• Kolom
  • BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #21: Menyusun Buku tentang Priangan

BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #21: Menyusun Buku tentang Priangan

Setelah memutuskan ntuk menjual Sukabumi dan pulang ke tanah airnya di Belanda, Andries de Wilde masih dibayang-bayangi tanahnya di negeri jajahan Hindia Belanda.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Gambar rumah Pijnenburg yang berada di perbatasan Provinsi Utrecht dengan Noord-Holland, Belanda. Pada 1824, Andries de Wilde membeli lahan perkebunan Pijnenburg. (Sumber: Pijnenburg, een Aangenaam Gelegen, zeer Geëxtendeerd Buitengoed, 2019)

15 Agustus 2022


BandungBergerak.idBagaimana kabar Andries de Wilde selanjutnya setelah memutuskan untuk menjual Sukabumi dan pulang ke tanah airnya? Saya akan menjawabnya berdasarkan uraian Cora Westland (De Levensroman van Andries de Wilde, 1948) dan beberapa sumber lainnya.

Menurut Westland (1948: 144), sebelum kepulangan itu, Andries telah meminta kawannya Hendrik Doeff untuk membeli rumah besar di Amsterdam dan harus diperbaiki. Dia hendak segera menetap bila tiba di Belanda, sementara menunggu untuk membeli lahan perkebunan yang baru. Karena Andries de Wilde tetap berhasrat untuk menjadi seorang tuan tanah di Belanda, dan mengabdikan dirinya pada profesi yang disukainya, yaitu pertanian. Lebih jauhnya, ia tetap hendak memperoleh keadilan dari raja Belanda.

Sore hari di dekat Kaap (Tanjung Harapan), kapal laut yang ditumpanginya dilanda badai yang hebat. Setelah bahaya berlalu, Andries dan Kapten Boelen menikmati cerutu yang konon dibuat di Sukabumi. Kemudian setiba di Belanda, Hendrik Doeff sudah membeli rumah di Singel, dekat Torenluis (Westland, 1948: 145-152).

Tuan Tanah Pijnenburg

Pada 1824, Andries de Wilde membeli lahan perkebunan Pijnenburg. Tanah tersebut terletak di perbatasan Provinsi Utrecht dengan Noord-Holland, di bawah kaki Utrechtse Heuvelrug. Luasnya mencapai 350 hektar atau 865 akre. Bagian terbesar lahannya berada di dekat kampung yang indah yang bernama Lage Vuursche di perbatasan Baarn.

Sebelum dimiliki Andries, ternyata Pijnenburg mempunyai sejarah yang sangat panjang. Saya antara lain membaca riwayatnya dari buku Westland (1948) dan Pijnenburg, een “Aangenaam Gelegen, zeer Geëxtendeerd Buitengoed (2019), serta yang berkaitan dengan pembelian oleh Andries sedikit dibahas F. De Haan (Priangan, Vol I, 1910).

Dari ketiga sumber tersebut, terutama dari Pijnenburg (2019), saya jadi tahu Pijnenburg sebagai lahan perkebunan dimulai sejak 1647 oleh janda Jacob Jacobsz Hinlopen (1582-1629) yang bernama Sara de Wale (de Wael) (1591-1652). Setelah itu, pengelolaannya dilanjutkan oleh anaknya, Jan Jacobsz Hinlopen (1626-1666). Pemilik selanjutnya antara lain Everard van Harscamp (sejak 1720), Coenraad Hendrik Comman (sejak 1750), Elias Augier (sejak 1763), Franciscus Henricus Moorrees (sejak 1790), Nicolaas Hendrik Strick van Linschoten (sejak 1805), Jurrian Tetterode (sejak 1809), dan Jacob Marcus Rosenik (1775-1853).

Tidak lama setelah pembelian Pijnenburg, pasangan Andries-Cornelia pindah, karena anak perempuan mereka Sophia Henriette lahir di sana pada tahun 1824. Saya sendiri membaca kelahiran anak baru Andries itu dalam Opregte Haarlemsche Courant edisi 12 Juni 1824. Di situ tertulis, hari ini seorang bayi perempuan dengan berhasil dilahirkan oleh Nyonya Cornelia Henrica de Neitzell, istri A. De Wilde, di Huize Pijnenburg di Zoestdijk pada 8 Juni 1824 (“Heden verloste zeer voorfpoedig van eene DOCHTER, Vrouwe CORNELIA HENRICA DEL NEITZELL, geliefde Echtgenoote van A. de WILDE. Op den Huize Pijnenburg, bij Zoestdijk, den 8 Junij 1824”).

Saya juga mendapati kelahiran anak baru Andries itu dalam naskah yang ditulisnya, Dagboek van Andries de Wilde, 1820-1865 (DH 1164). Di dalamnya termaktub, “Den 8st Junij 1824, op het Landgoed Pijnenburg, ons derde kind geboren, en 18 July gedoop door D. Sandbrink, aan de vuunst met de namen Sophia Henriette. Doop vader and moeder de heer en mevrouw de Ruiter” (Tanggal 8 Juni 1824, di Tanah Pijnenburg, anak kami yang ketiga lahir, dan pada 18 Juli dibaptis oleh D. Sandbrink, dan diberi nama Sophia Henriette. Ayah dan ibu baptisnya dalah tuan dan nyonya De Ruiter).

Menurut Westland (1948: 154), selama setahun tinggal di Belanda, Andries mencari-cari tempat tinggal yang dapat dikatakan setara tanah Sukabumi yang dicintainya. Apalagi mengingat meski dilahirkan di Amsterdam, dia tidak merasa betah tinggal di kota, inginnya tinggal di alam perdesaan yang bebas. Oleh karena itu, pembelian Pijnenburg mendatangkan kegembiraan baik bagi Andries, maupun anggota keluarga lainnya.

Meski demikian, bayangan Sukabumi tetap mengharu biru Andries de Wilde. Terbukti, tidak lama setelah ada di Belanda, Andries mengadakan pertemuan dengan Nicolaus Engelhard, sehingga sampai pada kesimpulan untuk mengajukan lagi petisi kepada raja Belanda, demi mempertahankan hak-hak mereka. Ia juga mengunjungi Menteri Tanah Jajahan Falck dan mantan komisaris jenderal Elout, yang merasa menyesal atas nasib yang menimpa Andries tetapi tidak dapat menolong. Jawaban yang sama diperolehnya dari raja saat Andries menjumpainya di Brussel.

Baca Juga: BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #18: Menikahi Anak Kawan, Membawa Kapal Nuh dari Eropa
BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #19: Bantahan Pemerintah Kolonial
BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #20: Menjual Sukabumi, Kembali ke Belanda

Denah rencana laporan Pijnenburg untuk pendaftaran tanah, sekitar tahun 1825, saat dimiliki oleh Andries de Wilde. (Sumber: Pijnenburg, een Aangenaam Gelegen, zeer Geëxtendeerd Buitengoed, 2019)
Denah rencana laporan Pijnenburg untuk pendaftaran tanah, sekitar tahun 1825, saat dimiliki oleh Andries de Wilde. (Sumber: Pijnenburg, een Aangenaam Gelegen, zeer Geëxtendeerd Buitengoed, 2019)

Seri Tulisan

Urusan Sukabumi memang berlarut-larut. Orang-orang yang terlibat terus menuliskannya, seperti yang antara lain terbaca dari Redevoering over het ontwerp van wet der geldleening, Uitgesproken in de Zitting der Staten Generaal van den 27 February 1826 (1826: 245-247) oleh Daniel Francois Alphen dan Rapport van den Commissaris-Generaal Du Bus, over het Stelsel van Kolonisatie (1827: 261) oleh Du Bus.

Dalam tulisannya, Alphen tetap memuji Andries de Wilde sebagai orang yang cakap menjadi administratur Sukabumi. Katanya, itu terbukti dari upaya Andries membimbing orang-orang Jawa dan meningkatkan kemampuan mereka, berhasrat untuk mentransger keunggulan industri Eropa di sana dengan berbagai jalan. Meski demikian, Alphen tidak menyetujui penjualan lahan besar di Jawa karena menimbulkan permasalahan yang ditemui Andries di Batavia, padahal seharusnya tidak usah demikian. Sehingga ia berani membela Andries di hadapan raja Belanda.

Sementara Du Bus yang menulis dari Bogor pada 1 Mei 1827 antara lain membela pengambil-alihan lahan-lahan dari pihak swasta, termasuk dari Andries de Wilde. Katanya, dari kasus Andries, raja Belanda pasti tahu atas dasar apa para pemilik Sukabumi mengklaim bahwa interpretasi oleh pemerintah kolonial itu tidak adil dan sewenang-wenang. Pendapat Du Bus didasarkan pada laporan kementerian kolonial pada 14 Juni 1821 nomor 461 dan sarannya kepada raja pada 20 Juni 1821, yang mulai diketahui oleh raja dalam laporan tanggal 16 April 1825 nomor 17k.

Andries de Wilde sendiri membuat “Aantekeningen” atau catatan yang ditulisnya di Pijnenburg pada 1 April 1827 mengenai perlakuan tidak adil oleh pemerintah kolonial dan residen Priangan kepada para pemilik Sukabumi pada periode tahun 1820 hingga 1823. Andries juga membuat petisi kepada Sekretaris Kolonial C.T. Elout pada 13 Juni 1827 (The Archives of the Dutch East India Company, Louisa Balk dkk., 2007: 570).

Lebih jelasnya, menurut De Haan (1910: 306-307), pada Oktober 1826 setelah mengeluhkan nasibnya kepada raja Belanda, Andries de Wilde bersama MacQuoid menyerahkan lagi petisi kepada raja, yang kemudian dikirimkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Pada Juni 1827, petisi dikirimkan kepada Elout, kemudian menteri tanah jajahan, dan petisi baru kepada raja, yang mengizinkan Andries de Wilde untuk menemuinya di Brussel pada 13 Juni 1827. Dalam pertemuan tersebut, Andries menyesali bahwa dia dan pemilik Sukabumi lainnya menyesali penjualan tanah itu.

Pada tahun 1829, kasus Sukabumi antara lain dibahas oleh P. De Haan dalam bukunya, Schetsen (1829). Raja Belanda kemudian menerbitkan dekrit pada 21 Oktober 1829 yang berisi penolakan terhadap petisi atau permohonan dari Andries de Wilde. Sementara Baud, yang telah menulis kepada pamannya Engelhard bahwa dia tidak menyepakati keputusan raja tahun 1821, menyatakan penolakan raja tahun 1829 sebagian besar memang keputusan raja sendiri.

Edisi pertama seri tulisan tentang Priangan karya Andries de Wilde, yang dimuat De Nederlandsche Hermes edisi No. 6 (1829). (Sumber: Google Books)
Edisi pertama seri tulisan tentang Priangan karya Andries de Wilde, yang dimuat De Nederlandsche Hermes edisi No. 6 (1829). (Sumber: Google Books)

Kata De Haan, dengan latar demikianlah, Andries menyusun buku yang berkaitan dengan Priangan. Buku tersebut dimuat secara bersambung dalam majalah Nederl. Hermes. Tulisan bersambung itu menimbulkan kesan dari Engelhard dan Van Alphen sebagai tulisan yang bersih dan lebih baik menjauh dari kasus agar tidak mendapat malu.

Saya sendiri menemukan bahwa seri tulisan pertama Andries yang dimuat De Nederlandsche Hermes: tijdschrift voor koophandel, zeevaart en nijverheid (1829) edisi No. 6, sebanyak 49 halaman. Tajuk tulisannya, Berigten, Betreffende de Landschappen, de Preanger Regentschappen Genoemd, op Java Gelegen (laporan mengenai lanskap yang disebut Keresidenan Priangan, yang terletak di Jawa).

Isinya disebutkan berkaitan dengan “De beschrijving van het land, van de cultuur der voortbrengselen van den volks-staat,  en van de gewigtige verbeteringen, die aldaar in het werk te stellen zijn” (deskripsi daerahnya, budidaya, produksi penduduk pribumi, dan perbaikan besar yang dikerjakan di sana). Sebagai keterangan penulisnya, disebutkan A. De Wilde sebagai “Voormaals mede-eigenaar, en Administrateur van het landschap SOEKA BOEMIE, in de bovengemelde Regentschappen gelegen” (bekas salah seorang pemilik dan administratur tanah Sukabumi, yang terletak di keresidenan tersebut).

Oleh M. Westerman, penerbit berbasis di Amsterdam, yang juga penerbit De Nederlandsche Hermes, seri tulisan karya Andries de Wilde itu dikumpulkan lagi dan diterbitkan dalam bentuk buku masih pada tahun 1829. Tajuknya sama persis dengan yang dimuat dalam majalah. Bedanya jumlah halaman lengkapnya menjadi 174 halaman.

Setahun berikutnya, barangkali setelah mengalami revisi oleh Andries de Wilde, bukunya diterbitkan ulang oleh M. Westerman, dengan judul yang lebih ringkas, yaitu De Preanger Regentschappen op Java Gelegen (1830) tetapi halamannya bertambah menjadi 243 halaman. Dalam buku ini juga disertai semacam kata pengantar yang ditulis oleh Andries, Beright. Pada awal pengantarnya, ia menyatakan bahwa semula bahan bukunya dimuat dalam majalah tahunan De Nederlandsche Hermes. Sementara tujuan utama penulisan buku tersebut adalah untuk memberi informasi kepada semua orang sepanjang berkaitan dengan Priangan, berdasarkan pengalamannya selama bertahun-tahun.

Seri tulisan tentang Priangan yang kemudian dibukukan dan terus direvisi oleh Andries de Wilde, menurut saya, adalah sebagai bukti dari tidak lepasnya tuan tanah itu dari kenangan akan masa kejayaannya di Sukabumi. Memang, sebagaimana akan terlihat nanti pada tulisan mendatang, Andries senantiasa dibayang-bayangi oleh Sukabumi. Paling tidak hingga 1838 saat dia menyusun Adres aan Zijne Majesteit den Koning, wegens het voorgevallene ten aanzien van Soekaboemie, onder het bewind van den Gouverneur-Generaal van der Capellen: met officie?le bewijsstukken.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//