Perebutan Pengaruh Partai Politik Berhaluan Agama dan Nasionalis di Jawa Barat Menjelang Pemilu 2024
Jawa Barat sebagai kantong suara Pemilu 2024 terbesar secara nasional. Dalam sejarah, partai politik dengan berbagai haluan ideologi selalu saling mengalahkan.
Penulis Iman Herdiana22 September 2023
BandungBergerak.id - Warga Jawa Barat tidak lama lagi terlibat dalam Pemilu 2024 serentak, mulai dari Pilpres, Pileg, dan Pilkada (Pilgub, Pilwalkot, dan Pilbup). Provinsi dengan sekitar 50 juta jiwa penduduk ini akan kembali menjadi peta perebutan suara bagi partai politik Islam dan nasionalis.
Dalam sejarah, tidak ada satu pun partai politik yang mutlak menguasai peta Jawa Barat setiap pemilu. Partai pemenang Pilgub Jabar juga bukan berarti sebagai partai dengan suara terbanyak. Meski demikian, perebutan suara paling sengit selalu terjadi antara dua haluan politik, yakni partai berbasis massa agama (Islam) dan nasionalis.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar Rifqi Ali Mubarok menyebutkan sedikitnya 35,7 juta calon pemilih Jawa Barat akan mengikuti pesta demokrasi lima tahunan ini. Menurut Rifqi, jumlah pemilih di Jabar merupakan yang terbesar secara nasional.
Karena itu, kata Rifqi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memberikan perhatian khusus pada Jawa Barat, terutama terkait ancaman hoaks dan politik identitas yang relatif tinggi setiap tahun politik.
Namun ia yakin, Pilpres, Pileg dan Pilkada 2024 di Jabar bakal berjalan aman, lancar, dan sukses. Hal itu berkaca pada pelaksanaan Pilpres 2019 dan Pilkada 2020.
"Kami yakin Pilpres dan Pilkada Jabar 2024 akan berjalan sukses," ujar Rifqi Ali Mubarok, dikutip dari siaran pers, Jumat, 22 September 2023.
Peta Pemilu Jawa Barat
Fauzan Ali Rasyid memetakan orientasi politik masyarakat Jawa Barat dalam buku “Pasang Surut Partai-partai Islam di Jawa Barat pada Pemilu 1955-2004” (Sentra Publikasi Indonesia, Bandung, 2020). Pemilu 1955 sering disebut sebagai pemilu paling demokratis karena diikuti oleh banyak partai politik yang mengusung berbagai ideologi.
Peraih suara terbanyak pada Pemilu 1955 di Jawa Barat adalah Masyumi yang berhasil mengumpulkan 26,5 persen, disusul oleh PNI dengan persentase 22,1 persen, PKI (10, 9 persen), NU (9,7 persen), serta PSII dan Perti (masing-masing 5,7 persen).
Jika dijumlahkan, Fauzan menyatakan porsentase perolehan suara keseluruhan partai-partai Islam pada pemilu 1955 di Jawa Barat adalah 41,9 persen.
“Walaupun angka ini belum dapat menempatkan partai-partai Islam tersebut sebagai peraih mayoritas, tetapi dengan melihat persentase yang cukup tinggi bahkan kurang lebih sama dengan persentase secara nasional, hal ini menunjukan bahwa aspek ke-Islam-an merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan politik di Jawa Barat, khususnya pada masa itu,” tulis Fauzan.
Fauzan menganalisa keberhasilan PNI memperoleh suara terbanyak kedua setelah Masyumi. Selisih suara kedua parpol legendaris ini tidak terlalu jauh. Hal ini memberikan indikasi bahwa pada masa-masa itu di samping aspek-aspek ke-Islam-an, wawasan nasionalisme juga cukup berpengaruh dalam percaturan politik di Jawa Barat.
“Dari hasil yang diraih dari masing-masing partai, terlihat bahwa Masyumi dan PNI merupakan kekuatan politik utama di Jawa Barat ketika itu. Bahkan jika dibandingkan dengan perolehan suara partai lainnya, kedua partai ini cukup dominan,” katanya.
Memang secara nasional NU dan PKI menduduki urutan ketiga dan keempat dengan persentase perolehan suara masing-masing 18,4 dan 16,3 persen. Namun di Jawa Barat keduanya dapat dikatakan tidak memiliki popularitas sebesar yang diraihnya secara nasional.
Fauzan menyebut ormas keagamaan Persatuan Islam (Persis) yang didirikan di Bandung pada tahun 1920-an memiliki peran kuat di Jawa Barat. Persis awalnya bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial keagamaan, tetapi dalam perkembangan selanjutnya terjun pula ke dunia politik. Pada masa Jepang dan pascakemerdekaan, Persis bergabung dalam Masyumi.
Pemilu 1971
Berikutnya, Pemilu 1971 digelar. Pemilu pertama dalam era Orde Baru ini amat mencolok dibandingkan dengan Pemilu 1955. Hal ini terlihat dari jumlah partai peserta pemilu yang hanya 10 partai tanpa diikuti oleh Masyumi, PSI dan PKI.
“Masyumi dan PSI dibubarkan oleh Presiden Sukarno karena banyak anggotanya yang terlibat dalam pemberontakan daerah (PRRI, Permesta), sedangkan PKI dibubarkan oleh Pengemban Surat Perintah Sebelas Maret Presiden RI Soeharto terkait G-30-S,” terang Fauzan.
Pada Pemilu 1971, hasil pemilu di Jawa Barat dimenangkan Golkar yang mengumpulkan 7.625. 797 (76,12 persen) dari 10.017.708 suara sah. Golkar sekaligus meraih suara mayoritas di Jawa Barat.
Partai berikutnya, NU yang meraih 1.310.679 (13,08 persen); Parmusi (399.730/3,99 persen); PSII (304.989/3,04 persen); dan PNI (172.551/1,72 persen). Lima partai lainnya, yaitu Perti, Perkindo, Partai Katholik, Murba, dan IPKI hanya mampu meraih suara masing-masing 55.315, 12.013, 40.679, 10.042, dan 69.913 suara yang jika raihan suara kelima partai itu dijumlahkan hanya 2,05 persen.
Dengan kata lain, kemenangan Golkar di Jawa Barat telah memberikan kontribusi cukup besar terhadap proses kelahiran Orde Baru. Dalam Pemilu 1971, di samping tampilnya Golkar sebagai kekuatan baru, NU pun berhasil memperbaiki pamornya baik di antara sesama partai Islam maupun dalam perolehan suara secara keseluruhan.
Di antara partai-partai Islam, NU berhasil menempati posisi teratas sedangkan dalam perolehan suara secara keseluruhan NU menduduki peringkat kedua setelah Golkar. Persentase perolehan suara NU juga meningkat jauh lebih besar dibandingkan Pemilu tahun 1955.
Baca Juga: Jawa Barat Lumbung Suara Pemilu 2024, Jumlah Pemilih Terbanyak Kabupaten Bogor
Kesuksesan Pemilu di Kota Bandung tidak Bisa Diukur dengan Angka Partisipasi Pemilih saja
Partai-partai Baru Berhaluan Kanan Berebut Calon Pemilih di Bandung Raya
Pemilu 1977
Selanjutnya, Pemilu 1977 menandai semakin kuatnya rezim Orde Baru. Jumlah parpol disederhanakan menjadi tiga, yakni Golkar, PPP, dan PDI. PPP merupakan fusi dari partai-partai Islam (NU, PSII, Perti, dan Permusi). Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakan gabungan dari PNI, IPKI, Murba, Perkindo, dan Partai Katholik.
Pascareformasi, partai penguasa di Jawa Barat terus berganti. Khoiruddin Muchtar dan Aliyudin dalam artikel ilmiahnya memaparkan bahwa di daerah ini tidak pernah ada satu parpol pun yang menguasai secara mutlak. PDI Perjuangan pernah menang, beriktunya kemenangan diraih Partai Demokrat.
Kedua penulis dari UIN SGD Bandung tersebut menguraikan Jawa Barat merupakan suatu daerah yang memiliki potensi besar untuk mendulang suara pemilih. Posisi Gubernur Jawa Barat sangat diperhitungkan oleh semua partai politik, karena diprediksi akan menyokong keberadaan partai pendukung tersebut.
“Uniknya, Parpol pemenang Pemilu di Jawa Barat belum tentu bisa memenangkan calon yang diusungnya,” tulis Khoiruddin Muchtar dan Aliyudin, dalam artikel ilmiahnya memaparkan bahwa di dalam artikel berjudul “Public Relations Politik Partai Keadilan Sejahtera dalam Pemilukada Jawa Barat” di Communicatus: Jurnal Ilmu Komunikasi (2019).
Pascareformasi PKS menempati peta tersendiri dalam sejarah politik Jawa Barat. Partai berhaluan Islam moderat ini berhasil mengusung dan menempatkan kadernya menjadi Gubernur Jawa Barat selama dua periode berturut-turut. Padahal PKS bukan partai pemenang dalam dalam Pemilu Legislatif di Jawa Barat. PKS hanya menempati urutan keempat raihan suara terbanyak pada Pemilu Legislatif 2014 untuk DPR wilayah di Jawa Barat.
“Fenomena tersebut mengisyaratkan bahwa semua calon yang diusung partai politik memiliki peluang dan kesempatan yang sama tergantung dari kemampuan dalam membangun komunikasi dan jaringan dengan tokoh dan masyarakat Jawa Barat,” terang kedua penulis.
* Simak tulisan-tulisan lain Iman Herdiana, atau tulisan-tulisan menarik tentang politik dan Pemilu 2024