yang berkaitan dengan memoar atau bagaimana para komunitas tersebut merawat barang antiknya.
“Pada acara ini kita bermaksud mengangkat literasi melalui arsip-arsip yang dijual, kemudian buku-buku lama, kaset-kaset lama, dan barang lawasan lainnya kita coba angkat di sini. Terus melalui pasar ini kita mencoba mengikat tali silaturahmi baik antartiga komunitas dagang tersebut, atau antara pedagang dan konsumen,” kata Koordiantor Pasar Rayat, Ucup.
Yadi mengaku tidak mudah menyatukan ketiga komunitas yang berbeda. Tantangannya dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut salah satunya bagaimana bounding atau keterikatan antarseluruh peserta pameran dapat terbentuk.
“Tantangannya lebih ke bagaimana kita mengenalkan Pasar Rayat kepada publik, karena dari segi pengunjung mereka masuk ke event yang baru, seperti anak kaset mereka datang ke event yang berbeda dengan Records Store Day, bagi anak buku ini bukan event murni buku, begitu pun bagi para anak barang lawasan. Begitu juga dari segi peserta pameran, kata anak kaset apa ini sebenarnya acara anak buku? Kata anak buku, apa ini sebenarnya acara anak kaset? Atau ini adalah kegiatan Pandal? Jadi untuk awalan kesulitannya itu menerjemahkan dan membuat blend ketiga komunitas ini untuk jadi sevisi dan semisi,” jelas Yadi.
Namun yang jelas, itikad untuk mempersatukan lintas komunitas dalam satu kegiatan bersama telah diupayakan secara maksimal. Meski kecil-kecilan, kegiatan tersebut berhasil membuat berbagai orang tertarik dan membuat warna baru bagi kegiatan komunitas di Kota Bandung. Mereka hanya berharap adanya kelanggengan dan kekompakan antarpeserta agar dapat menciptakan kegiatan yang bermanfaat untuk semua orang.