Kampanye Antiplastik Bersama Fantastik, Mengurangi Sampah Organik dengan Maggot
FISIP Universitas Indonesia mengkampanyekan FISIP Asik Tanpa Plastik (Fantastik). Sementara di Bandung muncul usulan pengelolaan sampah organik dengan maggot.
Penulis Iman Herdiana25 Mei 2023
BandungBergerak.id - Sampah organik dan nonorganik (plastik dan sejenisnya) hingga saat ini masih menjadi masalah serius bagi lingkungan. Sejumlah kampanye pengurangan sampah plastik sudah dilakukan. Terbaru, kampus Universitas Indonesia (UI) mengkampanyekan FISIP Asik Tanpa Plastik (Fantastik).
Sementara di Bandung, permasalahan sampah masih terkendala praktik pemilahan. Sampah organik dan nonorganik masih tercampur sehingga semakin memperumit proses pengelolaan sampah. Padahal sampah organik mudah diatasi, salah satunya dengan mengandalkan maggot atau belatung.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021 menunjukkan, Indonesia telah menghasilkan limbah plastik sebanyak 66 juta ton per tahun dan sekitar 3,2 juta ton limbah sampah tersebut terbuang ke laut. Hal ini mendorong Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) bersama dengan berbagai lembaga riset, yaitu Center for South East Asian Studies (CSEAS), Institute for Global Environmental Strategies (IGES), dan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) melaksanakan kolaborasi riset dan kampanye untuk mendorong masyarakat dalam mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
Salah satu kegiatan kampanye itu dinamai Fantastik yang diwarnai dengan seminar yang bertajuk “Reducing Single-Use Plastic Usage with Nudging Strategy to Encourage a Sustainable Lifestyle” di FISIP UI, Depok, Jawa Barat, Rabu (17/05).
Dalam seminar ini disampaikan bahwa pada tahun 2023, IGES, ERIA dan CSEAS sebagai partner di Indonesia bekerja sama dan melakukan pilot project di FISIP UI yang bertujuan untuk mengurangi sampah plastik, hingga makanan melalui pendekatan wawasan perilaku (behavioral insight).
“Behavioral insight penting untuk mengurangi sampah plastik di Indonesia. Tujuan pilot ini adalah bagaimana pengaplikasian behavior insight dalam pengurangan sampah plastik di Indonesia,” ujar Atsushi, Programme Director IGES, dikutip dari laman Universitas Indonesia, Kamis (25/5/2023).
Berkaitan dengan hal tersebut, Snezana Swasti Brodjonegoro yang merupakan salah seorang dosen FISIP UI sekaligus anggota tim peneliti menyampaikan, dari riset yang telah dilakukan di FISIP UI, didapatkan sebanyak 98 persen masyarakat FISIP UI telah mengetahui jika penggunaan plastik sekali pakai berbahaya untuk lingkungan. Dari hasil riset tersebut terciptalah desain kampanye dengan memunculkan kesadaran, pemahaman, kemudian diharapkan menjadi perilaku.
Riset yang dilakukan berfokus pada dorongan (nudging strategy) untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Ia menjelaskan, nudge theory merupakan suatu cara untuk mengubah perilaku individu melalui dorongan persuasif dengan memberikan penekanan pada tiga aspek, yaitu psikologi, ekonomi, dan sosial.
“Contohnya seperti di kantin, sekarang sudah tidak ada sedotan plastik lagi. Jadi, suka tidak suka, kita sudah tidak memakai sedotan plastik lagi. Terkadang, dari ‘pemaksaan’ tersebut diharapkan muncul behavior yang baik dalam penggunaan single use plastic,” kata Snezana.
Pengelolaan Sampah Belum Tepat
Sementara itu, Denia Isetianti salah seorang pegiat sosial menjelaskan bahwa sampah plastik di Indonesia belum dikelola dengan tepat, seperti tidak dikumpulkan atau dipilah sesuai dengan kategorinya, dibuang pada tempat pembuangan terbuka atau bocor dari tempat pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan baik. Selain itu, sungai juga masih menjadi ‘tempat sampah’ bagi beberapa masyarakat Indonesia yang tidak hanya berdampak buruk pada lingkungan tetapi juga mencemari kehidupan di sungai dan laut.
“Menurut saya, contoh dari sekelompok pemuda Pandawara yang aksi bersih-bersih sungainya viral di berbagai media sosial, merupakan sebuah aksi yang baik walaupun itu sangat berbahaya bagi tubuh manusia, karena membersihkan sungai yang banyak sekali sampahnya. Indonesia butuh generasi muda yang seperti mereka,” ujar Denia.
Ia juga berpesan, dalam menjalankan kampanye pengurangan sampah plastik ini harus menerapkan ‘ngajak jangan ngejek’. “Mari mencontohkan yang baik lalu mengajak orang sekitar dan orang sekitar jangan mengejek orang-orang yang sedang berjuang dan berusaha untuk lingkungan yang lebih baik,” kata Denia yang merupakan Founder dan CEO Cleanomic, sebuah platform media sosial untuk menginspirasi masyarakat Indonesia agar menjadi konsumen bijak yang mendukung perekonomian hijau dan berkelanjutan di Indonesia.
Baca Juga: Ancaman Krisis Air di Bandung Raya dan Rencana Pembangunan Apartemen di Ledeng
Ridwan Kamil ke Amerika Serikat Membahas Energi Terbarukan, Ini Catatan Miris Lingkungan Jawa Barat
Walhi Serukan Publik Mencermati Program-program Prolingkungan pada Pemilu 2024
Mengatasi Sampah Organik dengan Maggot
Persoalan sampah bertahun-tahun terjadi di Bandung, tanpa ada pengelolaan yang signifikan. Sampah masih tercampur dan dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS) tanpa dipilah. Padahal sebagian besar sampah tersebut bersifat organik yang mudah diatasi dengan proses alamiah, seperti dikompos atau dikelola dengan mengandalkan maggot yang juga disebut belatung.
Organisasi lingkungan yang berpusat di Bandung, YPBB, menjelaskan kelebihan maggot ini. Pada laman resminya, YPBB menjelaskan maggot merupakan hewan yang sering dianggap menjijikan namun ternyata memiliki manfaat yang luar biasa.Maggot dengan jenis Black Soldier Fly (BSF) dapat dimanfaatkan untuk mengelola sampah organik.
Bahkan maggot BSF mampu mengurai sampah organik sekitar dua sampai lima kilogram per harinya. Karena maggot BSF memiliki nafsu makan yang tinggi, sehingga ia bisa makan dua kali lebih banyak daripada berat badannya.
“Bahkan sebuah penelitian menyatakan bahwa setiap satu ton maggot, membutuhkan lima ton sampah organik dalam dua minggunya,” demikian dikutip dari laman YPBB.
Institut Teknologi Georgia bahkan telah melakukan percobaan pada 10 ribu maggot BSF. Dalam waktu dua jam, 10 ribu maggot BSF mampu memakan habis pizza dengan ukuran 16 inchi. Artinya maggot BSF dapat menjadi salah satu solusi, untuk mengurangi sampah organik yang terbuang.
Namun tentunya pengurangan sampah organik oleh maggot BSF tersebut perlu didorong dengan adanya pemilahan sampah yang baik. Karena maggot hanya bisa memakan sampah organik saja, ia tidak bisa makan sampah nonorganik bahkan limbah B3.
Walaupun terlihat sebagai hewan yang kotor, maggot BSF ini tidak akan menjadi faktor pemicu penyakit untuk manusia. Selain karena mampu untuk mengurangi sampah organik, maggot juga bermanfaat sebagai pakan ikan.
Hal ini dikarenakan maggot BSF mengandung protein kasar, kalsium, fosfor dan kandungan lainnya. Maggot BSF mempunyai ukuran sekitar 0,3 cm sampai dengan 1,5 cm.
Tertarik melakukan budidaya maggot BSF? Jangan lupa juga untuk melakukan pemilahan sampah, ya!