Berkaca dari Usaha ITB, Kampus Bisa Apa di Tengah Krisis Sampah?
ITB merupakan kampus yang mengusung misi ramah lingkungan. Meski demikian, pengelolaan sampah di ITB masih pekerjaan rumah. Kampus lain perlu berkaca.
Penulis Iman Herdiana12 Oktober 2023
BandungBergerak.id - Tempat pembuangan sampah untuk wilayah Bandung Raya TPA Sarimukti terus-menerus diterpa masalah. TPA di Kabupaten Bandung Barat ini sebenarnya sudah lama mengalami kelebihan muatan. Namun karena belum ada lagi TPA yang baru maka TPA Sarimukti terus dipaksakan.
Hal itu diperparah dengan sistem pengelolaan sampah di Bandung Raya yang belum banyak terpilah. Semua jenis sampah masuk ke TPA yang sebulan kemarin mengalami kebakaran hebat.
Darurat sampah ini menuntut perubahan pengelolaan sampah. Hanya sampah yang benar-benar tak bisa diolah saja yang seharusnya dibuang ke TPA. Sampah organik dan nonorganik harus dikelola secara mandiri.
Sumber-sumber sampah seperti industri, perusahaan, perkantoran swasta maupun pemerintahan, institusi pendidikan, rumah tangga, dituntut untuk membiasakan diri melakukan pemilahan sampah secara mandiri. Tak terkecuali institusi pendidikan seperti kampus.
Salah satu kampus di Bandung dengan jumlah mahasiswa besar adalah Institut Teknologi Bandung (ITB). Saat ini kampus ITB terbesar di tiga wilayah, yakni Bandung, Jatinangor-Sumedang, Cirebon, dan kampus Jakarta. Sebagai kampus teknologi, idealnya ITB mengelola sampahnya secara mandiri. Apalagi ITB mengusung eco-campus yang ramah lingkungan.
Ketika TPA Sarimukti mengalami overcapacity pada Juli lalu, ITB membentuk tim penanganan sampah internal.
"Pembentukan tim ini merupakan kebutuhan kita untuk lebih fokus ke lingkungan. Sekaligus meningkatkan awareness tentang sampah di kalangan mahasiswa," kata Wakil Rektor Bidang Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan ITB Muhamad Abduh, pada saat kick off meeting tim penanganan sampah di ITB, Rabu, 5 Juli 2023, diakses Kamis, 12 Oktober 2023.
Muhamad Abduh mengatakan, ITB akan terus memperbarui sistem penanganan sampah di kampus, mulai dari sistem perwadahan hingga pengolahannya di seluruh kampus ITB.
ITB juga bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung dalam upaya penanganan dan pengelolaan sampah. ITB sendiri telah memiliki Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu (IPST) yang bertempat di sekitar kawasan Sabuga.
Baca Juga: Darurat Sampah, Sekolah, dan Kampanye Pengelolaan Sampah
Tiga Tahun Oded-Yana, Berkutat dengan Bom Waktu Sampah
Langkah Kreatif Mengelola Sampah Plastik
Belum Sepenuhnya Mandiri
Pengelolaan sampah di ITB belum sepenuhnya mandiri. Ini bisa dilihat dari data sampah ITB kampus Jatinangor sepanjang tahun 2022. Dari satu kampus di Jatinangor saja sampah yang dihasilkan mencapai 107.396 kilogram (100 ton). Jika dirata-ratakan, dalam sebulan kampus Jatinangor menghasilkan sampah hampir 9 ton.
Jenis-jenis sampah berdasarkan data sampah ITB kampus Jatinangor sepanjang 2022 adalah sampah nonorganik 77.367 kilogram, organik 26.927 kilogram, dan sampah medis 3.102 kilogram. Berbagai jenis sampah ini dikelola dengan beragam cara, yakni dimanfaatkan 4.760 kilogram, ditarik oleh PD Kebersihan (Pemkot Bandung) 33.302 kilogram, dikomposkan 26.927 kilogram, dan dibakar 42.407 kilogram.
Sebagai catatan, semua sampah nonorganik dan medis dibakar di insinerator. Teknik pembakaran sampah sebenarnya kontroversial jika dilihat dari kacamata lingkungan. Pembakaran pun tidak dilakukan ketika kegiatan mahasiswa telah dimulai.
Dari data tersebut juga menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di ITB belum sepenuhnya mandiri.
Kabar terbaru, pascakebakaran TPA Sarimukti Rektor ITB Reini Wirahadikusumah melalui surat instruksi Rektor nomor 381.IT.A/HK.01/2023 memberikan instruksi kepada seluruh pimpinan unit kerja di lingkungan ITB, dosen, tenaga kependidikan ITB, mahasiswa ITB, dan mitra di lingkungan ITB, guna melakukan pengelolaan sampah di lingkungan ITB. Pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui program pengurangan sampah serta program penanganan sampah.
Program pengurangan sampah ini dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, mulai dari pembatasan penggunaan material sekali pakai, baik yang berbahan plastik maupun kertas. Kemudian pengurangan konsumsi makanan dan minuman yang berpotensi menambah timbulan sampah dengan kemasan sekali pakai, khususnya plastik, kertas, dan styrofoam.
“Seluruh civitas akademika juga diimbau untuk menggunakan wadah makanan dan minuman sendiri, yang tidak sekali pakai, saat berkegiatan baik di dalam maupun di luar ruangan kampus,” demikian dikutip dari laman ITB.
* Simak tulisan-tulisan lain Iman Herdiana, atau tulisan-tulisan menarik tentang Bandung Raya Darurat Sampah