• Kampus
  • Program Kampus Merdeka Bukan Ancaman Kemapanan

Program Kampus Merdeka Bukan Ancaman Kemapanan

Banyak dosen yang belum paham akan konsep MBKM. Tidak sedikit pimpinan yang kurang antusias untuk mengimplementasikan kebijakan Kampus Merdeka.

Ilustrasi Kampus Merdeka. (Dok. Unpar, 2021)

Penulis Iman Herdiana2 September 2021


BandungBergerak.idPenerapan sistem Kampus Merdeka memicu berbagai tanggapan di kalangan sivitas akademika. Selain memiliki peluang, kebijakan ini juga sebagai tantangan. Bahkan bisa jadi dianggap ancaman pada suatu kemapanan.

Kepala Kantor Sekretariat Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Universitas Katolok Parahyangan (Unpar), Cecilia Esti Nugraheni, mengatakan banyak dosen yang belum paham akan konsep MBKM. Tidak sedikit pimpinan yang kurang antusias untuk mengimplementasikan kebijakan Kampus Merdeka.

Sebagian terjadi karena masih bingung bagaimana memulainya, sebagian karena sudah merasa nyaman dengan yang ada sekarang dan beranggapan implementasi sesuatu yang baru hanya menambah kerepotan. Sebagian mempunyai kekhawatiran akan keberlangsungan kebijakan Kampus Merdeka juga komitmen para mitra Kampus Merdeka terhadap program-program MBKM yang saat ini berjalan.

“Belum lagi berbagai pertanyaan yang muncul mulai dari bagaimana penjaminan mutu sampai dengan teknis pencatatan dan perekaman nilai mahasiswa,” ujar Cecilia Esti Nugraheni, mengutip laman resmi Unpar, Kamis (2/9/2021).

Menurutnya, serangkaian kekhawatiran dan tantangan tersebut tak serta membuat Unpar patah arang meracik strategi yang tepat bagi semua pihak. Kekhawatiran yang ada menjadi bentuk kehati-hatian dan pertimbangan yang matang dalam menentukan strategi implementasi MBKM. Penyesuaian kurikulum atau penyusunan adendum kurikulum, misalnya, tetap harus dilaksanakan dengan penuh perhitungan.

Capaian pembelajaran lulusan harus tetap bisa dipertanggungjawabkan. Kemerdekaan belajar yang difasilitasi tidak boleh menurunkan kompetensi lulusan di bidang hard skills mereka. Dukungan soft skills tentu sangat diperlukan, namun hard skills tetap tidak bisa diabaikan dan harus tetap diprioritaskan.

“Namun saya berharap semoga sistem Kampus Merdeka tidak dilihat sebagai sebuah ancaman. Jangan lagi keterbukaan dipandang sebagai suatu ketidaknyamanan. Zaman sudah berubah, dimana kolaborasi antar prodi dan antar perguruan tinggi menjadi sesuatu yang mau tak mau harus dilakukan. Bagaimana dapat bersaing dengan santun dan cerdas, menjadi tantangan tersendiri bagi prodi-prodi kita,” katanya.

Bagi Unpar, lanjut Cecilia Esti Nugraheni, sistem Kampus Merdeka yang merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), membantu memperkenalkan Unpar dalam lingkungan yang lebih luas. Contoh sederhananya, pada program Pertukaran Mahasiswa Merdeka yang memungkinkan dosen-dosen menawarkan matakuliah yang diampunya dapat diambil oleh mahasiswa dari luar program studi (prodi) dalam Unpar bahkan dari luar Unpar.

“Dosen-dosen dengan kepakarannya akan dikenal oleh masyarakat akademik dari seluruh Indonesia. Karya-karya dan hasil pemikiran para dosen akan menjadi rujukan. Pengertian pilihan diperluas, tidak hanya dilihat dari banyaknya mahasiswa yang terdaftar sebagai mahasiswa reguler di Unpar, tapi juga dari banyaknya mahasiswa yang terdaftar mengambil matakuliah MBKM ini,” tuturnya.

Lebih lanjut, sejumlah prodi dengan jejaring kemitraan yang dimiliki berpeluang mengadakan kerja sama untuk melaksanakan program-program MBKM yang khas dan menarik bagi mitra dan calon mahasiswa. Sistem Kampus Merdeka juga bisa menjadi cerminan tentang kedekatan  prodi-prodi dengan dunia kerja dan dunia industri.

“Hal ini tentu bisa menjadi pertimbangan utama bagi calon mahasiswa dalam memilih tempat kuliah dan juga bagi pemangku kepentingan lain dengan alasan masing-masing,” ujarnya.

Kendati demikian, tentu saja Unpar harus mempersiapkan kebijakan untuk implementasi Kampus Merdeka. Arahan dari pimpinan universitas menjadi acuan dalam menentukan arah dan gerak semua pihak internal Unpar.

“Tak dapat dilupakan juga persiapan sistem pengelolaan dan infrastruktur pendukung, terutama teknologi informasi,” ucapnya.

Baca Juga: Bangsa ini Lahir dari Kritik, Kenapa Kita Sekarang Hendak Menumpasnya?
Konferensi Asia Afrika 1955, Kisah Genteng Bocor Gedung Merdeka dan Mobil Pinjaman
Bagaimanakah Warga Bandung Mengetahui Indonesia Merdeka?
Kampus Merdeka di Mata Rektor Unpad, UIN Bandung, dan UGM
BUKU BANDUNG (11): Proklamasi, Sebulan kemudian di Bandung Anarki

Hambatan Pandemi Covid-19 pada Kampus Merdeka

Adanya pandemi Covid-19 pun tak dimungkiri menjadi tantangan dan peluang tersendiri. Di satu sisi, adanya pandemi Covid-19 yang membatasi ruang gerak dan mobilitas masyarakat, menjadi semacam blessing in disguise. Kondisi ini mengakselerasi pemanfaatan kemajuan teknologi digital secara total dan menyeluruh.

Namun begitu, pandemi Covid-19 menjadikan implementasi program Kampus Merdeka tidak optimal. Meskipun sebagian besar kegiatan dapat dilaksanakan secara virtual, tetap ada kegiatan atau aktivitas yang tidak cocok jika dilaksanakan secara virtual.

Sebagai contoh, program Kampus Mengajar dimana para mahasiswa berkesempatan untuk mengajar di sekolah. Dengan adanya pandemi Covid-19 dan pertimbangan kesehatan, kegiatan pengajaran lebih banyak dilaksanakan secara daring.

“Hal ini tentu akan berbeda jika mahasiswa dapat terjun langsung bertatap muka dengan siswa. Sebagian kegiatan magang di industri juga akan terasa berbeda jika dilaksanakan langsung di perusahaan dan bukan secara online,” tuturnya.

Meski demikian, Cecilia menyatakan tidak mengurangi semangat Unpar untuk menerapkan sistem Kampus Merdeka. Program MBKM yang dilaksanakan oleh Unpar di antaranya adalah Pertukaran Mahasiswa baik di jejaring APTIK (Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik), NUNI (Nationwide University Network in Indonesia), dan Pertukaran Mahasiswa Merdeka.

“Beberapa dosen berbagai prodi menawarkan matakuliah untuk diambil oleh mahasiswa dari luar prodi bahkan luar Unpar. Para mahasiswa dimotivasi untuk mengikuti program-program yang ditawarkan oleh Kementerian, BUMN (Badan Usaha Milik Negara), dan mitra lain. Mahasiswa Unpar sudah mulai banyak yang ikut serta dalam program-program MBKM seperti program Bangkit, program magang di industri, studi independen, pertukaran mahasiswa luar negeri (IISMA) dan lainnya,” ucapnya.

Peluang untuk menjadi lebih otonom dan fleksibel dalam meningkatkan mutu pendidikan tinggi melalui kebijakan MBKM juga disambut baik Unpar. Hal ini tentunya ditindaklanjuti dengan merancang dan melaksanakan proses pembelajaran yang inovatif agar mahasiswa dapat meraih capaian pembelajaran mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara optimal. Kebijakan MBKM yang mendorong kedekatan antara pendidikan tinggi dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) dapat menjadi peluang Unpar untuk meningkatkan kesiapan mahasiswa memasuki dunia kerja sejak awal.

“Dengan adanya kebijakan MBKM, Unpar dan perguruan tinggi lainnya berpeluang untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi melalui penguatan keunggulan komparatif (academic excellence). Untuk dapat mengimplementasikan kebijakan MBKM, diperlukan kurikulum yang dapat mengakomodasinya. Prodi-prodi diberikan keleluasaan dalam batas tertentu untuk menyusun kurikulum yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing prodi. Implementasi MBKM diharapkan dapat menajamkan keunggulan dari prodi-prodi yang ada di Unpar,” katanya.

Dia pun menuturkan, di beberapa kesempatan Rektor UNPAR Mangadar Situmorang, Ph.D. menyatakan bahwa Kampus Merdeka ini selaras dengan semangat transformasi berkelanjutan untuk menjadikan Unpar sebagai perguruan tinggi pilihan dan rujukan.

“Memang sekilas kita melihat implementasi Kampus Merdeka ini tidak mudah, banyak yang harus dilakukan. Namun, sebenarnya jika dilihat dan dicermati lagi, program-program Kampus Merdeka ini dalam skala tertentu sudah diimplementasikan oleh prodi-prodi di Unpar,” katanya.

Beberapa contoh misalnya pengiriman mahasiswa dalam program pertukaran mahasiswa, pembukaan mata kuliah antar prodi di dalam Unpar, kegiatan magang, penelitian, adanya matakuliah atau kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (P3M), bakti sosial, kegiatan kewirausahaan, dan sebagainya. Jadi sebenarnya untuk Unpar bukan sama sekali baru, hanya memang skala dan cakupannya lebih luas. Di sinilah diperlukan adanya relaksasi, penyesuaian.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//