• Kolom
  • BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #12: Perempuan Kedua di Dewan Kota Bandung

BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #12: Perempuan Kedua di Dewan Kota Bandung

Ayu Sangkaningrat terpilih menjadi anggota Dewan Kota Bandung. Bersama Emma Poeradiredja, Ayu Sangkaningrat disebut-sebut bisa membangun fraksi perempuan.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Raden Ayu Sangkaningrat mengucapkan terima kasih kepada Sangkaningrat Comite yang memperjuangkannya menjadi anggota Dewan Kota Bandung. (Sumber: Sipatahoenan, 15 Oktober 1938)

27 Juni 2023


BandungBergerak.idTanggal 4 Oktober 1938, Raden Ayu Sangkaningrat terpilih menjadi anggota Dewan Kota Bandung (Stadsgemeenteraad). Berita singkatnya saya baca dari Sipatahoenan edisi 4 Oktober 1938 berjudul “Istri Kadoea di Gemeenteraad” (perempuan kedua di dewan kota). Di situ dikatakan, “Koe lantaran taja deui candidat noe sedjen kana lowongan korsi R.P. Soenarjo, tadi poekoel dalapan geus dipoetoeskeun Raden Ajoe Sangakaningrat kapilih [verkezen] kana elid Stadsgemeenteraad” (Karena tiada lagi calon lain pengganti kursi R.P. Soenario, tadi pukul delapan telah diputuskan Sangkaningrat terpilih menjadi anggota Dewan Kota Bandung).

Maksud perempuan kedua oleh Sipatahoenan dijelaskan lagi Entjep, penjaga rubrik “Pangganggoeran”, dalam tulisan “Djadi Doea”. Kata Entjep, “Asal hidji, Mevr. Emma Poeradiredja, ajeuna geus opisil, Raden Ajoe [Sangkaningrat] oge kapilih kana lid gemeenteraad” (Asalnya satu, yaitu Emma Poeradiredja, sekarang secara resmi, Raden Ayu Sangkaningrat pun terpilih menjadi anggota dewan kota).

Selain membuat tenang, menurut Entjep, sekarang dua perempuan tersebut dapat membuat sebuah fraksi, misalnya untuk membangun fraksi perempuan di dewan kota (“Djaba ti eta, oepama rek ngabangoen fractie teh ajeuna mah moal fractie van een lid, tapi tjopelna geus djadi doea. Lamoen ieu mah, lamoen rek aja atawa ngajakeun vrouwlijke fractie”). Apalagi bila nanti anggota dewan lainnya King S. Natawijoga mengundurkan diri, dan penggantinya perempuan, maka posisi perempuan di dewan kota akan kian kuat.

Hal yang sama diumumkan surat kabar Pemandangan edisi 6 Oktober 1938 dengan tajuk “R.A. Sangkaningrat”. Pada awal berita dikatakan, “Dari Bandoeng dikawatkan oleh Aneta, bahwa dalam pemilihan baroe lagi maka njonja R. A. Sangkaningrat telah terpilih mendjadi anggota Gemeente Bandoeng”. Padahal sebelumnya, “R.A. Sangkaningrat pada waktoe pemilihan pertama tidak mendapatkan soeara tjoekoep banjak, hanja masoek pada candidaten jang haroes dipilih kembali (herstemming)”.

Seperti diwartakan Sipatahoenan, Sangkaningrat menjadi anggota dewan karena adanya lowongan sebab R. Pandji Soenario yang mengundurkan diri. Dengan demikian, kata Pemandangan, “Sekarang ini poeteri doeloe isterinja Regent Bandoeng, telah masoek dalam raad dari oesahanja Comite jang giat” dan “Dengan begitoe di Bindoeng ada anggota Gemeenteraad doea orang poeteri Boemipoetera, jalah njonja Emma Poeradiredja dan R.A. Sangkaningrat”.

Keberhasilan Sangkaningrat adalah karena adanya upaya komite yang mendukungnya. Kata Pemandangan, “Comite ini dengan nama ‘R.A. Sangkaningrat Comite’ menemoei leden jang telah terangkan dan minta siapakah diantara mereka soeka oendoerkan diri dari raad tsb soepaja R.A. Sangkaningrat dapat dimadjoekan sebagai satoe2nja candidaat”.

Dengan demikian, di balik terpilihnya Raden Ayu Sangkaningrat sebagai perempuan kedua yang menjadi anggota Dewan Kota Bandung dari kalangan bumiputra, ada proses yang terbilang panjang. Termasuk adanya upaya komite yang memperjuangkannya, yaitu “R.A. Sangkaningrat Comite’. Oleh karena itu, selanjutnya saya akan menelusuri dulu latar belakang keikutsertaan Sangkaningrat dalam dunia perpolitikan di Kota Bandung itu.

Proses Pemilihan Anggota Dewan

Raden Ayu Sangkaningrat mulai mengemuka dalam pemilihan anggota Dewan Kota Bandung pada bulan Juli 1938. Dalam Bataviaasch Nieuwsblad (22 Juli 1938) disebutkan R. Ajoe Oekon Sangkaningrat bersama R. Oebeh Wargakoesoemah, Ir. R.R. Soerjohadikoesoemo, R.P. Soenario, Abdoelrachim, Sabirin, R. Imbi Djajakoesoema, Djoko Said dan Sastrasoedirdjo termasuk ke dalam “Gecombineerde partijen” atau partai-partai gabungan, selain partai IEV, VC, IKP, CSP, Democratische Groep, Groep Wilden, Paguyuban Pasundan, Parindra, Tiong Hwa Hwee, Shiong Tie Hui, dan Wilde Groep.

Untuk pemilihan anggota dewan tanggal 8 Agustus 1938, dari kalangan bumiputra secara berurutan adalah sebagai berikut: Abdoelrachim, Atma di Nata, Brata Koesoema, Djajakoesoema, Djokosaid, Hasan, Kartasasmita, Moh. Enoch, Natawijogja, Emma Poerwadiredja, Poerwosoewardjo, Prawiradipoetra, Sabirin, R.A. Sangkaningrat, Sastrasoediredja, Soenario Soeparman, Soeriohadikoesoemo, Soesilotirtosoewirjo, Wargakoesoema dan Wazar (De Koerier, 1 Agustus 1938).

Sementara dari tulisan AB (“Verkiezing Gemeenteraad”, dalam Sipatahoenan, 23 Juli 1938), Sangkaningrat ditempatkan dalam Lijst Wildegroep dari PIPB, bersama R. Imbi Djajakoesoemah, Ir. Rooseno (Parindra), Abdoelrachim (Parindra), R. Wargakoesoemah (Vaib), Soenarjo (Parindra), Sastrasoedirdja (Parindra), Sabirin (SI Penjedar), dan Djokosaid (Parindra).

Penulis Kiezer Blok 90 (“Gara2 Pilihan Gemeenteraad” dalam Sipatahoenan, 23 Agustus 1938) mengaku bahwa ia yang tinggal di Blok 90 (Jalan Pagarsih) didatangi seorang propagandis Parindra untuk membawa pengumuman calon-calon yang diajukan partai tersebut, di antaranya Sangkaningrat. Namun, sayangnya menurut penulis, si propagandis bilang “da ari R.A. Sangkaningrat mah istri dipilih oge moal aja damelna” (sebab R.A. Sangkaningrat seorang perempuan, dipilih pun takkan ada kerjanya). Oleh karena itu, penulis menduga Sangkaningrat hanya dijadikan tumbal oleh Parindra, padahal tadinya sebagai anggota Copag (“njieun kedok ka djrg. Sangkaningrat toer tadina mah kapan andjeunna teh kanidat di Copag dina pilihan kahidji tg. 11 tea koe Parindara didjieun kanidat No. 1. Bisa jadi pang mantenna teu kapilih teh memang ngahadja ngan saoekoer didjieun kedok bae”).

Di sisi lain penulis yang mengatasnamakan dirinya “Sora ti Kaoem Iboe” melalui tulisannya (“Istri di Gemeenteraad”, dalam Sipatahoenan, 23 Agustus 1938) menyatakan saat itu di Bandung ada dua perempuan calon anggota dewan yaitu Emma Poeradiredja dan Raden Ayu Sangkaningrat. Agar keduanya berhasil, ia mangajak agar para pemilih mendukung keduanya (“Ieu candidaat istri teh soepados kenging korsi di raad, teu aja deui akalna, moeng kiezers Bandoeng kedah saoejoenan ngabaktikeun stemna”). Ia menyatakan demikian terutama kepada kaum laki-laki yang memiliki hak pilih, karena kaum perempuan tidak memiliki hak pilih (“Pikeun nembongkeun jen istri bangsa oerang hajang oeloebioeng  kana paparentahan, ieu kasempetan teh oelah dimomorekeun atoeh. Koe margi istri mah teu aja hak milih tea, djadi kaoem pameget kedah ngarodjong eta pamaksadan. Oepami ieu kasempetan henteu diaranggo, beuki telik bae pangharepan kana istri kenging hak milih teh”).

Hasil pemilihan untuk Raden Ayu Sangkaningrat antara lain mengemuka dalam tulisan “Nabetrachting” oleh Mh. K (dalam Sipatahoenan, 26 Agustus 1938). Katanya, hasilnya 4 kursi untuk Parindra, 2 kursi non-partai (R.P. Soenario dan Pasoendan), sehingga keterwakilan bumiputra di Gemeenteraad Bandung menjadi 6 Paguyuban Pasundan, 2 Parindra, dan 1 luar partai politik. Sementara Sangkaningrat yang diajukan oleh beberapa grup, yaitu Copag, Neutrale Groep, dan Parindra, hasilnya jauh dari ketiga grup tersebut (“Sapandjang noe kabandoengan Raden Ajoe Sangkaningrat teh diasrogekeunana koe sababaraha groep, djaba ti Copag djeung Neutrale Groep, dina herstemming oge koe Parindra. Tapi dina uitslagna, angka kekengingan andjeunna, djaoeh gandjorna ti noe tiloe”).

Memasuki September 1938, tersiar kabar bahwa setelah berkonsultasi dengan berbagai partai, khususnya Paguyuban Pasundan, Parindra, dan grup lainnya, Soenario memutuskan untuk mengundurkan diri dari keanggotannya sebagai anggota Dewan Kota Bandung. Maksudnya demi memberi ruang bagi Sangkaningrat menjadi anggota dewan, yang akan menjadi calon satu-satunya pada pemilihan tanggal 24 September 1938. Bahkan saat itu juga berkembang wacana untuk mengajukan satu calon dewan lagi dari kalangan perempuan atas permohonan Vereeniging voor Vrouwenrechten atau perhimpunan untuk hak-hak perempuan (De Locomotief, 13 September 1938).

Baca Juga: BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #11: Sajak Sunda untuk Mangkoe Nagoro VII dan Perhimpunan Istri Priyayi
BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #10: Tetirah di Eropa
BIOGRAFI RADEN AYU SANGKANINGRAT (1907-1944) #9: Anggota Komisi Sensor Film

Sangkaningrat Comite

Duduk soal mengapa Sangkaningrat terlambat menjadi anggota Dewan Kota Bandung dijelaskan oleh R. Mochamad Enoch dalam surat klarifikasinya bagi surat kabar Sinar Pasoendan yang dimuat kembali dalam Sipatahoenan edisi 28 September 1938. Dengan tajuk “Soerat Kiriman” bertitimangsa Bandoeng, 25 September 1938, Enoch dari sisi pandangan pribadinya, menyayangkan bahwa Sangkaningrat yang merupakan keturunan bupati Bandung dan Sumedang oleh salah satu grup atau perhimpnan ditempatkan pada nomor urut lima dalam pemilihan umum, padahal semula ada di nomor urut satu yang kemudian sempat diturunkan ke nomor empat (“Pohara djisim koering ngaraos toegenahna doemeh mantenna, hidji seke sekelr para Boepati Bandoeng djeung Soemedang, koe salah sahidji groep atawa pagoejoeban, anoe asalna ditetepkeun dina nomer 1 dina lijst, ditoeroenkeun djadi No.4, samalah dina pilihan anoe pangpandeurina mah dina NOMER LIMA”).

Mochamad Enoch ingin menunjukkan bahwa pihak yang semula mengaku akan menjunjung tinggi Sangkaningrat itu sesungguhnya hanya membodohi, dan tidak mempertimbangkan risiko yang harus ditanggungnya. Dengan keadaan demikian, ia punya gagasan agar Sangkaningrat dapat keluar dari partai-partai, sekaligus memutuskan pertaliannya. Oleh sebab itu, Enoch menemui ayah Sangkaningrat, yaitu pensiunan patih Sumedang, dan menyampaikan agar putrinya itu tidak mendapatkan kekecewaan. Akhirnya, atas persetujuan Sangkaningrat, berdirilah komite yang terdiri atas R. Rangga H. Prawirakoesoema, M. Rangga Amongpradja dan R. Rangga Sastraatmadja.

Teks Sundanya: “Djorodjoj bidjil emoetan, atoeh ana kitoe mah kaajaanana Raden Ajoe teh perloe kaloear tina eta tali partij, samalah saenjana mah koedoe oelah aja perhoeboengan naon-naon deui djeung partij-partij noe sedjen oge. Nja koengsi ngadeuheusan ramana, djoeragan Patih Soemedang pangsioen, magar kajakinan djisim koering sarta ngoemaha pibereseunana, sangkan Raden Ajoe oelah nepikeun ka meunang katoegenah di achirna. Kalajan karempagan koe Raden Ajoe Sangkaningrat, ngadeg hidji comite, anoe dibangoen koe para djoeragan anoe geus wangi asmana, nja eta: Rd. Rg.H. Prawirakoesoema, M.Rg. Amongpradja djeung Rd. Rg. Sastraatmadja”.

Adapun maksud pendirian komite itu adalah untuk mencabut perhubungan Sangkaningrat dengan berbagai partai dan berharap agar Sangkaningrat terpilih menjadi anggota Dewan Kota Bandung.

Dalam proses pengangkatan tersebut, Sangkaningrat mengalami kesedihan, karena ibunya, Raden Ayu Radjapermana, meninggal dunia. Sebagaimana diumumkan Sangkaningrat dari Bandung pada 3 Oktober 1938 (Sipatahoenan, 3 Oktober 1938), ia mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang turut berbela sungkawa atas wafatnya Raden Ayu Radjapermana (“Kalajan asmana djeng rama sareng sadaja para wargi koe djalan ieu advertentie, oendjoek sewoe noehoen ka sadaja para djoeragan djaler istri noe sami mintonkeun katresnan galih nalika poepoesna djeng ibu RADEN AJOE RADJAPERMANA”).

Di sisi lain, ia tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Sangkaningrat Comite yang sudah menunjukkan kinerja sangat baik dalam rangka memperjuangkannya menjadi anggota Dewan Kota Bandung (“Koe djalan ieu advertentie, djisim koering ngahatoerkeun noehoen ka ‘Sangkaningrat Comite’ noe parantos mintonkeun padamelanana ihtiar ngalebetkeun djisim koering djadi lid Gemeenteraad Bandoeng”). Hal ini antara lain ia ungkapkan dalam advertensi berjudul “Nganoehoenkeun” dalam Sipatahoenan edisi 15 Oktober 1938.

Namun, pada praktiknya, karena kondisi kesehatannya terganggu, Sangkaningrat hanya sebentar menjadi anggota Dewan Kota Bandung. Dalam Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie edisi 14 November 1939, Sangkaningrat disebutkan sudah melayangkan surat pengunduran dirinya kepada “college van B en W”. Motif yang melatari pengunduran diri sebagai anggota Dewan Kota Bandung itu adalah kondisi kesehatannya tidak memungkinkannya dapat menunaikan tugas-tugasnya. Dengan pengunduran diri tersebut, maka pencalonan penggantinya akan diselenggarakan pada 30 November 1939 dan pemilihannya pada pertengahan Desember 1939.

Menurut Pemandangan (16 November 1939), “Pada hari Rebo, 29 boelan ini gemeente Bandoeng akan memberi kesempatan oentoek memadjoekan kandidat anggauta gemeenteraad bangsa Indonesia oleh karena Raden Ajoe Sangkaningrat mengoendoerkan diri dari madjelis gemeente itoe”. Sementara pemungutan suara dan pemilihan ulangannya bila dipandang perlu akan dilakukan pada 21 Desember 1939 dan 3 Januari 1940. Kandidat dari Parindra yang diajukan sebagai pengganti Sangkaningrat adalah Dokter Soemini Moerdjani, dokter swasta di Bandung (Sipatahoenan, 29 November 1939).

Alhasil, Raden Ayu Sangkaningrat hanya sekitar setahun, terhitung sejak 4 Oktober 1938 hingga pertengahan November 1939, menjadi anggota Dewan Kota Bandung. Meski demikian, kegiatan sosialnya terus berlangsung. Misalnya ia terlibat sebagai salah seorang anggota Vereeniging tot Bescherming van Dieren cabang Bandung yang menjelang akhir tahun 1939 mendapatkan status badan hukumnya (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 27 Desember 1939). Namun, agaknya, karena kondisi kesehatannya dari waktu ke waktu terus memburuk, akhirnya, pada tanggal 10 Jugatsu 2604 (10 Oktober 1944) Sangkaningrat mengembuskan napas terakhirnya.

Kabar meninggalnya disiarkan surat kabar Tjahaja edisi 11 Jugatsu 2604 (“R. Ajoe Sangkaningrat Poelang ke Rachmatoelllah”). Di situ dikatakan, “Kemarin petang kira poekoel 4 R. Ajoe Sangkaningrat (Djoeag Oekon) telah poelang ka Rahmatoellah di Kromhoutweg, Bandoeng”. Konon, penyebab kematiannya adalah penyakit asma yang dideritanya sejak berumur 20 tahun atau setahun setelah menikah dengan Wiranatakoesoemah (“Sedjak kira 20 tahoen beliau menderita penjakit asma”) dan pernah dua kali ke Eropa dua kali dalam rangka mengobati penyakitnya (“Oentoek kesehatannja pernah doea kali pergi ke Eropah”).

Jenazah Raden Ayu Sangkaningrat kemudian dipindahkan dari rumahnya di Kromhoutweg ke Kepatihan (“Kemarin sore djenazah beliau diangkat ke Kepatihan”), dan dimakamkan pada sekitar pukul 16.30, di permakaman keluarga bupati Bandung, yaitu Karanganyar (“Poekoel 4.30 akan dimakamkan ditempat pemakaman Ketoeroenannja, Karanganjar”).

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//