BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #18: Menikahi Anak Kawan, Membawa Kapal Nuh dari Eropa
Rombongan Andries de Wilde dengan kapal Nuh tiba di pelabuhan Batavia 9 Juli 1822. Ia membawa beragam benih kopi, kayu, rumput, dan banyak lagi.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
23 Juli 2022
BandungBergerak.id - Saat ahli bahasa P.P. Pieter Roorda van Eysinga (1796-1856) dan inspektur vaksinsi C.L. Blume (1796-1862) mengunjungi Sukabumi awal September 1820, Andries de Wilde dan Christoffel Steitz de Wilde sudah beberapa bulan tiba di Belanda. Andries saat itu sudah bermukim di Amsterdam dan Christoffel bersama keluarganya tinggal di Utrecht. Bahkan, Andries sedang menjajaki kemungkinan untuk menikahi anak kawannya: Cornelia Henrica Neitzel (1803-1892).
Fakta-fakta itu saya temukan, terutama, dalam buku De Levensroman van Andries de Wilde (1948) karya Cora Westland. Keterangan tentang pernikahan Andries-Cornelia pun saya timba terutama dari buku itu, ditambah dari Priangan: De Preanger Regentschappen onder Nederlandsch Bestuur tot 1811, Vol I (1910) karya F. De Haan dan guntingan koran Opregte Haarlemsche Courant tahun 1820 serta Bataviasche Courant tahun 1821.
Sementara kedatangan pasangan Andries-Cornelia bersama keluarga istrinya ke Batavia dan kelahiran anak mereka, dapat dibaca dari buku-buku dan koran di atas. Plus naskah Dagboek van Andries de Wilde, 1820-1865 (DH 1164) koleksi Perpustakaan Universitas Leiden, yang dapat saya akses berkat kebaikan hati senior saya Prof. Jajang A Rohmana, yang memotretnya saat berkunjung ke Leiden pada 28 Juni 2022.
Singgah di Cape Town dan Menikahi Cornelia
Kepergian Andries de Wilde dari Batavia yang sudah diumumkan sejak 25 Agustus 1819 (Bataviaasch Courant, 18 September 1819), tertunda hingga 22 Desember 1819 (Westland, 1948: 56), sementara menurut De Haan (1910: 299) tidak tertunda hingga 31 Desember 1819.
Bahkan, dari Westland kita mendapatkan keterangan rinci sebelum mudiknya Andries ke Belanda. Katanya sebelum pergi, nyai-nyainya yang bernama Kartini meninggal dunia setelah sakit beberapa lama. Betapapun kerasnya upaya Andries sebagai dokter untuk menyelamatkan nyai-nyai yang sudah 25 tahun hidup bersamanya itu, tidak berhasil. Tinggallah anak mereka, Louise (Westland, 1948: 55).
Selain Louise, Andries punya anak dari nyai-nyai lainnya. Nama anak itu Henriette. Kedua anaknya, termasuk Christien, anak yatim dari seorang ayah Eropa dan ibu bumiputra, dibawa Andries ke Belanda. Intinya ia tidak mau anak-anak tersebut dibesarkan di lingkungan muslim. Rombongan itu menumpang kapal “De Koophandel” yang mulai berlayar pada 22 Desember 1819 (Westland, 1948: 56).
Mereka singgah di Cape Town, Afrika Selatan. Di sana dia ditemui oleh Van Doeveren, kawan mendiang Kapten Jan Neitzel, yang meninggal di sana. Van Doeveren hendak menitipkan barang-barang peninggalan almarhum bagi kelurganya di Belanda. Mendiang Kapten Neitzel juga kawan baik Andries (Westland, 1948: 57).
Setiba di Belanda, rombongan dari Batavia disambut adik tiri mereka, Johan Steitz, bersama istrinya. Christoffel dan istrinya, Wilhelmina, memilih tinggal bersama keluarga besar istrinya di Utrecht. Sementara Andries tinggal di rumah penginapan, di Amsterdam. Banyak hal yang akan dilakukannya di sana, termasuk menemui anggota dewan perwakilan Jhr. D.F. van Alphen di Leiden. Van Alphen pernah bekerja di Hindia Belanda di bawah Nicolaus Engelhard dan bersedia membantu urusan mengenai Sukabumi. Selain itu, Andries harus mengunjungi keluarga mendiang Jan Neitzel di Prinsengracht (Westland, 1948: 58).
Di rumah itu tinggal janda mendiang Jan Neitzel, Maria Venningh, dan adik iparnya yang tidak menikah, Elisabeth Venningh. Pasangan Johann Friedrich Neitzel-Maria Venningh dikaruniai Johan Sephan Mattieu Neitzel dan Cornelia Henrica Neitzel yang dilahirkan di Amsterdam, pada 19 April 1803. Pada beberapa kali kunjungan ke rumah itu, Andries jatuh hati kepada Cornelia yang baru berusia 16 tahun. Sebaliknya, Maria memimpikan Elisabeth berjodoh dengan Andries (Westland, 1948: 59-70).
Andries kemudian meminta Maria untuk mengizinkannya menikahi Cornelia. Ia melamar langsung kepada Cornelia dan Cornelia menerimanya, meskipun saat itu Andries sudah berumur 38 tahun. Pada 26 September 1820, mereka mengirimkan syarat perkawinan kepada notaris umum di Amsterdam, Johannes Commelin. Dengan mas kawin sebesar 20 ribu gulden, Andries menikahi Cornelia di gereja Lutheran keesokan harinya dan dipimpin oleh Pendeta Statius Mulder (Westland, 1948: 73-78; De Haan, 1910: 299-300).
Berita pernikahan mereka dimuat dalam Opregte Haarlemsche Courant edisi 30 September 1820 dan Bataviasche Courant edisi 12 Mei 1821. Dalam Opregte Haarlemsche Courant tertulis demikian: “Getrouwd: ANDRIES de WILDE, van Java, met CORNELIA HENDRIKA NIETZELL. Amsterdam, den 27 September 1820”.
Andries menuliskannya dalam naskah Dagboek van Andries de Wilde, 1820-1865 (DH 1164), demikian: “Den 27 September 1820, ben ik (Andries de Wilde) in den Echtverbonden met Mijnvrouw Cornelia Henrica Neitzell, door de Statius Mulder”.
Membuat Proposal kepada Raja Belanda
Untuk memperjuangkan nasib tanah Sukabumi, Andries de Wilde sangat mengandalkan Daniel Francois van Alphen (1774-1840). Setelah beberapa kali membicarakan persoalannya dengan anggota parlemen itu, akhirnya Andries membuat proposal kepada Raja Belanda Willem I, dengan titimangsa 22 Januari 1821. Proposal itu diberikan kepada Van Alphen dan pada gilirannya menyampaikannya kepada Menteri Tanah Jajahan Falck.
Dalam dokumen itu, Andries yang mengatasnamakan para pemilik Sukabumi lainnya menyatakan bahwa dalam kerangka kesepakatan dan jiwa kontrak penjualan, dia dan kawan-kawannya adalah pemilik yang sah atas Suakabumi dan harus menyerahkan kopi kepada pemerintah dengan harga enam dollar spanyol per pikul. Hal ini bertolak belakang dengan kesepakatan dan jiwa kontrak penjualan, demikian pula dengan kepentingan perbendaharaan Hindia.
Andries juga memohon kepada raja sebagai pelindungnya dalam kerangka mendukung upayanya untuk menjadi percontohan bagi pengembangan budidaya lebih maju di Pulau Jawa, karena dia hendak memperkenalkan sejumlah perbaikan. Antara lain dengan mencoba meningkatkan jumlah penduduk di tanahnya dan membawa berbagai hal yang bermanfaat ke Hindia dalam kaitannya dengan budidaya ternak, tepung, tembakau, dan rami. Ia berharap diizinkan untuk mendatangkan orang-orang dari luar Jawa, seperti Bali, Makassar, dan Kalimantan yang secara suka rela tinggal dan menggarap lahan di Sukabumi. Pengelolaan, kecakapan, dan pertanian yang dikembangkan di Sukabumi sepenuhnya mengikuti cara Eropa.
Andries mencontohkan apa saja upaya yang telah dilakukan di Sukabumi sejak tahun 1813. Katanya dia telah mengolah tanah luas dengan cara Eropa, yakni dengan bajak, menggali selokan melintasi pegunungan dan lembah sepanjang bentangan tanah luas, mendirikan pembiakan kuda yang menarik perhatian orang se-Hindia, mendatangkan benih tembakau dari Virginia, dan meningkatkan hasil budidaya kopi dari tiga hingga sepuluh ribu pikul. Dan dalam kapasitasnya sebagai pengawas vaksinasi, dia telah berhasil memvaksinasi sekitar 40 ribu anak-anak. Setelah mempelajari dokumen tersebut, Menteri Falck menjanjikan akan mendesak Raja Willem I untuk membaca petisinya.
Tetapi Andries kemudian mendapatkan kabar duka. Adik tirinya, Johan, meninggal dunia pada 13 April 1821. Andries harus mengurusi nasib janda beserta urusan-urusan mendiang adiknya. Jasad almarhum adiknya itu dimakamkan di Oosterkerk, Amsterdam, pada 17 April 1821, yang juga dihadiri oleh Christoffel (Westland, 1948: 79-80)
Dalam perkembangannya kemudian, Raja Willem I konon mengetahui siapa Andries de Wilde melalui kiriman surat dari Gubernur Jenderal Van der Capellen. Gubernur jenderal mengirimkan surat rekomendasi dari pemerintahan Hindia, yang memuji Andries sebagai seorang penduduk bagian barat Jawa yang paling terhormat. Di sisi lainnya, Andries saling berkirim surat dengan bekas anggota Komisaris Jenderal Elout dan Menteri Tanah Jajahan Falck. Hasilnya adalah Raja Willem mengizinkan Andries untuk menemuinya di Brussel pada 7 Juni 1821.
Raja Willem bersiap-siap dengan jalan memeriksa data yang dikirimkan kepadanya. Ia juga menghubungi bekas Komisaris Jenderal Elout dan Buiskes, demikian pula Menteri Falck, dimintai keteranganya. Setelah audiensi tersebut dilakukan, Raja Willem menjamin bahwa permohonan Andries itu akan dikabulkan. Buktinya sebulan kemudian, pada 11 Juli 1821, raja menerbitkan keputusan nomor 61, dan Andries menerima salinannya (Westland, 1948: 81-86).
Baca Juga: BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #15: Ujungberung Dijual Seharga 55 Ribu Dollar Spanyol Tahun 1819
BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #16: Mengadu kepada Raja Willem I
BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #17: Van Eysinga ke Sukabumi dan Ujungberung Tahun 1820
Kapal Nuh dari Texel
Setelah menerima salinan surat keputusan dari raja, Andries de Wilde terus bersurat dan menemui Menteri Falck. Menteri tanah jajahan itu akan berlibur dulu ke Swiss, dan sepulangnya menjanjikan akan berkirim surat kepada gubernur jenderal. Sementara Andries sendiri menyampaikan rencana akan menyewa kapal De Hoop, sebagai transportasi kepulangannya ke Hindia bersama keluarga besarnya beserta barang-barang berguna untuk nanti di Sukabumi.
Kapal De Hoop bahkan diganti namanya oleh Andries menjadi Cornelia Henrica, mengambil nama istrinya. Karena kapal tersebut yang dikatakannya mirip kapal Nuh (“de arke Noachs”) karena berisi berbagai hal bermanfaat untuk digunakan di Hindia, Andries akan menyampaikan daftar bawaaannya itu kepada Menteri Falck. Dan benar, setelah liburan, Menteri Falck membuat dan mengirimkan surat bertitimangsa 30 September 1821 yang ditujukan kepada Gubernur Jenderal Van der Capellen. Isinya memperkuat keputusan Raja Willem I (Westland, 1948: 89-92).
Dalam kerangka mempersiapkan kapal Nuh itu, Andries de Wilde banyak berbelanja. Ia mengajukan pesanan kepada para petani dan peternak di Frisia, demikian pula kepada ahli kayu, pandai besi, dan kepada berbagai penanam. Pesanan bahkan dilayangkan hingga Amerika. Dalam kesibukan itulah pada 5 Agustus 1821, Cornelia melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Cornelia Maria Elisabeth. Anak tersebut dibaptis pada 29 Agustus 1821 oleh Pendeta Statius Mulder dan yang bertindak sebagai wali perempuannya adalah neneknya dan wali lelaki Gotlieb Haavenstijn. Nama anak itu sendiri diambil dari nama pertama ibunya, neneknya, dan adik neneknya (Westland, 1948: 87).
Dalam naskah Dagboek van Andries de Wilde, 1820-1865 (DH 1164), Andries menulis begini: “Op den 5 augustus 1821. ‘S morgens om half vier uren, mijn vrouw bevallen, van haar eerste kind, hetwelk op den 29, daar aanvolgende, door D Statius Mulder gedoopt werd, en de namen ontving van Cornelia, Maria, Elisabeth. Doop Moeder Maria Nietzell – Doop vader den Heer Gottlieb Haavenstijn”.
Kepulangannya ke Hindia, dimulai sejak November 1821. Dalam Westland (1948: 93) dikatakan pada November 1821, Andries dan kelurganya menumpang kapal fregat di Nieuwediep. Di sana mereka menunggu angin tenang, sehingga bisa keluar dari Texel. Namun, cuaca terus memburuk, sehingga perjalanan terus tertunda-tunda.
Dari atas kapal di Nieuwediep itulah pada 28 November 1821 Andries menuliskan daftar barang bawaan di atas kapal. Di samping istrinya, ibu mertuanya, bibi istrinya, dan Nona Jacobs, Andries membawa satu anak dari Cornelia dan seorang masih ada di dalam kandungan, membawa kembali anak dari nyai-nyai dan babu. Penumpang lainnya seorang ahli musik dari Instituut voor Blinden, Amsterdam, seorang argonomis, ahli ternak, dan seorang tukang kebun bersama istri dan lima anaknya.
Hal-hal lainnya yang diangkut dalam kapal Cornelia Henrica antara lain seeokor sapi perah, tiga sapi muda, seekor keledai dan keledai muda, tiga ekor biri-biri jantan, empat babi Noord Holland, tiga ekor anjing pemburu, empat pasang angsa dan beberapa unggas lain, berbagai perkakas untuk pertanian dan alat untuk memerah susu sapi, membuat mentega dan keju. Semua alat pertanian Jawa yang dibuat dan ditingkatkan kapabilitasnya di Belanda. Penggilingan padi yang baru ditemukan. Dan Pemintalan kapas.
Sedangkan jenis tanaman yang dibawanya antara lain enam macam pohon apel, enam pohon per, enam pohon prem, pohon zaitun dari Mediterania, pohon jeruk, tanaman obat, berbagai jenis kayu, varietas bunga mawar, satu kotak kopi dan tanaman kapas dari West Indie, berbagai macam tanaman biji-bijian Eropa, benih rumput asing, spesies benih dari Amerika dan Kust Guinea, biji kopi moka dan benih kapas dari West Indie, dan lain-lain.
Kapal itu berhenti dulu di Kaap de Goede Hoop (Tanjung Harapan) pada 23 Maret 1822. Di sana, Andries de Wilde berkesempatan untuk menambah koleksi flora dan fauna yang akan dibawanya ke Hindia Belanda. Ia sangat gembira bahwa semua ternak yang dibawanya sehat-sehat dan banyak orang yang mengunjunginya di sana, seraya mengagumi kapal Nuh yang disewanya itu (Westland, 1948: 94-96).
Akhirnya, rombongan Andries de Wilde tiba di pelabuhan Batavia pada 9 Juli 1822. Ia sangat gembira dapat mendarat lagi dan berharap dapat kembali bekerja sesegera mungkin, karena dalam anggapannya semuanya telah berlangsung sesuai dengan harapannya (Westland, 1948: 97; De Haan, 1910: 299-300).
Berita kedatangan rombongan dalam kapal Cornelia Henrica itu dimuat dalam Bataviasche Courant edisi 13 Juli 1822. Di situ tertulis begini: “Juli 9—Schip Cornelia Henrica, Jan Sijpkes f. z: van Amsterdam den 31sten december 1821; passagiers de heeren A. de Wilde en familie, Stoelman en broeder, J. A. A. Boogaard, H. Hornhoff, en 60 jongens voor de koloniale marine”. Intinya, kapal Cornelia Henrica di bawah Kapten Jan Sijpkes bertolak dari Amsterdam pada 31 Desember 1821 dan tiba ke Batavia pada 9 Juli 1822. Penumpangnya Andries de Wilde sekeluarga, ditambah Stoelman dan saudaranya, J. A. A. Boogaard, H. Hornhoff, dan 60 anak muda untuk angkatan laut.