• Berita
  • Krisis Iklim belum Menjadi Agenda Prioritas Partai Politik

Krisis Iklim belum Menjadi Agenda Prioritas Partai Politik

Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara dengan penduduk terbanyak yang tidak percaya pada pemanasan global.

Anak-anak muda, Sahabat Walhi Jabar, mahasiswa, dan aktivis menggelar aksi dan diskusi merayakan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin, 5 Juni 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana29 September 2023


BandungBergerak.idTahun politik menjadi momentum untuk menguatkan isu lingkungan di kalangan generasi muda dan masyarakat pada umumnya. Saatnya perubahan iklim jadi agenda penting pemangku kebijakan dan mendapat perhatian publik yang lebih besar. Meski demikian, isu lingkungan selama ini kurang mendapatkan perhatian serius dari partai-partai politik.

Dari berbagai kajian, diprediksi pemilih dari generasi milenial dan Z akan mendominasi perolehan suara di Pilkada Pemilu 2024. Dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu Serentak 2019, ada 17.501.278 pemilih berusia 20 tahun, sedangkan yang berusia 21-30 tahun sebanyak 42.843.792 orang. Untuk pemilu 2024, jumlah pemilih milenial dan generasi Z diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 60 persen dari total suara. Mereka akan jadi penentu kebijakan di masa depan.

Di lain sisi, survei YouGov menunjukkan, Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara dengan penduduk terbanyak yang tidak percaya pada pemanasan global. Fakta ini ditemukan dalam survei yang digelar dari 30 Juli hingga 24 Agustus 2020 terhadap 26.000 responden dari 25 negara.

Survei lain dirilis Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fisipol UGM Maret 2023 lalu menemukan sejumlah paradoks. Mayoritas mahasiswa di Indonesia menganggap isu perubahan iklim bukan prioritas pertama untuk ditangani lewat kebijakan pemerintah.

Survei dilakukan terhadap lebih dari 1.000 mahasiswa di 22 perguruan tinggi di berbagai daerah di Indonesia. Hasilnya, mayoritas mahasiswa menyatakan terpapar dengan isu perubahan iklim dan menganggap perubahan iklim atau climate change berdampak buruk bagi masa depan mereka.

Namun saat ditanya apakah isu perubahan iklim menjadi prioritas untuk ditangani pemerintah lewat kebijakan, ternyata jawabannya tidak. Isu perubahan iklim bertengger di urutan keempat isu prioritas yang harus ditangani pemerintah. Mayoritas responden menganggap prioritas pertama yang harus ditangani yakni terkait dengan penanggulangan kemiskinan, disusul isu korupsi di urutan kedua, dan isu kesenjangan ekonomi di urutan ketiga.

Hal serupa terjadi di kalangan politikus. Isu lingkungan khususnya perubahan iklim kurang menjadi perhatian partai-partai politik.

Ketua The Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ) Joni Aswira mengatakan, menjelang penyelenggaraan Pemilu pemberitaan media lebih banyak bicara “gimmick” politik. Sementara isu dan gagasan politik tidak banyak dibicarakan. Padahal, kata Joni, tahun politik jadi waktu yang tepat untuk menagih janji dan komitmen mereka yang akan menduduki jabatan publik.

“Harapannya, isu lingkungan dan perubahan iklim menjadi perhatian bersama dan bisa menjadi perbincangan serta agenda yang diusung oleh para kandidat capres, pilkada maupun pileg yang akan bertarung di Pemilu 2024,” kata SIEJ Joni Aswira, diktuip dari siaran pers yang diterima BandungBergerak.id, Jumat, 29 September 2023.

Berangkat dari kondisi ini, SIEJ atau  Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia didukung oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat, membuka rapat dengar pendapat antara jurnalis, jurnalis warga, penyelenggara pemilu, politikus muda, dan pengamat politik. Kegiatan ini berlangsung di Hotel Savoy Homann, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Rabu, 27 September 2023.

Kegiatan ini diikuti oleh 20 jurnalis dan jurnalis warga yang mengikuti pelatihan sehari sebelumnya. Jurnalis di Bandung juga diundang dalam rapat dengar pendapat ini. Kegiatan di Bandung ini merupakan rangkaian terakhir dari kegiatan serupa yang digelar di Sorong, Kupang, Medan, dan Surabaya.

Rapat dengar pendapat di Bandung ini menghadirkan pembicara antara lain Ketua Fraksi PKS DPRD Jawa Barat Haru Suandharu, Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Furqan AMC. Selain itu hadir pula Ketua Divisi Sumber Daya Manusia dan Penelitian Pengembangan KPU Jabar Abdullah Syafi’i dan Kepala Bagian Hukum, Humas, dan Data Informasi Bawaslu Jawa Barat Andhika Pratama, pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Firman Manan, dan jurnalis senior Nursyawal.

Menurut Joni, salah satu upaya menguatkan isu lingkungan bisa dilakukan dengan memperkuat literasi media mengenai masalah iklim dan lingkungan di berbagai daerah yang melibatkan media arus utama, media komunitas maupun para pemuda pegiat konservasi di daerah. Kemampuan menggunakan platform media baru untuk mengangkat masalah iklim dan lingkungan di wilayah mereka menjadi penting dilakukan.

Media dan jurnalis harus menjadi mitra kolaboratif pemuda untuk aksi iklim. “Penting untuk memberi lebih banyak ruang untuk suara pemuda di media. Mereka harus didorong untuk menjadi pemimpin opini, mewakili berbagai komunitas untuk bersuara dan menuntut komitmen iklim dari politisi di wilayahnya masing-masing,” ujar Joni.

Aktivis lingkungan dari kalangan pelajar dan mahasiswa menggelar aksi krisis iklim dan sampah plastik di kawasan CFD Dago, Bandung, 17 September 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Aktivis lingkungan dari kalangan pelajar dan mahasiswa menggelar aksi krisis iklim dan sampah plastik di kawasan CFD Dago, Bandung, 17 September 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Kertas dan Pohon

Ketua Bidang SDM dan Litbang KPU Jabar Abdullah Syafii’i mengatakan, sebagai provinsi dengan jumlah pemilih terbasar, Jawa Barat harus mencetak 1,2 miliar surat suara. Padahal menurut riset, 1 rim kertas perlu menebang 1 pohon. “Berapa pohon yang harus ditebang,” katanya.

Meski penyelenggaraan Pemilu belum berlangsung seluruhnya secara elektronik, akan tetapi KPU sudah mengakomodir keberpihakan pada lingkungan hidup pada setiap tahapan Pemilu. “E-voting memang belum jadi keputusan, tapi nanti kami laksanakan e-rekapitulasi,” kata Abdullah Syafii’i.

Sementara itu, Ketua Fraksi PKS DPRD Jawa Barat Haru Suandharu mengakui, persoalan lingkungan di Jawa Barat cukup besar. Mulai soal sampah, krisis air bersih, perubahan iklim, kualitas udara, deforestasi, kerusakan lingkungan pantai, konflik sumber daya alam, dan pengurangan biodiversitas.

Haru mengatakan, perlu kolaborasi pentahelix untuk menangani persoalan lingkungan. Pemerintah, dunia usaha, akademisi, media, dan masyarakat perlu ikut serta.

“Saatnya beralih pada pendekatan pembangunan yan mengedepankan keberlanjutan lingkungan,” katanya.

Ketua DPP PSI Furqan AMC mengatakan, saatnya teman-teman aktivis dan jurnalis menunggangi pemilu. “Saatnya memanfaatkan Pemilu untuk perubahan,” katanya.

Kalau hanya didiskusikan, persoalan lingkungan tidak akan selesai. Furqan berpendapat, perlu pemetaan pemangku kepentingan di persoalan lingkungan ini. Masing-masing bisa memilih perannya masing-masing. Semua aksi itu kemudian harus disinergikan. “Tinggal pastikan siapa yang bisa merajut,” katanya.

Baca Juga: Seruan Darurat Iklim dari Jalanan Kota Bandung
Pemuda Bandung Menuntut Tindakan Nyata Pemerintah dalam Mengurangi Dampak Krisis Iklim
Menyoal Iklim yang Pelik

Bukan Prioritas

Pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Firman Manan mengatakan, saat ini partai politik berorientasi pada pasar atau pemilih. “Apa yang diinginkan pasar jadi orientasi partai. Mayoritas bicara ekonomi, bukan lingkungan,” katanya.

Inilah yang menurut Firman menyebabkan tidak banyak partai politik yang menjadikan lingkungan sebagai isu prioritas. “Pada akhirnya potensinya tidak banyak yang akan meletakkan lingkungan sebagai isu prioritas. Mereka akan bicara soal ekonomi,” katanya.

Di sisi lain, Juru Bicara Kedutaan Amerika Serika Michael Quinlan mengatakan, perubahan iklim merupakan isu paling mendesak saat ini. “Menjadikan isu ini sebagai prioritas dalam wacana publik sangat penting, terutama mengingat banyaknya hal yang riskan pada tahun yang penting ini,” katanya.

Ia mengutip penelitian terbaru yang dilakukan oleh yayasan Cerah Indonesia. Laporan tersebut mengamati laporan berita yang diterbitkan antara Januari 2019 sampai Maret 2023. Laporan tersebut menunjukkan, sebagian besar partai politik belum measukkan perubahan iklim atau transisi energi ke dalam platform mereka.

“Sebagai jurnalis Anda memiliki kesempatan istimewa untuk memberikan informasi kepada masyarakat di Jawa Barat tentang dampak perubahan iklim terhadap lingkungan, perekonomian, dan masyarakat, serta membentuk opini publik, dan mendorong pembicaraan seputar perubahan iklim,” tuturnya.

Ia menambahkan, pers yang bebas adalah pilar inti demokrasi, dan ketika media dapat menyelidiki suatu permasalahan dan menyampaikan informasi penting ke publik, maka masyarakat akan berkembang.

* Simak tulisan-tulisan lain Iman Herdiana, atau tulisan-tulisan lain tentang Krisis Iklim dan Pemilu 

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//