• Kolom
  • BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #7: Asisten Residen Bandung

BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #7: Asisten Residen Bandung

Negeri Hindia yang dikuasai Belanda jatuh ke tangan Inggris. Situasi ini menguntungkan bagi Andries de Wilde yang bertugas di Bandung.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Peta Bandung pada masa kekuasaan Raffles di Pulau Jawa. (Sumber: A map of Java, chiefly from surveys made during the British administration constructed in illustration of an account of Java by Thomas Stamford Raffles Esq (1817, COLLBN Port 56 N 70).

23 April 2022


BandungBergerak.id - Ketika Andries de Wilde berdinas di Tarogong, keadaan politik di Eropa Barat mengalami perubahan besar. Inggris bermusuhan dengan Prancis dan terlibat dalam perang panjang Napoleonic Wars, sementara Belanda ada di bawah bayang-bayang Prancis, karena diinvasi sejak 1795 dengan mendirikan Republik Bataaf dan Kerajaan Belanda pada 1806. Sejak 1810, Kerajaan Belanda dianeksasi oleh Kekaisaran Prancis dan Jawa menjadi koloni titulernya, meski tetap dikelola dan dipertahankan oleh umumnya orang Belanda.

Setelah Inggris mengalahkan Prancis di Hindia Barat antara 1809-1810, Mauritius pada 1810-1811, perhatian mereka tertuju ke Hindia Timur. Pertengahan 1809, Gubernur India Lord Minto hendak mencaplok kepulauan rempah di timur Hindia Belanda, dengan pertimbangan Pulau Jawa sebagai dasarnya. Namun, rencana itu mulai terwujud pada April 1811, dengan mulai dikirimnya armada dari India ke Jawa. Pasukan Inggris tiba di Batavia pada 4 Agustus 1811 dan dapat mendudukinya pada 8 Agustus 1811. Setelah serangan kilat itu, akhirnya Pulau Jawa diserahkan kepada Inggris di Salatiga, Jawa Tengah, pada 18 September 1811.

Oleh karena itu, sejak saat itu hingga 1816 dikenal sebagai British Interregnum atau masa peralihan Inggris. Setelah Jawa ditaklukkan, Lord Minto mengangkat Sir Thomas Stamford Raffles sebagai letnan gubernur Jawa. Pada masa ini, Raffles meneruskan kebijakan Daendels untuk menyelenggarakan pemerintahan terpusat. Kabupaten-kabupaten di Jawa dikelompokkan menjadi 16. Metode administrasi Belanda dihentikan, liberalisasi atas penguasaan tanah, dan perluasan niaga dilakukan. Dengan kata lain, Raffles mengedepankan ekonomi liberal dan menghapuskan sistem tanam paksa, kecuali di Priangan.

Invasi Inggris ke Pulau Jawa sudah banyak ditulis orang. Di antaranya Sketches, Civil and Military, of the Island of Java and Its Immediate Dependencies (1811) karya John Joseph Stockdale, Mémoir of the Conquest of Java  (1815) oleh Major William Thorn, Memoir of the Life and Public Services of Sir Thomas Stamford Raffles oleh Lady Sophia Raffles, De Britsche Heerschappij over Java en Onderhoorigheden, 1811-1816 (1857) oleh Henry David Levyssohn Norman, dan Lord Minto in India: Life and Letters of Gilbert Elliot, First Earl of Minto from 1807 to 1814 (1880) oleh The Countess of Minto. Karya-karya yang lebih kemudian di antaranya The British in Java, 1811-1816: A Javanese Account (1992) karya Peter Carey dan Raffles and the British Invasion of Java (2013) oleh Tim Hannigan.

Bagaimana dengan Andries de Wilde pada awal kekuasaan Inggris di Pulau Jawa?

Bawahan Thomas McQuoid

Menurut catatan F. De Haan (Priangan, Vol I, 1910: 286), di bawah kekuasaan Raffles, berdasarkan pengumuman (proclamation) 28 Maret 1812, Andries tetap dipertahankan sebagai pengawas perkebunan kopi di Tarogong. Sebulan kemudian, dalam pengumuman 2 April 1812, ia diangkat menjadi pengawas perkebunan di Bandung.

Hal tersebut sesuai dengan pemberitaan dalam Java Government Gazette edisi 11 April 1812. Pada pengumuman bertajuk “Civil Appointments” itu antara lain disebutkan “A. De Wilde, to be Overseer of the Coffee Culture of the 1st class at Bandong”. Selain itu, ada juga pengangkatan adiknya “J.J. Slutz de Wilde, to be store-keeper at Chikauw”, dan pejabat lainnya yang diangkat di Bandung adalah “Brandenburg, to be Overseer of the Coffee Culture of the 2nd class at Bandong”.

Tugas Andries bertambah sebagai anggota juri pengadilan (juror) untuk “Buitenzorg and the Districts called Regentschappen to Carang Sambong”, berdasarkan “Extracts from the Proceedings of the Magistrates of Batavia and its Environs” dan bertitimangsa 10 Maret 1812. Selain Andries, yang diangkat lokasi tempat yang sama adalah F.P.A. Martheze, P.H. van Riemsdyk, G. Vriese, J. Barkmeyer, F.C. den Blot, P. Veltbrugge, J.F. Sasse, R. Brandenburg, J.R. Ermstinger, dan A. Michielsz (Java Government Gazette, 18 April 1812).

Selanjutnya, menurut De Haan (1910: 286), Andries de Wilde diangkat menjadi asisten residen Bandung berdasarkan pengumuman 10 Agustus 1812, dengan gaji sebesar 100 uang kertas dollar Spanyol. Peneguhannya sebagai asisten residen Bandung diumumkan pada 28 Mei 1813.

Sebagai atasannya adalah Residen Thomas McQuoid (lahir di Irlandia pada 26 Januari 1779). Thomas mulai berdinas di Ambon dan Jawa pada Juni 1812, dengan posisi mula-mula sebagai juru bahasa Melayu bagi pemerintah dengan gaji 300 dollar Spanyol. Bulan berikutnya dia diangkat menjadi pengawas kopi dan residen di Bogor dengan gaji 500 dollar Spanyol. Pada November 1812, tugas Thomas merangkap jabatan sebagai ketua komisi penjualan lahan di Priangan (John Bastin, Sir Stamford Raffles and Some of His Friends and Contemporaries, 2019: 210).

Berdasarkan “Appointments” dalam Java Government Gazette edisi 25 Juli 1812, Thomas McQuoid diangkat menjadi residen di Bogor dan inspektur kopi untuk seluruh kawasan Jawa (“Mr. Thomas McQuoid, to be Laudrost at Buitenzorg and Inspector of Coffee Culture throughout the Island”).

Agaknya penting juga diurai peran asisten residen. Dalam Sejarah Perkembangan Pemerintahan di Daerah Sumatera Selatan (1996: 94-95) ada bahasan tentang asisten residen sebagai kepala afdeeling. Di situ disebutkan “Asisten Residen ialah pembantu Residen dalam melakukan pemerintahan dalam daerah keresidenan” dengan kedudukan sebagai koordinator, pengawas, pimpinan dan di mana perlu sebagai korektor memperbaiki kesalahan-kesalahan dari pemerintah onderafdeeling; Tingkatan administrasi tempat pelaluan (door zandstation) dari surat menyurat antara pemerintah onderafdeeling dan residen; dan kepala pemerintahan dalam daerahnya (afdeeling).

Menurut A. Sobana Hardjasaputra (Perubahan Sosial di Bandung, 1810-1906, 2002: 45), Andries de Wilde adalah asisten residen pertama yang ditempatkan di Bandung. Jabatan tersebut tidak banyak mengurangi kekuasaan bupati karena secara formal asisten residen tidak memiliki wewenang untuk memerintah bupati, sebab instruksi kepada bupati datang dari residen. Saat itu, bupati dianggap sebagai saudara muda asisten residen, tetapi dalam praktiknya bupati yang harus memberi nasihat baik kepada asisten residen (“saudara tua bupati”) maupun kepada residen dalam menentukan kebijakan (Hardjasaputra, 2002: 49). Dengan demikian, dapat dikatakan kedudukan bupati sejajar dengan asisten residen (Hardjasaputra, 2002: 52).

Baca Juga: BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #4: Takut Tarogong Terkubur seperti Pompeii
BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #5: Nyai-nyai, Kuda, dan Gandum
BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #6: Mendaki Gunung Tangkuban Parahu

Pengumuman diangkatnya Andries de Wilde menjadi pengawas kopi di Bandung. (Sumber: Java Government Gazette, 11 April 1812)
Pengumuman diangkatnya Andries de Wilde menjadi pengawas kopi di Bandung. (Sumber: Java Government Gazette, 11 April 1812)

Bandung pada Masa Raffles

Menurut Andries de Wilde (De Preanger Regentschappen op Java gelegen, 1830: 1), Keresidenan Priangan terbagi menjadi lima kabupaten, yaitu Cianjur, Bandung, Sumedang, Limbangan dan Sukapura, yang masing-masing dipimpin seorang bupati di bawah arahan residen berbangsa Eropa (“onder het opzigt van den Europeschen Resident”). Khusus Bandung antara lain dikatakannya, “Yang paling menonjol dari dataran ini ada di Kabupaten Bandung, yang diperkirakan menjadi lahan terbaik untuk perluasan lahan pertanian”.

Lebih jauh, Andries menyatakan Bandung terletak pada jarak 117 pal dari Batavia dan  2.200 kaki di atas laut. Kabupaten itu ada di tengah-tengah Priangan dengan batas-batas Cianjur di sebelah barat, Karawang (utara), Sumedang (timur), dan Sukapura di selatan. Di Bandung ada 19 distrik, yaitu Timbanganten, Cikembulan, Cipeujeuh, Banjaran, Cimahi, Negara, Cilokotot, Kopo, Cisondari, Rongga, Cicalengka, Majalaya, Limbangan, Cipicung, Dangdeur, Rajamandala, Bayabang, Cihea, plus tanah perkebunan atau distrik Ujungberung (Wilde, 1830: 33).

Dari sekitar ibu kota Bandung pandangan akan selalu tertumbuk pada perkebunan kopi dan persawahan yang menghampar seperti amfiteater raksasa (Wilde, 1830: 34). Di masa kekuasaan Inggris, jumlah penduduk Kabupaten Bandung sebanyak 56.112 orang atau hampir sepertiga penduduk Priangan yang berjumlah 171.110 orang (Wilde, 1830: 37).

Bandung diperintah oleh bupati bergelar adipati. Adipati Bandung yang dimaksudkan Andries adalah R.A. Wiranatakusumah II (1794-1829) atau Dalem Kaum, bupati yang menyadari betapa pentingnya memindahkan ibu kota dari Krapyak ke tepi Sungai Cikapundung serta didorong untuk memperbaiki dan membangun Jalan Raya Pos oleh Daendels pada Mei 1808. Peresmian kepindahan ibu kota itu dilakukan pada 25 September 1810 atau dua tahun kurang sebelum Andries de Wilde diangkat menjadi asisten residen.

Sedangkan anak R.A. Wiranatakusumah II yang kelak menjadi R.A. Wiranatakusumah III (1829-1846) adalah anak angkat sekaligus anak didik Andries semasa kerjanya di Tarogong. Dengan demikian, antara R.A. Wiranatakusumah II dan Andries de Wilde sebagai asisten residen dapat dibilang sudah akrab. Oleh karena itu, bagi Andries, penempatannya di Bandung merupakan berkah tersendiri. Karena di satu sisi dapat lebih dekat dengan anak didiknya, di sisi lainnya dapat lebih mengenali Bandung.

Namun, dalam penuturannya sendiri terkesan kontradiktif. Untuk Bandung digambarkannya sebagai “lokasinya yang tinggi dan subur, maka cocok untuk segala jenis budidaya, tetapi penduduknya menolak harta karun yang ditawarkan bumi secara serampangan”. Penyebabnya antara lain, “gara-gara kegemaran berburu segelintir orang, terlalu banyak lahan yang digunakan untuk arena berburu bupati, ditambah rakyat jelata dianggap sebagai hama”. Pada musim penghujan pun konon, menurut Andries, tetap diadakan perburuan (1830: 48, terjemahan Karguna Purnama Harya).

Lalu, di manakah Andries de Wilde tinggal selama menjadi asisten residen Bandung? Saya sendiri mengandalkan pendapat Hardjasaputra (2002: 76), yang menyebutkan berdasarkan peta rencana pengembangan kota Bandung tahun 1825, di Bandung sudah ada rumah orang Eropa, tempat tinggal kontrolir di bekas loji, dan barak militer. Dalam konteks loji itulah, Hardjasaputra mengakui belum memperoleh informasi tentang tempat tinggal asisten residen di Bandung, tetapi kemungkinannya tinggal bersama kontrolir di bangunan bekas loji.

Setelah menjabat sebagai asisten residen Bandung sekitar dua tahun (1812-1814), pada Mei 1814 Andries mengundurkan diri. Pengunduran dirinya mengemuka dalam surat dari Residen Thomas McQuoid kepada pemerintah dengan titimangsa 12 Mei 1814. Dalam surat itu dikatakan bahwa Andries telah mengundurkan diri “as my Assistant and coffee overseer of Bandong”. Sementara pemerintah mengumumkan pengunduran diri itu pada 30 Mei 1814 (De Haan, 1910: 287).

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//