• Kampus
  • Satgas PPKS Unpad Resmi Dibentuk, Personelnya terdiri dari Dosen hingga Mahasiswa  

Satgas PPKS Unpad Resmi Dibentuk, Personelnya terdiri dari Dosen hingga Mahasiswa  

Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Unpad di antaranya bertugas mencegah kasus kekerasan seksual, juga menghimpun data kasus yang terjadi.

Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Padjadjaran (Unpad) periode 2022-2024, terdiri dari dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. (Foto: Humas Unpad)*

Penulis Iman Herdiana7 September 2022


BandungBergerak.idSatuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Padjadjaran (Unpad) periode 2022-2024 resmi dibentuk per 29 Agustus 2022. Sebanyak 9 orang dari kalangan dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa ditetapkan menjadi Satgas PPKS Unpad.

Dikutip dari laman resmi Unpad, Rabu (7/9/2022), 9 nama tersbeut ditetapkan sebagai Satgas PPKS Unpad berdasarkan Keputusan Rektor Nomor 3881/UN6.RKT/Kep/HK/2022 tertanggal 29 Agustus 2022. Pada keputusan rektor ini menjelaskan beberapa tugas dari Satgas PPKS Unpad, meliputi:

Membantu pimpinan perguruan tinggi menyusun pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di perguruan tinggi;

Melakukan survei kekerasan seksual paling sedikit satu kali dalam enam bulan pada perguruan tinggi;

Menyampaikan hasil survei tersebut kepada pimpinan perguruan tinggi;

Menyosialisasikan pendidikan kesetaraan gender, kesetaraan disabilitas, pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi, serta pencegahan dan penanganan kekerasan seksual bagi warga kampus;

Menindaklanjuti kekerasan seksual berdasarkan laporan;

Melakukan koordinasi dengan unit yang menangani layanan disabilitas, apabila laporan menyangkut korban, saksi, pelapor, dan/atau terlapor dengan disabilitas;

Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam pemberian perlindungan kepada korban dan saksi;

Memantau pelaksanaan rekomendasi dari Satuan Tugas oleh pimpinan perguruan tinggi;

Menyampaikan laporan kegiatan PPKS kepada pimpinan perguruan tinggi paling sedikit satu kali dalam enam bulan.

Ketua Satgas PPKS Unpad Antik Bintari mengatakan, secara garis besar tugas Satgas PPKS Unpad adalah sesuai dengan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, yaitu melakukan pencegahan dan penanganan/merespons kasus.

Untuk jangka pendek, Satgas akan segera menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait alur pengaduan, alur koordinasi, hingga melakukan kerja sama dengan mitra strategis, baik dalam maupun luar kampus.

“Untuk dalam kampus, kita akan kaitkan dengan Biro Bantuan Hukum, layanan psikologi, Pusat Riset Gender dan Anak, serta dengan BEM di level fakultas maupun universitas. Sementara mitra luar kampus terkait dengan beberapa NGO dan instansi pemerintah yang memiliki unit pelaksana teknis dinas dalam melakukan penanganan,” paparnya.

Adapun struktur Satgas PPKS Unpad adalah sebagai berikut:

Ketua: Antik Bintari

Sekretaris: Jovanna Tan

Anggota:

Ari Jogaiswara Adipurwawidjana, Lies Sulistiani, Eka Komalasari Adiwilaga, Fikri Triandhika, Gita Mega Andriani Pasaribu, Siska Bradinda Putri Sudirman, Yahya Achmad Hamim.

Baca Juga: Suara Pendamping Korban Kekerasan Seksual
Menghapus Kekerasan Seksual di Kampus dengan Sekolah Advokat Gender
SUARA SETARA: Menanamkan Nilai Sensitivitas Gender pada Laki-Laki

Indonesia Darurat Kekerasan terhadap Perempuan

Selain mencegah dan menangani kekerasan seksual, tugas lain dari Satgas PPKS Unpad adalah menghimpung data kasus. Karena sudah diketahui umum, data kasus kekerasan seksual ini ibarat fenomena gunung es, jumlah kasus yang tampak lebih sedikit dari kasus yang terkubur di kedalaman.

Komnas Perempuan pernah merilis bahwa ketersediaan data yang lengkap dan akurat menjadi syarat mutlak sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan perempuan. Selama ini, data kekerasan masih tersebar di berbagai unit layanan dengan sistem, konsep, dan karakteristik yang berbeda-beda.

Pada semester pertama (Januari s.d Juni) 2021, jumlah kekerasan terhadap perempuan (KtP) yang tercatat pada sistem data tiga lembaga sebanyak 11.833 korban dengan rincian: SIMFONI PPA (Kemen PPPA) sebanyak 9.057 korban, Sintaspuan KP (Komnas Perempuan) sebanyak 1.967 korban, dan Titian Perempuan FPL (Forum Pengada Layanan) sebanyak 806 korban.

Pada semester kedua (Juli s.d Desember) 2021, terjadi peningkatan pelaporan data KtP yang terlaporkan, yaitu sebanyak 15.502 korban dengan rincian: SIMFONI PPA Kemen PPPA sebanyak 12.701 korban, Sintaspuan KP 2.043 korban dan Titian Perempuan FPL 758 korban.

Jika ditotal, maka jumlah kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2021 yang tercatat pada sistem data tiga lembaga adalah 27.335 korban.

Selama periode Juli-Desember 2021, data Kemen PPPA mencatat jenis kekerasan terhadap perempuan yang tertinggi adalah kekerasan seksual, sedangkan data Komnas Perempuan dan FPL mencatat jenis kekerasan tertinggi adalah kekerasan psikis.

Secara geografis, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur menjadi tiga wilayah tertinggi kasus kekerasan terhadap perempuan yang tercatat di tiga Lembaga. Tingginya pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan di ketiga provinsi tersebut, selain karena ketiganya merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar, juga ketersediaan akses layanan pengaduan yang lebih luas.

Berdasarkan analisa tiga lembaga, korban dengan tingkat pendidikan SMA adalah kelompok tertinggi yang mengalami kekerasan. Kondisi ini kemungkinan disebabkan mereka memiliki pengetahuan atau literasi kekerasan berbasis gender yang lebih baik dibandingkan korban dengan latar belakang pendidikan yang lebih rendah, sehingga korban tahu dan berani melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya.

Di samping itu, kekerasan terhadap perempuan kelompok disabilitas sebagai kelompok rentan, harus menjadi perhatian dan prioritas. Data SIMFONI PPA mencatat kasus kekerasan terhadap perempuan disabilitas tertinggi terjadi di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 113 korban, data FPL mencatat 13 korban, dan Komnas Perempuan sebanyak 3 kasus.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//