• Kolom
  • SEJARAH SURAT KABAR WARTA BANDUNG #10: Menyambut Pembukaan Unpad

SEJARAH SURAT KABAR WARTA BANDUNG #10: Menyambut Pembukaan Unpad

Unpad diresmikan Presiden Sukarno, dimeriahkan pertunjukan Lutung Kasarung. Anak muda berbondong-bondong mendaftar di hari pertama.

Yogi Esa Sukma Nugraha

Warga biasa yang gemar menulis isu-isu sosial dan sejarah

Berita tentang pembukaan Universitas Padjadjaran (Unpad) oleh surat kabar Warta Bandung. (Sumber Foto: Penulis)

7 April 2023


BandungBergerak.idBeban hidup manusia kian dirasa berat, terutama bagi pekerja rentan yang terpaku pada soal-soal penghidupan. Belakangan, hal tersebut memicu gejolak pembangkangan yang hebat, semisal yang terjadi di Indonesia, Prancis, Israel, dan Jerman. Jutaan orang turun ke jalan.

Ada yang menggugat UU Cipta Kerja, ada yang menolak UU Reformasi Pensiun, ada yang mengecam UU Peradilan, ada pula yang menuntut upah layak; akibat menurunnya taraf hidup karena perang yang berkecamuk di Eropa Timur.

Hal ini ditambah realita bahwa setiap harinya, jutaan umat manusia ini dijejali berbagai informasi: dari yang menggembirakan, hingga yang menjengkelkan. Bisa dibayangkan, misal, sebentar kita menyaksikan betapa bahagianya mayoritas umat muslim menyambut bulan suci Ramadan. Di waktu yang nyaris berdekatan, kita dijejali pemberitaan masif mengenai pemangku kebijakan yang ugal-ugalan. Suram, bray.

Kiwari, informasi apa pun yang ingin diketahui, bermodal wifi, kini bisa dengan mudah digapai. Cukup menyertakan kata kunci yang terkait dengannya, apa pun bisa didapat: mesin pencari bakal menyajikan beberapa rujukan. Tentu saja, apa yang menggembirakan dan menjengkelkan bagi manusia, bisa berbeda. Jika perihal kenyataan dunia, semua tergantung Anda berada di pihak mana: penguasa atau pekerja.

Namun yang jelas, derasnya arus informasi tersebut merupakan konsekuensi di zaman serba “gampang” seperti sekarang. Dan bukan kebetulan, itu pula yang baru saya dilakukan saat hendak mengetahui sejarah Unpad. Mulanya hanya untuk sekadar membandingkan dengan apa yang tercatat dalam laporan Warta Bandung di bulan September tahun 1957.

Sebab, dalam kurun waktu tersebut, Surat Kabar Warta Bandung secara intensif (dan tampak antusias) melaporkan dinamika yang terjadi sesaat dan setelah pembukaan Unpad. Sayangnya, apa yang disediakan mesin pencari, terutama di laman paling atas, hanyalah sekadar informasi singkat. Dan konon menelan informasi serba singkat itu mampu membuat memori cepat redup.

Padahal, terdapat sejumlah peristiwa menarik yang tercatat mengenai pembukaan Unpad. Berangkat dari situlah, artikel ini dibuat. Sebuah upaya menengok kembali tahun 50an. Sekurang-kurangnya, sekadar untuk merawat memori yang konon cepat redup itu. Dan beruntung, semua terekam dalam kronik di Surat Kabar Warta Bandung.

Sukarno Beri Sambutan

Semua bermula pada saat tahun 1956. Kala itu masyarakat Jabar, melalui Badan Musyawarah Sunda, mengharapkan adanya suatu institusi pendidikan –yang berwujud universitas– di wilayahnya. Syukurlah, pada tahun berikutnya, tepatnya Selasa, 24 September 1957, Unpad resmi dibuka.

Namun rencana awalnya, pembukaan akan dilangsungkan tanggal 11 September 1957. Hanya saja, Presiden Sukarno, selaku yang akan meresmikan, berhalangan hadir oleh karena waktu yang sebelumnya ditetapkan itu bersamaan dengan dilangsungkannya “Musjawarah Nasional” di Jakarta.

Dan sebetulnya, sebagian beranggapan bahwa berdirinya Unpad ini merupakan kelanjutan dari apa yang telah diupayakan sejak 1951. Yakni, sejak didirikannya “Jajasan Krisnadwipajana” dan kemudian disambung lagi dengan “Jajasan Universitas Merdeka” di bulan April 1952.

Tatkala Unpad resmi dibuka, kemudian mahasiswa “Universitas Merdeka” yang terdiri dari dua Fakultas (hukum dan ekonomi) itu dioper ke Unpad, termasuk nantinya turut pula bergabung: Fakultas Kedokteran dan Keguruan (PTPG). Meski di awal-awal masih meminjam (dan kadang sewa) ruangan PPT, ruangan SSKAD, dan ruangan “Jajasan Pusat Kebudajaan” Bandung.

Pada sesaat dan setelah pembukaan Unpad, Surat Kabar Warta Bandung begitu intensif menayangkan laporan yang terkait dengannya. Dalam laporan berkepala “Universitas Padjadjaran dibuka”, misal, terdapat keterangan mengenai pembukaan Unpad yang dihadiri Bung Karno.

Besok pagi hari selasa tgl 24 September 1957, Universitas Padjadjaran akan dibuka dengan resmi. Presiden Sukarno dan Menteri PP dan K akan menghadiri upatjara pembukaan ini dengan memberikan pula sambutan dan amanah,” demikian Warta Bandung melaporkan.

Upacara pembukaan Universitas Negeri Padjadjaran dilangsungkan di gubernuran. Warta Bandung sendiri melaporkan upacara pembukaan yang telah dimulai sejak jam 09.00 pagi. Tercatat pula laporan bahwa pertunjukkan seni (Sandiwara Lutung Kasarung) bakal dihelat dalam pembukaan yang dihadiri orang nomor satu di republik itu.

Sandiwara Lutung Kasarung ini juga dibuka untuk dinikmati pula oleh masyarakat umum, selain memang diadakan khusus untuk menyambut pembukaan Universitas Negeri Padjadjaran. Dan hasil dari pertunjukkan Lutung Kasarung kemudian disumbangkan kepada korban banjir yang saat itu melanda Priangan Timur.

Universitas Padjadjaran dibuka oleh “Lutung Kasarung”

Tepat di acara puncak pembukaan Universitas Padjadjaran tanggal 29 September, sebagaimana keterangan di atas, tercatat bahwa saat itu diramaikan dengan pertunjukkan Sandiwara Sunda “Lutung Kasarung” yang berlangsung di lapangan UNI. Pertunjukkan tersebut berada di bawah pimpinan R.T.A Sunarya (seniman besar Sunda), dan para pemainnya yang terdiri daripada mahasiswa PTPG dibantu oleh Upit Sarimanah.

Selain itu, menurut R.T.A Sunarya dalam konferensi pers di “Press Room” Jalan Naripan Bandung, turut pula terlibat para organisasi kesenian Sunda di Bandung, di antaranya yang bernaung di bawah “Jajasan Pusat Kebudajaan”. Selanjutnya diterangkan bahwa pertunjukkan tersebut dilangsungkan selama 3 malam.

Yaitu, pada tanggal 23 September pertunjukkan khusus untuk para mahasiswa, lalu tanggal 24 September untuk meramaikan malam peresmian pembukaan Universitas Padjadjaran, dan pada tanggal 28 September dilangsungkan untuk umum.

Sebagaimana disebut di muka, yang juga diafirmasi R.T.A Sunarya, bahwa hasil keuntungan pertunjukkan Lutung Kasarung disumbangkan kepada para penderita korban bencana alam di Priangan Timur. Warta Bandung yang terbit 16 September 1957 mengafirmasi hal ini. Bahkan diuraikan pula sejumlah biaya dan informasi terkait pertunjukkan Lutung Kasarung tersebut.

Biaja penjelenggaraan Sandiwara Sunda tsb. Berdjumlah sebesar Rp. 60.000 – jang keuangannja didapat daripada pemerintah. Uang sebesar tsb. Digunakan untuk mempersiapkan pakaian2, dekorasi2, dsb. Dalam achir keterangannja R.T.A Sunarja menerangkan bahwa memimpin penjelenggaraan Sandiwara tsb. akan merupakan terachir, karena merasa sudah tua, dan selandjutnja akan diserahkan kpd generasi2 muda. Seperti diketahui, R.T.A Sunarja memimpin Sandiwara Sunda sematjam itu sudah 3 kali, 2 kali sebelum kemerdekaan dan 1 kali setelah proklamasi kemerdekaan jalah di Djakarta”.

Berita tentang pembukaan Universitas Padjadjaran (Unpad) oleh surat kabar Warta Bandung. (Sumber Foto: Penulis)
Berita tentang pembukaan Universitas Padjadjaran (Unpad) oleh surat kabar Warta Bandung. (Sumber Foto: Penulis)

Polemik Uang Kuliah

Sesaat menjelang diresmikannya Universitas Padjadjaran, ada satu persoalan yang saat itu cukup menyita perhatian. Hal ini bermula saat muncul protes dari kalangan pemuda pelajar bekas pejuang usai tersiar informasi mengenai anggaran biaya kuliah masuk Unpad. 

Warta Bandung dalam laporan berjudul “Uang kuliah Universitas Padjadjaran Rp. 1000 setahun?” memuat pernyataan dari Persatuan Pemuda TRIP (organisasi pemuda bekas pejuang) yang akan mengirimkan delegasi untuk beraudiensi dengan Gubernur Jabar.

A.S Soedarsono Ketua Persatuan Pemuda Trip Bandung dalam keterangannja menjatakan bahwa kalau seandainja benar, ketentuan Universitas Padjadjaran untuk membajar uang kuliah Universitas tsb. Rp. 1000, - setahun ditambah dengan Rp. 100, - uang pangkal itu terlalu berat dan tidak akan bisa mengimbangi anthusiasme beladjar dari pemuda2 Indonesia sekarang,” demikian Warta Bandung melaporkan.

Keberatan dirasakan oleh pelajar bekas pejuang. Mereka pada umumnya beranggapan tidak akan mampu untuk membiayai kuliahnya dengan biaya sebanyak itu. Lalu dikatakan pula bahwa jumlah uang ikatan dinas yang diterima dari pemerintah hanya sebesar 298 rupiah.

Dan sudah tentu uang itu belum cukup untuk membayar uang kuliah. Belum lagi ditambah biaya indekost, beli buku, dll. Sementara persoalan lain yang menjadi perhitungan pemuda peladjar bekas pedjoang ialah adanya ketentuan dari pemerintah (peraturan ikatan dinas), yang menyatakan bahwa “djika seandainja dalam batas 2 tahun tidak memenuhi sjarat jg ditentukan uang ikatan dinas harus ditjabut.

Peladjar pedjoang sendiri sebetulnya memaklumkan adanya peraturan itu. Sekalipun diklaimnya, bahwa jika misal terjadi pencabutan, maka itu bukan karena kebodohan dan kelalaian, tetapi oleh karena keadaan yang mengharuskan demikian.

Pada akhirnya, Selasa pagi, 2 September 1957, Persatuan Pemuda TRIP mengirimkan delegasinya kepada Gubernur Jabar. Hal ini dimaksudkan untuk meminta penjelasan mengenai persoalan uang kuliah sebagaimana diterangkan di muka.

Baca Juga: SEJARAH SURAT KABAR WARTA BANDUNG #7: Mereka yang Pernah Ada
SEJARAH SURAT KABAR WARTA BANDUNG #8: Selayang Pandang
SEJARAH SURAT KABAR WARTA BANDUNG #9: Mereka yang Pernah Ada (2)

Pihak Universitas Negeri Padjadjaran Membantah

Esoknya Warta Bandung memuat laporan berkepala “Tentang uang gedung Rp. 1000”. Di dalamnya tercatat informasi mengenai Ketua Persatuan Pemuda Trip Bandung A.S Soedarsono yang telah menghadap Gubernur Jabar Ipik Gandamana, yang di kemudian hari menjadi Ketua Panitia Persiapan Pendirian Universitas Padjadjaran.

Inti dari pertemuan Ketua Persatuan Pemuda Trip Bandung A.S Soedarsono dan Gubernur Jabar tiada lain untuk membicarakan apakah benar uang kuliah Universitas negeri Padjadjaran itu sebesar 1.000 rupiah setahun. Namun, segera hal ini dibantah pihak Unpad.

Melalui Suradiredja, Unpad mengatakan bahwa hal ini tidaklah benar. Kemudian, pihak Unpad juga mengatakan bahwa “Universitas Padjadjaran adalah  suatu Universitas Negeri, maka dari itu uang kuliahnja sama dengan Universitas-universitas Negeri lainnja, jaitu sebanjak Rp. 240 setahun.”

Informasi yang kadung merebak ini juga ditepis oleh Djusar Kartasubrata yang saat itu menjabat Sekretaris Presidium Unpad. “Hal itu sama sekali tidak benar,” katanya. Dan setelah mendapatkan jawaban tentang kebenaran informasi uang kuliah itu, maka Persatuan Pelajar Trip yang diwakili oleh ketuanya, A.S Soedarsono, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan, di antaranya:

1. Bagaimanakah kedudukan terhadap peladjar pedjuang jg mempunjai hasrat untuk memasuki Universitas Padjadjaran?

2. Bagaimanakah sikap Universitas Padjadjaran terhadap Peladjar Pedjuang jang masih menerima ikatan dinas dari pemerintah berdasarkan PP No. 32 tahun 1949, apakah hal ini dapat dibebaskan dari uang kuliah?

3. Bagaimana bila seseorang mahasiswa dari suatu Universitas jang ada diluar Bandung pindah ke Universitas Padjadjaran, apakah ikatan dinasnja djuga dapat dipindahkan?” (Warta Bandung, 4 September 1957).

Ketiga pertanyaan itu belum dapat dijawab pada saat itu, akan tetapi telah dijanjikan akan dibicarakan kemudian dengan anggota Dewan Harian dari Universitas Negeri Padjadjaran. Sebagai gambaran, jika Anda menonton film Rudy Habibie, kemudian menemukan scene laskar pelajar di Jerman, kira-kira (meski parah, di film dikesankan berwatak arogan, tapi) seperti itulah gambaran status pelajar ikatan dinas yang dimiliki A.S Soedarsono.

Suasana Pendaftaran Universitas Negeri Padjadjaran

Antusiasme publik Jabar, beserta sejumlah awak media yang turut melaporkan suasana saat itu, tampak terang dalam satu laporan Warta Bandung. Sejumlah pelajar dikabarkan berduyun-duyun untuk masuk Universitas Padjadjaran yang baru saja diresmikan. .

Tetapi apa jang terdjadi kini setelahnja pendaftaran sudah mulai dibuka? Dikala kantor tempat tempat pendaftaran di djalan merdeka 9A bandung pintunja belum dibuka para peladjar jang bermaksud untuk mendaftarkan dirinja sebagai mahasiswa dari Universitas Negeri Padjadjaran sudah mengerumuni kantor tsb dalam djumlah jang tak sedikit,” demikian Warta Bandung melaporkan.

Redaksi Warta Bandung kemudian memberikan ilustrasi yang menarik untuk melukiskan suasana yang terjadi saat itu. Mereka menyebutkan, bahwa sesaat setelah dibukanya pendaftaran masuk Unpad orang-orang berkerumun dalam jumlah yang tidak sedikit, “dapatlah dikatakan bagaimana pemandangan dimuka bioskop”.

Seraya pintu kantor tempat pendaftaran dibuka, maka keadaan riuh tak terhindarkan di tempat pendaftaran itu. Masing-masing berebut untuk paling dahulu tercatat namanya di Unpad, karena takut kalau kehabisan tempat. Bisa dibayangkan, kira-kira, bagaimana situasi yang terjadi.

Kalau dibioskop bagaikan orang jang takut kehabisan kartjis karena sering2 ada tukang tjalo jg serakah: apakah dalam hal ini djuga ada tukang tjalonja?” demikian kelakar dari reporter Warta Bandung yang melakukan peliputan pada saat itu.

Dan oleh karena antusias para pelajar sangat besar, serta karena masing-masing pendaftar ingin paling duluan dicatat namanya, maka hal ini sudah barang tentu menimbulkan kepanikan bagi (staf) mereka yang menerima pendaftaran. Akhirnya pihak Unpad meminta bantuan kepada kepolisian untuk mengatur keadaan tempat tersebut.

Para pelajar yang berhasrat untuk mendaftarkan diri sebagai mahasiswa itu berantre panjang. Dan panjang antrean itu, sebagaimana Warta Bandung melukiskan, tidak kalah panjangnya dengan antrian di bioskop saat tayang film seru. Calon mahasiswa ini seolah-olah tidak kenal teriknya sinar matahari, mereka tetap berantre, baik perempuan, maupun laki-laki.

Idjazah dan keterangan2 lainnja jang mereka bawa bukan disimpan baik-baik, tetapi mereka pergunakan sebagai pengganti pajung jaitu untuk melindungi kepala mereka dari teriknja sinar matahari. Karena adanja perhatian jang besar sekali dalam hal ini, kita ingin mengetahui djumlahnja mereka jang mendaftarkan,” demikian Warta Bandung melaporkan.

Usai menghubungi pihak terkait yang dapat memberikan keterangan lengkap, tercatat bahwa di hari pertama saja, jumlah pendaftar mencapai 600 orang. Demikianlah selayang pandang reporter Warta Bandung pada saat dibuknya pendaftaran untuk calon mahasiswa Universitas Negeri Padjadjaran.

Sebagai penutup, sekaligus untuk menegaskan pendapat di muka bahwa Warta Bandung begitu antusias dalam peliputan pembukaan Universitas Padjadjaran, kiranya Tajuk Rencana Surat Kabar Warta Bandung yang terbit pada hari Rabu 25 September 1957, bisa memberi pembuktian. Berikut secara utuh saya kutip Tajuk Rencana berkepala “Universitas Padjadjaran”:

Universitas Negeri Padjadjaran di Bandung kemarin telah diresmikan pembukaannja. Siapa dari putera Indonesia jang tidak gembira dengan tambahnja sebuah Universitas lagi ditanah air kita itu, disamping Universitas Indonesia, Gadjah Mada, Airlangga, Hasanuddin, dll.

Tetapi jang paling gembira tentunja putera2 Sunda sendiri. Tetapi tidak berarti, bahwa Universitas Padjadjaran itu diperuntukkan bagi putera2 Sunda sadja. Atau tidak pula berarti bahwa putera2 Sunda harus mendapat prioritas. Kegembiraan itu semata2 timbul, karena Universitas itu kebetulan berada didaerah Sunda.

Namanja sadja sudah Universitas. Bersifat universal. Menembus segala batas ruang dan waktu. Akan bertentanganlah agaknja kalau didalam Universitas ada batasan2 jang sempit, baik mengenai penerimaan mahasiswanja, maupun mengenai lapangan ilmunja.

Dalam hubungan lapangan ilmu itu kita sependapat dengan Presiden Sukarno jang mengatakan, bahwa ilmu itu revolusioner, dalam arti dapat menumbangkan pendapat2 jang kolot dan tradisionil. Sesuai dengan sifat universal jang kita sebutkan diatas, dapat mendobrak batas2 ruang dan waktu.

Adalah tugas para penuntut pada Universitas itu untuk mempergunakan alat jang revolusioner ini se-baik2nja. Tidaklah halnja seperti para penganut ilmu di Djerman Hitler dahulu, jang mendjadikan umpamanja ilmu “geopolitik” sebagai dasar penjelidikan ilmu2 jang lain, dan jang mendjadikan “Deutschland Uber Alles”. Tidaklah djuga halnja seperti pernah disinjalir, bahwa kemungkinan sebuah Universitas itu dengan mudah tjenderung kepada dapatnja “verpolitiseerd” (dipolitikkan).

Dengan tidak mendjaga kemasukan gedjala2 seperti tsb itu, tidaklah djuga Universitas itu dapat merebut kemasjhuran seperti diharapkan oleh Profesor Dr. Prijono, dan kita sendiri. Sebagai tambahan bolehlah kiranja kita katakana, bahwa tidak mungkin Universitas serupa itu dapat mentjapai keharuman jang ber-abad2 lamanja.

Hanja dengan mendidikan manusia2 jang bersusila, universal, dan demokratis-lah Universitas Padjadjaran itu akan mendapat sukses jang besar. Manusia susila jang lebih tinggi nilainja dari pada manusia jang pengetahuan tinggi, tapi tidak ber-susila. Penemuan atom umpamanja adalah hasil karja seorang manusia jang berpengetahuan tinggi.

Tetapi alangkah menjedihkan kalau atom itu dipergunakan sebagai bom untuk merusak dan membunuh umat manusia. Ini tanda karja jang tak bersusila. Tetapi sebaliknja alangkah menggembirakannja kalau atom itu dipergunakan untuk membangkitkan tenaga2 produksi untuk perindustrian dan pertanian, atau sebagai tenaga pengawetan makanan.

Seperti jang tsb. Belakangan inilah hendaknja ilmu itu dipergunakan. Ilmu jang dipakai oleh manusia2 bersusila. Dan seperti jang tsb. Belakangan djugalah kita harapkan tumbuhnja Universitas Padjadjaran jang diresmikan kemarin itu.” 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//