• Kampus
  • Guru Besar ITB: Indonesia Perlu Segera Mengurangi Penggunaan Energi Kotor

Guru Besar ITB: Indonesia Perlu Segera Mengurangi Penggunaan Energi Kotor

Minyak dan gas bumi dianggap sebagai energi kotor (dirty energy) karena berkaitan dengan perubahan iklim dan menyebabkan pemanasan global.

Cerobong asap industri di Bandung selatan, Jawa Barat, Jumat (22/3/2019). Industri yang tidak ramah lingkungan akan mencemari tanah, air, dan udara. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana18 Juli 2022


BandungBergerak.id - Dunia masih tergantung pada energi yang bersumber dari fosil (BBM), termasuk Indonesia. Faktanya saat ini, migas atau BBM berkontribusi terhadap 80 persen penggunaan energi dunia. Muncul pertanyaan, apakah manusia bisa apakah manusia bisa memanfaatkan dirty energy ini menjadi lebih bersih dan hijau?

Pertanyaan tersebut muncul dari Ketua Komisi III FGB ITB, Benyamin Sapiie, sekaligus moderator webinar Forum Guru Besar (FGB) Institut Teknologi Bandung Jumat (8/7/2022) dengan topik “Energi Transisi Indonesia: Menyolok Kesetimbangan antara Peningkatan Produksi Migas dan Menyelamatkan Lingkungan”.

Benyamin Sapiie membuka diskusi dengan paparan singkat mengenai isu energi migas (minyak dan gas bumi) yang dianggap sebagai dirty energy karena berkaitan dengan perubahan iklim; pembakarannya memproduksi karbon dioksida yang dapat perangkap panas di atmosfer dan menyebabkan pemanasan global.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), Tutuka Ariadji, mengatakan salah satu tugas FGB ITB adalah memberikan pemikiran akademik terhadap usaha-usaha dalam pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh bangsa.

Menurut Edy, permasalahan besar dan penting yang sedang dihadapi saat ini dan ke depan adalah penyediaan energi yang ramah lingkungan.

“Untuk itu, semoga melalui webinar ini kita memperoleh pemahaman komprehensif tentang kebijakan nasional dan wawasan akademik lebih luas tentang hal tersebut,” jelas Edy yang juga Ketua FGB ITB.

Menjawab persoalan tersebut, Tutuka menjelaskan bahwa prospek pasokan migas semakin ketat, dan harga energi dunia masih tinggi. Pemerintah Indonesia telah memetakan jalan menuju netralitas karbon pada 2060 di sektor energi, termasuk program-program dari sisi suplai maupun permintaan.

Akan tetapi, dalam segi pasokan dan kebutuhan BBM dan LPG nasional, impor energi masih terjadi dan terus menunjukkan tren kenaikan. Harganya pun sangat tinggi dibandingnya tahun-tahun sebelumnya.

“Kita perlu teknologi penyimpanan dan berkelanjutan lain segera,” kata Guru Besar pada KK Teknik Pemboran, Produksi dan Manajemen Migas, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB itu.

Secara pembagian kewenangan pada sektor migas, perumusan dan pelaksanaan kebijakan ditanggung oleh Ditjen Migas. SKK Migas lebih mengatur segi operasionalnya di sisi hulu sedangkan BPH Migas mengontrol segi operasionalnya di sisi hilir. Regulasi-regulasi yang dikeluarkan untuk migas – maupun dari hulu atau hilir – ditentukan dan diperuntukkan untuk badan usaha terkait.

Menyadari kondisi saat ini bahwa diperlukan strategi yang tepat untuk masa depan, peran energi fosil dalam transisi energi dituangkan ke dalam beberapa program dalam upaya mengoptimalisasi pemanfaatan gas bumi. Program-program ini dibuat bagi dua jenis sumber energi: minyak dan gas bumi, serta batubara dan mineral.

Baca Juga: Penyebab Bandung semakin Hareudang
CERITA ORANG BANDUNG (29): Icam, Sepeda, dan Keresahan Anak Muda pada Pemanasan Global
IPB University Dorong Negara Berperan dalam Penurunan Suhu Bumi

Transisi ke Gas Bumi

Perencanaan ini juga menyatakan strategi pemanfaatan bagi masing-masing sumber. Contohnya, migas dapat ditingkatkan cadangannya melalui optimalisasi produksi lapangan yang ada dan proses transformasi resource to production, sementara batubara dan mineral dapat dioptimalisasi pemanfaatannya lewat pengurangan penggunaannya serta peningkatan pengolahan dan permurniannya.

“Kalau kita ditanyakan energi transisi Indonesia apa, jawabannya adalah gas bumi karena kita mempunyai sumber dayanya yang cukup banyak,” Tutuka menambahkan.

Saat ini ada beberapa proyek migas yang diharapkan bisa meningkatkan produksi sebesar 65.000 barel minyak per hari. Ada pun potensi giant oil discovery, di mana eksplorasi di Indonesia Timur terintegrasi dan telah mencapai penemuan baru di beberapa lokasi.

Selain itu, kebijakan penyesuaian harga gas bumi diberlakukan agar menjamin efisiensi dan efektivitas pengaliran gas bumi. Hal ini dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, industri, dan lapangan kerja sambil meningkatkan daya saing dan kapasitas industri. Kebijakan ini dapat menyubstitusi impor dan mendorong energi bersih lewat konversi pembangkit diesel ke gas.

Konversi diesel ke LNG (Liquefied Natural Gas) juga diinisiasi dalam program konversi unit pembangkit listrik berbahan bakar diesel menjadi gas di 33 lokasi di Indonesia. Selanjutnya adalah rencana pengembangan infrastruktur gas bumi yang terdiri dari program pembangunan jaringan gas kota, pembangunan pipa ruas transmisi Semarang-Batang, dan pengembangan SPBG (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas).

“Dalam saat ini kita berada dalam masa yang sulit jadi kita perlu melakukan penghematan dan diversifikasi energi. Energi terbarukan dapat digunakan dan dari segi subsidi yang dilakukan untuk BBM perlu dikurangi. Pembangunan serta pembagian kewenangan sistem migas perlu dioptimalkan bersama. Transisi kita adalah gas, dan diharapkan dapat dimanfaatnya lebih ke depannya,” kata Tutuka.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//