Warga Mengawal Sidang Pemalsuan Tanah Dago Elos, Kuasa Hukum Keluarga Muller Meminta Jangan Sebut Mereka Mafia Tanah
Kuasa hukum keluarga Muller menyampaikan nota keberatan. Warga yakin dengan dakwaan jaksa tentang pemalsuan dokumen tanah Dago Elos.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah6 Agustus 2024
BandungBergerak.id – Sidang lanjutan tindak pidana pemalsuan surat dan keterangan palsu tanah Dago Elos yang menyeret keluarga Muller, Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa, 5 Agustus 2024. Agenda sidang kali ini berupa nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan pihak keluarga Muller dan tim kuasa hukum.
Dalam persidangan dengan nomor perkara 601/Pid.B/2024/PN Bdg, Jogi Nainggolan sebagai kuasa hukum keluarga Muller menyampaikan sejumlah keberatan terhadap dakwaan yang disampaikan jaksa penuntut umum di sidang perdana sebelumnya, mulai dari marga Muller yang disandang kedua kliennya, lokus perkara, keabsahan atau legal standing pelapor, keberatan disebut mafia tanah, dan tidak mau membahas tanah Eigendom Verponding dengan dalih telah selesai dalam persidangan perdata.
Diberitakan sebelumnya, Heri Hermawan Muller dan Dodi Rustandi Muller didakwa pasal berlapis sesuai KUHPidana dengan ancaman bervariasi, mulai dari 6 hingga 7 tahun penjara. JPU Sunarto menyatakan, dakwaan untuk Muller bersaudara diatur dan diancam pidana dalam pasal 263 ayat 1 KUHPidana, pasal 263 ayat 2 KUHPidana, pasal 266 ayat 1 KUHPidana, dan pasal 266 ayat 2 KUHPidana di antaranya tentang surat-surat palsu.
Eksepsi dari pihak Muller menuai beragam pendapat dari warga Dago Elos yang menghadiri sidang. Usai persidangan, Bagus Achmad, salah seorang warga Dago Elos, menilai pembacaan eksepsi dari pihak duo Muller yang menilai pelapor tidak memiliki legal standing merupakan hal yang konyol.
Salah satu pelapor kasus pidana ini adalah Ade Suherman, salah seorang warga Dago Elos yang memiliki tanah di lahan sengketa. Sehingga Ade jelas memiliki legal standing untuk melaporkan kasus pidana, bahwa tanahnya terancam direbut oleh pihak Muller.
"Ini sangat konyol, karena pak Ade Suherman ini sebagai warga dan pihak terdakwa (Muller) ini merupakan pihak yang menggugat di pengadilan negeri,” papar Bagus.
Ade Suherman, lanjut Bagus, dan warga lainnya mengalami banyak kerugian materil dan imateril. Namun pihak pengacara Muller justru menyebut tidak ada kerugian itu.
“Jadi gimana mereka bisa mengatakan ini tidak merugikan warga sehingga kalau misalnya argumen legal standingnya itu berkaitan dengan kerugian yang dialami pak Ade Suherman, itu sangat konyol karena justru sangat rugi,” kata Bagus.
Bagus juga menegaskan, tidak harus menjadi ahli waris untuk melaporkan suatu tindakan pidana. Meski demikian, Bagus menghargai proses peradilan yang tengah berjalan. Akan tetapi, warga Dago Elos akan terus berpegang teguh pada apa yang didakwakan jaksa penuntut umum yang akan diagendakan pada sidang berikutnya berupa replik atau tanggapan terhadap eksepsi.
Selain kerugian materil dan imateril, Ristia Kusnadi, warga lainnya, menuturkan warga Dago Elos mengalami kerugian besar selama menghadapi sengketa lahan ini. Bahkan dalam peristiwa pengepungan oleh aparat kepolisian 14 Agustus 2023 lalu, psikis warga sangat terganggu.
"Aspek psikis pada warga terutama lansia dan anak yang merupakan benih bangsa yang nantinya membingungkan kepada mereka di mana kejadian 14 Agustus itu sampai sekarang sudah hampir 1 tahun ini belum diperkarakan," terang Ristia.
Baca Juga: Menyala Dago Elos
Menggedor Hati Nurani Para Pengadil Kasus Dago Elos
Bukan Terakhir Turun ke Jalan
Meminta Jangan Sebut Mereka Mafia Tanah
Jogi Nainggolan sebagai pengacara keluarga Muller menyampaikan bahwa kliennya menyandang nama Muller dan berhak mewarisi peninggalan orang tua mereka.
"Kami dituduhkan melakukan pelanggaran pasal 266 kaitannya 263 itu terlampau jauh karena setiap orang di mana pun dia berada di Indonesia apabila memiliki ayah, maka anaknya diperbolehkan, jangan sampai nanti terjerat ada anak manusia lainnya di kota lain karena kekhilafan orang tua atau peraturan perundang-undangan di daerah tertentu tidak menggunakan marga. Tetapi pada akhirnya orang tua meminta, maka itu jangan dianggap kriminalisasi itu bagian dari hukum adat. Apa yang dituduhkan pihak kepolisian, ini juga kami pertanyakan tujuannya apa," kata Jogi, ditemui usai sidang.
Ia juga menyinggung tentang lokus pembuatan surat akta lahir yang dibuat di Kabupaten Bandung, sehingga persidangan seharusnya di PN Bale Bandung, Kabupaten Bandung.
"Maka itu zonanya, itu adalah wilayah Kabupaten Bandung. Dari dua dokumen ini, bahwa hukum bukan di PN Bandung," jelas Jogi.
Selain menyebut pihak pelapor (warga Dago Elos) yang melaporkan duo Muller tidak punya legal standing, ia juga keberatan jika masalah Eigendom Verponding diperkarakan kembali. Menurutnya hal itu telah selesai di pengadilan perdata.
Kuasa hukum duo Muller lainnya, Dikdik Sadikin juga meminta pemberitaan tentang perkara Dago Elos ini bisa berimbang dan tidak terpecah. Ia meminta agar pihak keluarga ahli waris Muller tidak disebut mafia tanah.
"Harus dipahami bahasa itu sangat melukai harkat dan martabat keluarga dalam memberikan statement, karena kita sama-sama manusia tiada yang sempurna,” katanya.
Selain itu, ia berharap masalah perkara perdata Dago Elos agar tidak dibawa ke ranah pidana. Namun, sidang pidana sudah terjadi dan agenda selanjutnya dijadwalkan Selasa pekan depan, 13 Agustus 2024.
*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel tentang Dago Elos