Festival Buku Pasar Biru 3, Mengenal Jati Diri Cinambo
Acara pameran buku ini diwarnai diskusi dengan beragam tema, salah satunya tentang penamaan (tofonimi) Cinambo dalam diskusi “Cinambo: Lain Dulu Lain Sekarang".
Penulis Iman Herdiana9 September 2022
BandungBergerak.id - Festival Buku Pasar Biru 3 membuka peta perbukuan baru di Kecamatan Cinambo, Kota Bandung. Tidak mudah memang menyajikan pameran buku di kampung kota pinggiran timur Bandung tersebut. Pengunjung yang datang masih sebatas dari lingkaran komunitas literasi sendiri, sedangkan warga sekitar yang sengaja datang masih dalam jumlah terbatas.
Tetapi lewat Festival Buku Pasar Biru 3 yang berlokasi di Jalan Rukun Mulya RT 02 RW 05, Kelurahan Babakan Penghulu, Kecamatan Cinambo, suatu upaya mengenalkan buku kepada warga setempat, telah dimulai.
Acara pameran buku ini diwarnai diskusi dengan beragam tema, salah satunya tentang penamaan (tofonimi) Cinambo sendiri dalam diskusi “Cinambo: Lain Dulu Lain Sekarang”.
Diskusi ini menghadirkan narasumber yang tidak asing di bidang sejarah Bandung, yaitu T Bachtiar dan Atep Kurnia. Sebagaimana tema diskusinya, T Bachtiar membedah asal-usul nama Cinambo yang ada kaitannya dengan danau purba Bandung.
Danau purba Bandung dihasilkan dari letusan besar Gunung Sunda purba 105.000 tahun lalu. Posisi Gunung Sunda purba saat itu menempati pegunungan utara yang kini diduduki Gunung Tangkubanparahu dan Gunung Burangrang.
Letusan Gunung Sunda purba menghasilkan material sangat besar dan membendung sungai Citarum di utara Padalarang. Bendungan alam ini menyebabkan sungai Citarum meluap ke kawasan cekungan Bandung dan membentuk danau purba yang membentang dari Nagreg ke Rajamandala. Cinambo merupakan bagian yang sangat dalam dari dasar danau purba ini.
“Cinambo kedalammnya 50 meter, lebih tinggi dari pohon kelapa, bisa dilewati kapal besar. Cinambo itu bagian yang sangat dalam. Tol buah batu 40 meter. Cinambo lebih dalam dari gerbang tol Buah Batu. Cicalengka yang ketinggiannya 725 (mdpl) itulah pantainya,” papar kata T Bachtiar, Jumat (9/9/2022).
Menurutnya, dataran Cinambu dibentuk dari material Gunung Sunda purba. Setelah danau purba bobol – 16 ribu tahun lalu – yang peninggalannya disebut Curug Jompong, lanjut T Bachtiar, air danau purba Bandung tidak langsung surut. Menyisakan sungai-sungai, danau-danau, dan banyak rawa.
Danau tersebut di antaranya Leuwipanjang, rawa Gegerhanjuang, Situ Tarate, Cibaduyut, Situ Gunting di Soekarno-Hatta. Kini situ-situ tersebut sudah tiada seriring semakin banyaknya jumlah permukiman di Kota Bandung.
Surutnya danau purba Bandung ada kaitannya dengan banyaknya sungai yang bentuknya berkelok-kelok di Bandung, di antaranya Sungai Cinambo yang bermuara ke sungai Citarum.
T Bachtiar menjelaskan, sungai merupakan jalan air yang terbentuk secara alamiah. Bentuknya yang berkelok-kelok menyesuaikan dengan bentuk alamnya. Cinambo merupakan kecamatan dataran di mana bentuk sungainya berkelok-kelok untuk memperlambat aliran air.
Suatu waktu, kelokan tersebut menyatu dengan kelokan lainnya dan meninggalkan daerah bekas sungai yang disebut nambo.
“Bekas sungai yang tidak dialiri sungai disebut danau tapal kuda atau kali mati. Bila kering, inilah yang disebut nambo,” terangnya.
Cinambo sangat dipengaruhi pegunungan di atasnya, yaitu Gunung Manglayang. Jika gunung ini dibiarkan rusak, maka air hujan tidak akan tertahan dan menimbulkan banjir di Cinambo. Peristiwa banjir tercatat kerap melanda daerah ini.
“Kalau Manglayang ancur, longsor, erosi, hujan besar semua akan tumplek ke Cinambo,” katanya.
Baca Juga: AGENDA BANDUNG: Pasar Biru di Cinambo, Pameran dan Diskusi Buku, 8 - 11 September 2022
Kecamatan Cibiru: Pohon Biru dan Gerbang Kota di Timur Bandung
Ramadan di Tahun Pagebluk (7): Menunggu Godot di Pasar Buku Palasari
Cinambo Sekarang, Banjir
Cinambo yang asal-usulnya ada kaitannya dengan air, tentunya tidak asing dengan banjir. Bahkan sekarang dikhawatirkan banjir akan semakin parah seiring semakin berkurangnya jumlah sawah karena disulap jadi properti.
Jika dulu persawahan mampu menahan laju air, namun kini persawahan tersebut telah berubah menjadi permukiman. Karena itu, T Bachtiar berharap agar di Kota Bandung banyak dibangun kanal-kanal penampungan air, jebakan-jebakan air, drainase yang diperlebar, dan sumur-sumur resapan.
Sistem drainase yang dibangun saat ini menggunakan model sawah, yakni makin ke hilir makin kecil. Seharusnya Bandung memiliki drainase perkotaan yang modelnya makin hilir makin besar untuk mengikuti volume airnya.
Langkah berikutnya yang tidak kalah penting adalah menyelamatkan hutan-hutan konservasi di Cekungan Bandung. Menurut T Bachtiar, hutan Gunung Manglayang harus dijaga agar Cinambo tidak banjir.
Narasumber lainnya, penulis sejarah Bandung, Atep Kurnia, membedah Cinambo berdasarkan peta zaman Belanda tahun 1905-an. Menurutnya, dulunya Cinambo bagian dari daerah Pakemitan yang pusat kotanya di Alun-alun Ujung Berung.
Pakemitan ada kaitannya dengan distrik Ujung Berung Wetan sebagai pusat kewedanaan. Kewedanaan ini merupakan pejabat lokal yang ditunjuk Belanda sebagai kepanjangan dari tangan penjajah untuk menjajah penduduk.
Berdasarkan peta tersebut, kata Atep Kurnia, nama Cinambo sendiri ada dua, yakni merujuk pada nama sungai dan nama kampung. Istilah nambo juga terdapat dalam kamus Sunda yang disusun F.S. Eringa. Nambo merupakan kata sifat yang berarti alas sungai tua. Sungainya sudah tak ada.
“Jadi pada tahun 1905-an itu di Cinambo sudah ada desa atau kampung. Di samping ada sungai Cinambo. Penamaan Cinambo karena ada sungai Cinambo di sana,” terang Atep Kurnia.
Dari kajian literasi itulah, diketahui bahwa Cinambo merupakan tofonimi asli yang sejak dulu sudah ada, bahkan sejak Bandung masih danau purba. Bagi warga Cinambo, festival buku ini seakan mengajak mengenal jati diri kampung halaman mereka.
Festival Buku Pasar Biru 3 sendiri merupakan festival yang pertama kali digelar di Cipadung tahun 2019. Pasar Biru kedua digelar di Cicalengka masih di tahun 2022.
Kali ini, Pasar Biru diselenggarakan oleh tiga komunitas atau Taman Baca Masyarakat yaitu: Kampung Literasi Cinambo (TBM Sukamulya Cerdas), Lembaga PengkajianIlmu Keislaman (LIPK), dan Perpustakaan Jalanan Gedebage. Para pelapak buku yang memamerkan koleksinya di antaranya Teras Buku, Lawang Buku, Katarsis Books, Akasa Book Store, Delunapetite Shop, Toco.buruan.co, JBA, Bintoro Barokah, Hellorwell, Bukunesia, Rasia Bandoeng, Kentrja Press, Katalis Books, James Books, Petra Books.
Hafidz Azhar, salah satu pegiat penyelenggara Pasar Biru Cinambo, berharap acara ini bisa menggali potensi-potensi lokal, entah sejarahnya, kekhasannya, dan lain-lain yang bermanfaat bagi Cinambo sendiri. Festival ini tentunya juga bisa semakin mendekatkan warga Bandung timur khususnya Cinambo dengan buku.
“Agar komunitas-komunitas literasi di sini (Cinambo) turut terlibat. Itu memang targetnya,” kata Hafidz.