• Nusantara
  • Bertahun-tahun Pembangunan Jawa Barat Cenderung Kotasentris

Bertahun-tahun Pembangunan Jawa Barat Cenderung Kotasentris

Pada masa sebelum Ridwan Kamil dan Uu Ruhzanul Ulum, pembangunan Jawa Barat sudah kotasentris. Bertahan sampai kedua pasangan tersebut habis masa jabatannya.

Dua murid SDN Cibungur Kelas Jauh di Kampung Cijuhung sedang menunggu jemputan perahu di Waduk Cirata. (Foto: Dini Putri/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana11 September 2023


BandungBergerak.idMasa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Uu Ruhzanul Ulum resmi berakhir setelah menjabat selama lima tahun (2018-2023). Bagaimana jejak pembangunan pasangan ini? Analisa menunjukkan pembangunan di Jawa Barat masih kotasentris. Pembangunan lebih banyak terjadi di kota daripada di desa.

Saat ini, provinsi Jawa Barat dipimpin Penjabat Gubernur Jabar Bey Machmudin sampai terselenggaranya Pilgub Jabar dalam Pemilu serentak 2024. Pilgub Jabar tentunya diharapkan menghasilkan pasangan gubernur dan wakil gubernur yang mampu memajukan desa-desa di Jawa Barat, tidak hanya perkotaan.

Untuk memotret laju pembangunan di Jawa Barat, kita bisa data-data makro yang diklaim sebagai kemajuan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat selama dipimpin Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum. Misalnya, Laju Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jabar seperti tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 mencapai 49,04 juta per kapita. Naik sejak 2018 sebesar 40,27 juta per kapita (naik 8,77 juta).

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada 2018 sebesar 71,3 menjadi 73,12 pada akhir 2022. Efisiensi anggaran (unit cost per 1 poin kenaikan IPM) Jabar diklaim paling juara dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jabar Iendra Sofyan mengatakan keberhasilan itu di antaranya didukung banyak inovasi dan kolaborasi erat antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan kabupaten/kota.

"Inovasi bukan hanya aplikasi, tetapi banyak hal baru dan pembaruan yang dibuat ternyata berdampak positif bagi masyarakat. Inovasi tidak perlu hal baru, tetapi memperbaiki yang sudah ada sehingga menjadi cepat dan berdampak jauh lebih baik," ujar Iendra, dikutip dari laman resmi, Senin 21 Agustus 2023. 

Namun diakui juga bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam beberapa tahun mendatang.

Pembangunan yang Kotasentris

Pembangunan Jawa Barat yang cenderung kotasentris atau lebih menumpuk di perkotaan sebenarnya terjadi sejak sebelum pasangan Riwan Kamil dan Uu Ruzhanul Ulum terpilih dalam Pilgub Jabar 2018. Hanya saja pola ini masih terus bertahan sampai sekarang.

Dalam kajian ilmiah yang dilakukan Rosdiana (Universitas Siliwangi, 2020), disebutkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup (kesehatan), melek huruf, pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. Rendah nilai IPM suatu daerah menandakan rendahknya kualitas sektor-sektor tersebut.

Rosdiana memaparkan data IPM perkotaan di Jawa Barat dalam kurun 2016-2018. IPM Kota Bandung mengalami peningkatan tertinggi dari tahun ke tahun. Pada 2016, IPM Kota Bandung 80,13 persen dan pada 2018 menjadi 81,06 persen. Kota dengan IPM tertinggi kedua dan ketiga adalah Kota Bekasi dan Kota Depok.

Kota dengan IPM terendah pada tahun 2016 adalah Kota Banjar, yakni 70,09 persen. Pada 2018 IPM Kota Banjar menjadi 71,25 persen. Tahun ini menurut BPS IPM Kota Banjar 72,55. Gambaran perbandingan pencapaian IPM di Kota Bandung dan Kota Banjar menjadi sebuah perbandingan yang kontras.

“Fenomena ini secara tidak langsung menggambarkan adanya kesenjangan yang cukup lebar dalam hal pembangunan ekonomi dan sosial antar wilayah di perkotaan Provinsi Jawa Barat,” tulis Rosdiana, dalam kajian ilmiah berjudul “Analisis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Perkotaan Jawa Barat Periode 2014-2018”, diakses Senin, 11 September 2023.

Dua murid SDN Cibungur Kelas Jauh di Kampung Cijuhung sudah pulang sekolah. (Foto: Dini Putri/BandungBergerak.id)
Dua murid SDN Cibungur Kelas Jauh di Kampung Cijuhung sudah pulang sekolah. (Foto: Dini Putri/BandungBergerak.id)

Dengan demikian, Rosdiana merekomendasikan perlu dipikirkan upaya-upaya yang lebih intensif untuk mengurangi kesenjangan ini. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui pengembangan infrastruktur dan ekonomi berbasis lokal.

Data yang disajikan Rosdiana juga pararel dengan data BPS antara 2020-2022. Jawa Barat dengan 27 kabupaten/kota memiliki nilai IPM 73,12 persen pada 2022. Dengan rincian, IPM tertinggi dipegang perkotaan yaitu Kota Bandung 82,50 persen, Kota Bekasi 82,46 persen, Kota Depok 81,86 persen.

Angka tersebut jomplang jika dibandingkan dengan IPM kabupaten-kabupaten di Jawa Barat. Sebagai contoh, kabupaten Tasikmalaya dengan IPM 66,84, Kabupaten Garut (67,41), dan Kabupaten Cianjur (65,94 persen) sekaligus sebagai kabupaten dengan IPM terendah.

Rosdiana mengungkapkan, dalam pembangunan manusia tidak hanya meliputi dimensi kesejahteraan saja melainkan terkait juga dengan meningkatkan kapasitas dasar manusia melalui akses terhadap pendidikan dan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin.

“Adalah merupakan kewajiban pemerintah untuk menyediakan barang publik,” tulis Rosdiana.

Baca Juga: Ridwan Kamil ke Amerika Serikat Membahas Energi Terbarukan, Ini Catatan Miris Lingkungan Jawa Barat
Jawa Barat Mendulang Investasi Asing, Untung atau Buntung?
Beyond Anti Corruption Membeberkan Bukti-bukti Dugaan Manipulasi Tender Konten Masjid Al Jabbar yang Dilaporkan ke Kejagung RI

Faktor pendidikan dan kesehatan erat kaitannya dengan penganggaran oleh pemerintah daerah. Sejauh mana komitmen pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan dapat dilihat dari besaran alokasi anggaran untuk kedua sektor ini.

“Dalam melihat tingkat Indeks Pembangunan Manusia di suatu daerah kita harus melihat alokasi pengeluaran daerahnya, apakah pengeluaran daerah tersebut efektif dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada suatu daerah. Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan sangat erat kaitannya dengan Indeks Pembangunan Manusia, semakin tinggi angka murid yang melanjutkan ke perguruan tinggi semakin besar peluang untuk memperoleh lapangan pekerjaan dan mempunyai keahlian sehingga berkurangnya angka pengangguran dan meningkatkan produktifitas serta mensejahterakan masyarakat,” papar Rosdiana.

Rosdiana menyatakan, dengan melihat kenyataan angka IPM di Perkotaan Provinsi Jawa Barat maka peran dan tanggung jawab yang diemban pemerintah daerah menjadi semakin penting. Pemda Jabar maupun pemerintah kabupaten kota dituntut harus mampu untuk melakukan fungsi alokasi atas semua sumber daya dan dana yang dimiliki daerah untuk meningkatkan seluruh kebutuhan pelayanan publik sehingga tercapai kesejahteraan sosial masyarakat.

“Tentunya dalam hal ini yang menjadi prioritas adalah pelayanan publik menyangkut sektor pendidikan, kesehatan dan perekonomian yang menjadi inti dari konsep pembangunan manusia,” tulis Rosdiana.

Ketertinggalan pembangunan di Jawa Barat dirasakan Pemerintah Kabupaten. Bupati Garut Rudy Gunawan mengungkapkan kabupaten yang dipimpimpinnya memiliki banyak prestasi. Akan tetapi, imbuh Rudy, Kabupaten Garut dihadapkan beberapa masalah seperti Indeks Pembangunan Manusia hingga pendapatan per kapita yang masih di bawah rata-rata nasional dan Provinsi Jawa Barat.

Menurut Rudy, meskipun Kabupaten Garut memiliki IPM yang rendah, pendapatan per kapita yang relatif kecil, bahkan memiliki masyarakat yang dengan kualifikasi miskin ekstrem, ia mengajak semua pihak di momentum Harkitnas ke-115 ini untuk bangkit. 

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//