• Berita
  • Krisis Air Bersih Menerjang Bandung Timur

Krisis Air Bersih Menerjang Bandung Timur

Kesulitan mendapatkan air bersih dirasakan warga Kampung Rancapait, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Warga di Bandung timur ini berharap bantuan.

Warga mengisi roda berisi ember-ember air di Kampung Rancapait, Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Rabu, 11 Oktober 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Prima Mulia14 Oktober 2023


BandungBergerak.idAmin mendorong roda berisi jeriken dan galon-galon air di jalan kampung sisi Sungai Cimande di Kampung Rancapait, Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Rabu, 11 Oktober 2023. Roda dorong itu menggilas jalan tanah berbatu, cipratan air bening dalam galon yang terguncang membasahi debu jalan berwarna kelabu, kontras dengan air hitam pekat Sungai Cimande yang tercemar limbah industri.

"Sehari bisa dua kali ambil air dari toren sumur artesis di ujung kampung, sumur di rumah kering, tak ada hujan sama sekali dalam 3 bulan terakhir ini. Kami mengandalkan air dari sumur umum untuk masak, minum, dan mandi," kata pria 47 tahun itu. Jarak rumah Amin ke toren air sekitar 100 meter.

Kampung Rancapait adalah salah satu permukiman di Desa Linggar yang paling terkena dampak kemarau panjang di Kecamatan Rancaekek. Kampung berpenduduk lebih dari 200 KK ini mengandalkan satu-satunya sumber air bersih berupa sumur artesis umum. Airnya bening dan tidak berbau.

Air sumur dalam ini disedot dan ditampung dalam toren besar berwarna oranye. Warga bergantian mengisi ember, galon, dan jerigen-jerigen air setiap pagi, siang, dan sore. Selain warga Kampung Rancapait, ada juga beberapa warga dari Kampung Bangkoang dan Kampung Nyalindung. Lokasi ketiga kampung ini saling bersisian.

"Kemarin mesin sempat ada gangguan, nggak bisa ambil air, nggak mandi dan nyuci baju dulu," kata Yati sambil tertawa.

Setelah mesin pompa air jalan lagi, Yati bolak-balik menjinjing dua ember untuk memenuhi bak penampung di rumahnya. Jarak toren air dengan rumah Yati sekitar 40 meter.

"Bisa 20 ember untuk sehari. Ya mau gimana lagi, sumur di rumah kering selama musim kemarau ini," kata perempuan berusia lanjut itu.

Siti (42 tahun) mungkin lebih beruntung karena sumur di rumahnya masih ada air. "Tapi Cuma buat mandi dan nyuci, nggak bisa buat minum. Untuk minum beli air isi ulang. Tapi sesekali aja suka ambil (air di toren), jarang sih, air sumur di rumah masih bisa disedot," katanya.

Saat warga sedang antre mengambil air, Kepala Dusun Ii Sumirat kebetulan melintas dan berhenti sejenak. "Iya sebagian sumur warga kering, tapi ada solusinya dengan toren sumur artesis itu. Sudah ya, saya mau ada janji dengan pihak BBWS (BBWS Citarum)," ujar Ii Sumirat.

Mumu (53 tahun), salah seorang Desa Linggar, mengeluhkan sodetan Sungai Cimande yang dilakukan pemerintah pada 2019 lalu. Sodetan ini dinilai kurang perencanaan dan dampaknya merugikan warga.

"Jadi saat dibelah oleh sodetan otomatis kampung terbagi dua tapi jembatan cuma ada 2 dan jaraknya jauh. Lantas sodetan Sungai Cimande ini yang ngalir air limbah industri, hitam dan berbau busuk, airnya hanya bisa dipakai untuk nyiram kebun-kebun di pinggir sungai," kata Mumu.

Sejak aliran sungai tercemar itu disodet dan melintas persis di tengah kampung, kualitas air sumur warga pun ikut terdampak. Sejumlah warga yang sumurnya masih ada air juga mengeluhkan kualitas air yang tak lagi sebagus dulu. Ada yang berminyak, keruh, dan berbau.

Warga kampung saat ini membutuhkan bantuan mesin pompa air cadangan dan beberapa toren tambahan agar air bisa terdistribusi lebih merata. Mesin cadangan bisa digunakan jika mesin utama rusak dan membutuhkan perbaikan. Jadi warga tidak perlu harus libur mandi dan mencuci seperti kejadian saat pompa rusak.

Untuk perawatan, warga membayar iuran bulanan seikhlasnya, disesuaikan dengan penggunaan air yang mereka ambil. Biaya perawatan mulai dari 20.000-50.000 rupiah per KK.

Kualitas air toren di sumur artesis umum ini menurut warga layak minum karena sudah pernah dilakukan uji laboratorium. Saat musim hujan tiba warga tak lagi punya keluhan tentang air, beda ceritanya saat musim kemarau seperti sekarang.

Warga mengambil air dengan berbagai cara, mulai dari menjinjing ember dan memanggul galon bolak balik ke rumahnya, ada juga yang bolak balik pakai sepeda motor, dan yang bolak balik mengangkut penampung-penampung air pakai roda. Itu semua menjadi pemandangan umum di Kampung Rancapait di musim kemarau yang kering dan berdebu.

Baca Juga: Bandung Makin Panas, El Nino, dan Kenaikan Suhu yang Konstan
DATA BICARA: Kota Bandung Semakin Panas, Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) Sulit Ditambah
Data Suhu Rata-rata Kota Bandung 2014-2020, Memanas dalam Dua Tahun Terakhir

Warga mengisi roda berisi ember-ember air di Kampung Rancapait, Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Rabu, 11 Oktober 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Warga mengisi roda berisi ember-ember air di Kampung Rancapait, Desa Linggar, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Rabu, 11 Oktober 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Bencana Kekeringan Meluas

Berdasarkan data BPBD Jabar dari Januari-13 Oktober 2023, jumlah daerah terdampak kekeringan sudah mencapai 24 kabupaten dan kota. Bencana ini menimbulkan krisis air bersih di masing-masing daerah terdampak. Dampak kekeringan dirasakan oleh 302.665 kepala keluarga.

Daerah baru yang teridentifikasi kekurangan air yakni Kota Bekasi. Selain Kota Bekasi, 23 daerah sudah lebih dulu merasakan kekurangan air bersih. Ke-23 daerah itu yakni Kota/Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kota/ Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung Barat.

Kemudian, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Cimahi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Kuningan, Kota Depok, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Indramayu, Kota/Kabupaten Cirebon.

Lalu Kabupaten Subang, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Pangandaran, dan Kabupaten Bandung.

Sementara daerah terdampak kekeringan dengan kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terjadi di 23 kabupaten dan kota. Sedangkan, lahan pertanian yang terbakar mencapai 887,7 hektare.

Kebakaran hutan dan lahan di 23 kabupaten dan kota sebagian besar bisa tertangani dengan kerja sama semua pihak terkait.

Pemdaprov Jabar menjanjikan akan terus menambah pasokan air bersih ke kabupaten dan kota untuk mengurangi dampak bencana pengaruh musim kemarau el nino itu. Namun bantuan air bersih belum dirasakan oleh warga Desa Linggar di wilayah Bandung timur itu.

*Mari membaca tulisan lain dari Prima Mulia, atau artikel-artikel lain tentang bencana kekeringan di Bandung Raya

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//