• Nusantara
  • Kontestasi Pemilu 2024 di Jawa Barat Memperebutkan 1.506 Kursi DPR dan DPRD

Kontestasi Pemilu 2024 di Jawa Barat Memperebutkan 1.506 Kursi DPR dan DPRD

Pelanggaran dan kecurangan pemilu akan memicu ketidakpercayaan rakyat pada pemerintahan.

Diorama Rumah Pintar Pemliu KPU Provinsi Jawa Barat di Bandung, Rabu (8/6/2022). Tahapan pemliu dimulai 14 Juni 2022. Ditetapkan biaya tahapan sampai pelaksanaan pemilu 2024 yaitu Rp 76,6 triliun rupiah. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana6 Oktober 2023


BandungBergerak.id - Persiapan Pemilu 2024 di Jawa Barat saat ini memasuki tahapan penyusunan Daftar Calon Tetap (DCT) yang dimulai 3 Oktober 2023 hingga 4 November 2023 mendatang. Di sisi lain, persiapan infrastruktur dan logistik pemilu terus dilakukan. Salah satu yang perlu diantisipasi dalam pesta demokrasi terbesar nasional ini adalah kecurangan pemilu.

Ketua KPU Provinsi Jawa Barat Ummi Wahyuni mengatakan, jumlah kursi yang akan dijadikan ajang kontestasi di Jawa Barat sebanyak 91 kursi untuk DPR RI, 120 kursi untuk DPRD Provinsi, dan 1.295 kursi untuk DPRD Kabupaten/Kota. Sehingga bila ditotal mencapai 1.506 kursi.

Sementara penduduk Jawa Barat yang memegang hak pilih sebanyak 35.714.901 jiwa. Hal itu menandakan bahwa provinsi ini sebagai wilayah dengan jumlah pemilih terbesar di Indonesia. Jika dibandingkan dengan jumlah pemilih 2019 yang mencapai 33.376.905 ada pertambahan jumlah pemilih sekitar 2.337.996. 

“Sebagai wilayah dengan pemilih terbanyak, maka suksesnya Pemilu 2024 di Jawa Barat adalah kerja Bersama,” kata Ummi Wahyuni, dikutip dari siaran pers KPU Jawa Barat yang diakses Jumat, 6 Oktober 2023.

Selanjutnya, Ummi menjelaskan bahwa jumlah daerah pemilihan (dapil) di Jawa Barat tersebar 11 dapil untuk pemilihan DPR RI, 15 dapil untuk DPRD Provinsi, dan 153 dapil yang tersebar di 27 Kabupaten/Kota. Selebihnya Ummi menjabarkan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Jawa Barat mencapai 140.457 yang tersebar di 627 Kecamatan dan 5.957 Desa/Kelurahan. 

“Sebagai penyelenggara Pemilu tentu pekerjaan ini tidak dapat dilakukan sendiri. Butuh dukungan sarana dan prasarana, serta sinergitas Bersama-sama untuk mewujudkan Pemilu yang berkualitas di Jawa Barat,” tutur perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua KPU Provinsi Jawa Barat itu.

Baca Juga: Penghapusan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dalam Pemilu 2024 Bertentangan dengan Prinsip Pemilu
Perebutan Pengaruh Partai Politik Berhaluan Agama dan Nasionalis di Jawa Barat Menjelang Pemilu 2024
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Memutuskan Menunda Pemilu 2024, Demokrasi dalam Bahaya

Mewaspadai Kecurangan Pemilu

Salah satu hal yang harus diantisipasi dalam pemilu adalah praktik kecurangan dan pelanggaran. Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN SGD Bandung Mahi M. Hikmat mengatakan, berkaca dari pemilu sebelumnya selalu terdapat sejumlah pelanggaran dan kecurangan. Berdasarkan Laporan Kinerja Akhir Tahun 2018, sepanjang 2018, DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) menerima 490 aduan yang terdiri dari 333 aduan terkait Pilkada 2018 dan 157 aduan terkait Pemilu 2019.

Dari jumlah itu, DKPP telah menyidangkan serta memutus 280 perkara yang melibatkan 812 penyelenggara pemilu, di antaranya, 348 orang dijatuhi sanksi teguran tertulis, 79 orang anggota KPU diberhentikan secara tetap, dan 15 orang diberhentikan dari jabatan ketua (DKPP, 2019).

Mahi juga mebeberkan data kecurangan Pemilu 2019 di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Hingga selesainya pemungutan suara, terdapat 114 putusan pidana pelanggaran Pemilu 2019. Sebanyak 106 putusan sudah dinyatakan inkracht, sedangkan 8 putusan lainnya dalam proses banding.

“Tentu, data tersebut akan lebih banyak jika up date terbaru dilakukan, baik oleh DKPP maupun Bawaslu,” tulis Mahi, dalam jurnal berjudul “Urgensi Partisipasi Gerakan Sosial Mahasiswa dalam Peningkatan Kualitas Pemilu 2024”.   

Ia menegaskan, kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu harus diperangi dan dikikis habis karena merusak demokrasi. Penyelenggaraan pemilu yang teramat mahal, sangat sia-sia jika hasilnya melahirkan ketidakpuasan dan kegamangan rakyat pada para pemimpin yang ditetapkan terpilih. Kondisi tersebut akan mendorong makin meluasnya ketidakpercayaan rakyat pada pemerintahan.

“Padahal, esensi demokrasi adalah menguatkan kepercayaan rakyat pada pengelola pemerintahan. Keterlibatan rakyat dalam pengambilan keputusan strategis, baik secara langsung atau pun perwakilan untuk menunjukkan bahwa pengelola pemerintah an adalah rakyat. Namun, ketika rakyat terlalu banyak, maka para wakil rakyatlah yang mengelola Pemerintahan dengan landasan pokok kepercayaan,” paparnya.

* Mari membaca tulisan-tulisan lain Iman Herdiana, atau artikel tentang Pemilu 2024

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//