• Narasi
  • ESAI TERPILIH JULI 2024: dari Sampah Paket, Obral Gelar Guru Besar, Film Exhuma, hingga Kehidupan Difabel Belum Baik-baik Saja

ESAI TERPILIH JULI 2024: dari Sampah Paket, Obral Gelar Guru Besar, Film Exhuma, hingga Kehidupan Difabel Belum Baik-baik Saja

Empat Esai Terpilih Juli 2024 mengulas beragam tema: sampah plastik, jual beli gelar akademik, analisis film horor, dan persoalan kelompok difabel.

Tim Redaksi

Awak Redaksi BandungBergerak.id

Ilustrasi. Esai Terpilih Juli 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

19 Agustus 2024


BandungBergerak.id -  Sepanjang 1-31 Juli 2024 lalu, BandungBergerak menayangkan 21 esai yang terdiri dari 13 opini dan 8 tulisan naratif. Kami takkan henti menyampaikan terima kasih kepada para penulis yang mempercayakan tulisannya untuk ditayangkan di BandungBergerak.

Seluruh tulisan yang masuk ke BandungBergerak memiliki ragam tema dan gaya penulisan dengan berbagai sudut pandang dan argumentasi. Seperti bulan-bulan sebelumnya, dari seluruh tulisan terbaik yang tayang di BandungBergerak sepanjang bulan Juli, kami ingin menyampaikan Esai Terpilih.

Ada empat yang kami pilih menjadi Esai Terpilih, yakni satu esai dengan payung judul Mahasiswa Bersuara dua esai opini, dan satu narasi. Berikut ini sedikit ulasan dari Empat Esai Terpilih BandungBergerak Juli 2024:

MAHASISWA BERSUARA: Sampah Paket

Esai ini ditulis Intan Apgredisilvi, mahasiswa Program Studi Teknologi Rekayasa Logistik Politeknik Astra. Penulis menyoroti fenomena sampah kemasan paket (sampah plastik) dalam jumlah mengerikan.

Menurut data dari artikel yang dipublikasikan oleh Databoks, J&T memimpin pasar logistik di Indonesia dengan volume pengiriman terbesar. Mereka mampu mengirimkan sekitar 2 juta paket setiap harinya. Di posisi kedua, terdapat JNE, perusahaan logistik yang telah lama berkecimpung dalam industri ini, dengan kemampuan mengirim sekitar 1,6 juta paket per hari. Sementara itu, SiCepat menempati peringkat ketiga dengan volume pengiriman sebesar 1 juta paket per hari. Ninja Express dan SAP masing-masing mengirimkan sekitar 0,65 juta dan 0,15 juta paket per hari. J&T, yang mulai beroperasi pada tahun 2015, didirikan oleh Jet Lee, mantan CEO Oppo Indonesia, dan telah mengalami ekspansi ke Tiongkok sejak tahun 2021 (Pahlevi, 2022).

“Hal ini berdampak pada penumpukan sampah kemasan yang di mana berdasarkan data jumlah pengiriman paket per hari tersebut dapat disimpulkan bahwa bubblewrap/plastik menjadi salah penyumbang sampah terbanyak di Indonesia,” tulis Intan Apgredisilvi.

Obral Gelar Guru Besar di Indonesia

Esai ini ditulis Frido Paulus Simbolon, mahasiswa Program Magister Sejarah Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Penulis mengkritik praktik obral gelar yang meracuni dunia akademik.

“Mungkin, yang ada di benak para penggila gelar dengan tersematnya gelar “Profesor” pada dirinya (bisa tertera di kartu nama, plang rumah, hingga batu nisan mungkin) dapat menaikkan derajat kehidupannya di dunia. Suatu kebanggaan tersendiri bagi orang-orang ketika menyebut dirinya dengan gelar “Prof.”-nya, juga kebalikannya, ada terbesit rasa bangga ketika seseorang dipanggil dengan gelar “Prof.”-nya. Hal ini cenderung dapat kita jumpai di setiap sang empunya jabatan alias pejabat,” tulis Frido Paulus Simbolon.

Frido mengamati, kecenderungan meraih gelar tidak lepas dari gejala post-powersyndrome, di mana para penggila gelar ini tak ingin kehilangan pengaruh dan harga diri, yang sebenarnya tanpa menggilai gelar Profesor-pun mereka sudah memiliki itu.

“Tapi itu tadi, kecenderungan dan ketakutan akan kehilangan pengaruh dan harga diri yang berujung mengganggu kejiwaan dirinya dalam merespons ujung kekuasaan yang digenggamnya.”

Jejak Kolonialisme dalam Film Exhuma

Esai ini ditulis Kurniasih, dosen Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) dan pecinta kopi hitam. Esai ini mengulas film Exhuma karya sutradara sekaligus penulis skenario Jang Jae-Hyun. Menurut Kurniasih, film Exhuma menghadirkan ketakutan dalam bentuk lain.

Makhluk menyeramkan dalam film Exhuma tetapi bukan berwujud roh perempuan penasaran sebagaimana banyak diceritakan film horor dari berbagai negara, seperti di Indonesia banyak film horor yang menampilkan perempuan sebagai sosok hantunya, sebut saja Si Manis Jembatan Ancol, Sundel Bolong, Nyi Blorong, dan masih banyak lagi. Sementara tokoh menyeramkan dalam film Exhuma adalah siluman rubah yang itu pun baru muncul di perempat terakhir film.

“Sumber ketakutan yang dibangun di dalam film Exhuma adalah representasi dari (justru) perlawanan akan ketakutan pada jejak kolonialisme Jepang pada Semenanjung Korea pada masa PD II. Cerita yang disuguhkan mengandung semangat pascakolonialisme yaitu upaya perlawanan pada kolonialisme yang telah merenGgut eksistensi bangsa dan diri. Semangat perlawanan terhadap kolonialisme Jepang di masa lalu justru menjadi ruh yang sangat kuat,” tulis Kurniasih.

Kurniasih bukan kali ini saja menulis esai di BandungBergerak. Sebelumnya ia menulis “Agar Mutiara Hitam dari Pangalengan Lebih Berdaya” tentang pemberdayaan kopi Pangalengan. 

Baca Juga: ESAI TERPILIH MEI 2024: Mulai Dari Membandingkan Kasus Sum Kuning dengan Vina Cirebon, Sejarah Keluarga Ursone di Lembang, hingga Tingginya Angka Kecelakaan di Jalan
ESAI TERPILIH JUNI 2024: Dari Karakteristik Gen Z, Pesan Solidaritas Kurban, Hingga Kiprah Harry Pochang dan Harry Roesli

Pengalaman Ibu dan Anak dengan Sindroma Down

Dhika Marcendy, penerjemah di Human Rights Watch, menulis dua esai tentang Sindrom Down. Esai pertamanya menyoroti fenomena perundungan terhadap kaum difabel. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan kelompok difabel tidak sedang baik-baik saja.

“Tentu, tak seorang pun di dunia ini bisa memilih ingin lahir dengan kondisi seperti apa. Semua dilahirkan dengan keanekaragamannya, kekhasannya masing-masing. Dan saya percaya bahwa tak ada satu makhluk pun di alam ini yang tercipta sama persis,” tulis Dhika Marcendy.

Di esai kedua, Dhika memotret kehidupan seorang ibu yang membesarkan anak dengan sindroma down. Belum ada ruang iklusif yang hadir untuk anaknya. Mereka membutuhkan dukungan masyarakat.

Esai kiriman dari kawan-kawan menegaskan bahwa sampai saat ini tulisan masih menjadi medium tepat untuk menyampaikan gagasan ataupun kritik. Kami meyakini bahwa opini analitik yang dibangun dengan argumentasi, data, dan referensi akurat, lalu dikemas dengan rasa dari penulisnya akan terus relevan. Khusus bagi BandungBergerak.id, esai-esai kiriman para penulis adalah dukungan yang sangat berarti.

Kami juga kembali menekankan bahwa pengumuman Esai Terpilih bulanan BandungBergerak.id ini bukan ajang pemilihan esai terbaik yang terkesan ingin menafikan esai-esai lainnya – seluruh tulisan yang masuk ke BandungBergerak.id memiliki kelebihan masing-masing.

Demikian ulasan singkat Esai Terpilih bulan Juli 2024. BandungBergerak.id akan menghubungi para penulis untuk mengatur pengiriman sertifikat dan kenang-kenangan. Seluruh biaya pengiriman ditanggung oleh bandungbergerak.id. Bisa juga para penulis berinisiatif menghubungi akun Instagram KawanBergerak atau nomor telepon 082119425310.

Kami menunggu kiriman esai-esai bermutu dari kawan-kawan semua. Esai bisa dikirim ke [email protected]. Mari terus menulis, terus berdampak! Sesekali, mari mengkritik!

*Esai-esai BandungBergerak.id dapat disimak di tautan ini

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//