Jembatan Penyeberangan Orang di Bandung, untuk Pejalan Kaki atau Sampah Visual?
Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jalan Asia Afrika dirobohkan karena dinilai tidak berfungsi. Perencanaan pembangunan JPO kurang matang.
Penulis Bani Hakiki24 Desember 2021
BandungBergerak.id - Pembongkaran Jembatan Penyeberangan Orang di Jalan Asia-Afrika, Bandung, menuai kritik. Sejak awal berdirinya, JPO tersebut kurang berfungsi karena desainnya yang curam membuat pejalan kaki memilih menyeberang secara manual. Kritik lain, JPO hanya berfungsi sebagai tempat mendulang iklan reklame, alih-alih memfasilitasi para pejalan kaki.
Sebuah studi kasus bahkan menunjukkan perencanaan pembangunan JPO di Bandung kurang matang. Pembangunan JPO kurang memerhatikan aspek-aspek yang dibutuhkan para pejalan kaki.
Andi Hartanto (31), salah seorang warga Bandung, menilai perobohan JPO di Jalan Asia Afrka sebagai keputusan keliru. Ia mengungkapkan, jembatan penyeberangan justru sangat menunjang mobilitas para pejalan kaki mengingat semakin tingginya aktivitas lalu lintas Kota Bandung.
“Bandung makin sini makin macet, makin susah nyeberang jalan. Apalagi di Jalan Asia Afrika kan gak pernah kosong dari kendaraan lewat,” ungkapnya, di sekitar Alun Alun Bandung, Kamis (23/12/2021).
Menurutnya, jika alasan pembongkaran JPO karena kumuh, sebaiknya dilakukan perbaikan. “(JPO) yang kumuh mending diperbaiki supaya pejalan kaki lebih nyaman,” katanya.
Sebalinya, Kota Bandung membutuhkan lebih banyak JPO terutama di jalur cepat. Dalam merencanakan pembangunan, Pemkot pun didesak agar memutuskan kebijakan yang lebih efektif dan tidak selalu mengedepankan estetika saja.
Tidak Berfungsi
Perobohan JPO di Jalan Asia Afrika oleh Pemkot Bandung dimulai Senin (20/12/2021) malam. Pengerjaannya diperkirakan bakal memakan waktu sekitar 8 hari. Alasan dirobohkannya JPO tersebut karena sudah tidak lagi berfungsi.
Selain itu, perobohan JPO Jalan Asia Afrika juga bagian dari penataan kawasan alun-alun dan fasilitas publik lainnya. Tujuannya, demi memperindah suasana dan kondisi kawasan cagar budaya tersebut.
Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Bandung, Yana Mulyana, mengatakan keputusan peruntuhan JPO sudah direncanakan sejak Oded M. Danial sebelum wafat. Kebijakan ini tercatat dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 tahun 2018 tentang Barang Milik Daerah.
“Ini dalam rangka penataan alun-alun supaya lebih menarik wisatawan. Kita juga ada banyak perencanaan lain ke depannya,” kata Yana Mulyana, dalam siaran pers, Kamis (23/12/2021).
Diketahui, JPO di Jalan Asia-Afrika merupakan sebuah proyek yang dibangun oleh swasta yang kemudian menjadi bagian dari aset Pemkot Bandung sejak 2017. Namun, rencana perobohannya sempat tersendat persyaratan administrasi dan kini dinyatakan telah selesai proses peralihan asetnya.
Selanjutnya, Pemkot Bandung bakal mendirikan sebuah JPO berdesain heritage sebagai salah satu bagian dari realisasi Bandung Tourism Center. Fungsinya nanti renacanya akan menjadi pusat informasi para wisatawan di Kota Bandung.
Baca Juga: Pembangunan Kota Bandung tanpa Melibatkan Warga Hanya Menghasilkan Penggusuran
Memfilter Dampak Negatif Pembangunan Metropolitan Rebana Subang
Kucuran Dana Miliaran Rupiah
Yana Mulyana memaparkan, perobohan JPO di Kota Bandung akan memakan dana sekitar 1,2 miliar Rupiah, termasuk biaya untuk merevitalisasi sebanyak 17 halte di Bandung yang kini kumuh dan tidak layak fungsi. Seiring itu, perbaikan halte ini juga diharapkan bisa semakin memperkuat daya tarik pariwisata di Kota Bandung.
Selain mempercantik dari segi estetika, revitalisasi sejumlah halte di Kota Bandung tersebut dilaksanakan demi menunjang kelancaran transportasi umum di Kota Bandung. “Revitalisasi ini (selter) untuk menunjang transportasi publik,” tegas Yana.
Sedangkan teknis pelaksanaan penataan fasilitas publik Kota Bandung akan dilakukan Dinas Perhubungan (Dishub) dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung. Prosesnya diproyeksikan bakal terus berjalan hingga semester pertama tahun 2022.
Sampah Visual
Keberadaan sejumlah JPO di Kota Bandung tidak hanya kumuh, tapi juga menjadi tempat strategis untuk pemasangan reklame. Hal ini dianggap tidak sejalan dengan wacana penataan kota yang mengedepankan keindahan. Pasalnya, banyak reklame yang terpajang di beberapa lokasi JPO justru merusak pemandangan.
Salah satu kondisi demikian dapat ditemui di salah satu JPO yang terletak di Jalan Dago (Ir. H. Juanda), tepat di hadapan SMA Negeri 1 Bandung. Kedua sisi JPO tersebut kini tertutupi sebuah megatron dan beberapa papan iklan yang menghalangi pemandangan bagi para penggunanya. Ditambah, kondisi lantai dasar berupa baja ringan di JPO ini terpantau berkarat dan sebagian hilang sehingga riskan dilewati para pejalan.
Seorang warga Kota Bandung, Gandhi Eka Putro (23) menilai, seharusnya para pengguna JPO di lokasi tersebut bisa menawarkan pemandangan kawasan Dago yang indah. Untuk itu, ia berharap reklame atau papan iklan yang terpampang di lokasi tersebut bisa segera dipindahkan ke tempat lain.
“Kalau saya jujur aja melihat fenomena reklame di Bandung sebagai sampah visual. Percuma kalau bentuknya dibagus-bagusin tapi ujung-ujungnya kehalangan iklan-iklan yang malah ganggu pemandangan,” ungkapnya di sekitar SMAN 1 Bandung, Kamis (23/12/2021).
Studi Kasus JPO
Studi kasus tentang jembatan penyeberangan orang di Bandung dilakukan Sri Sularti dan Fauzia Mulyawati dari Fakultas Teknik Universitas Langlangbuana, Bandung, terhadap JPO di Jalan P.H.H. Mustopha dan di Jalan Merdeka. Hasilnya, perencanaan pembangunan kedua JPO tersebut kurang matang.
Peneliti memaparkan, JPO di Jalan P.H.H. Mustopha terletak pada zona pendidikan, terdapat kompleks Sekolah YAS yang meliputi SD, SMP dan SMA. Situasi jalan P.H.H. Mustopha sangat padat tetapi dari segi fungsi tetap berjalan, walaupun kemacetan sering terjadi. Pada ruas jalan tersebut mempunyai arus lalu lintas dan arus pejalan kaki yang cukup padat, dengan penyeberangan menggunakan zebra sangat mengganggu lalu lintas kendaraan yang ada.
Dari fungsi pokok sebagai fasilitas pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang ramai dan lebar, peranan jembatan penyeberangan pada lokasi tersebut masih sangat dibutuhkan, karena dapat menjadi alternatif keselamatan dalam menghindari kecelakaan lalu-lintas dan kemacetan jalan.
“Dilihat dari persyaratan jalan masih ada kekurangan fasilitas pejalan kaki dan kelengkapan jalan (street furniture). Akses ke JPO kurang terlihat dengan jelas, sempit dan tertutup kaki lima dan akses tidak lewat trotoar,” demikian kata peneliti.
Posisi tangga berada di atas sungai yang memotong jalan PHH. Mustopha sangat berbahaya apabila ada yang terperosok. Tipe tangga lurus tanpa bordes, naik tangga menjadi capai. “Idealnya ketinggian tangga yang sudah melebihi 2.00 meter harus ada tempat pemberhentian sementara atau bordes. Dilihat dari aspek perkotaan dan kriteria rancangan kurang memenuhi persyaratan, khususnya untuk lokasi tangga tidak memenuhi persyaratan, lahan untuk JPO kurang luas,” lanjut peneliti.
JPO di Jalan Merdeka pun terletak di zona pendidikan, perkantoran dan pusat pemerintahan kota Bandung. Di sana terdapat kompleks Sekolah Dasar, seperti SDN Banjarsari, SDN Merdeka, dan kompleks Sekolah Santa Angela.
“Akses dari trotoar kurang terlihat dengan jelas, walaupun ada ruang bebas dikaki tangga tetapi agak sempit. Akses dari taman cukup baik karena area taman luas, sehigga dapat digunakan dengan nyaman,” katanya.
Dari sisi persyaratan ukuran anak tangga, juga kurang baik, hal ini dihitung berdasarkan sudut kemiringan. Hal ini akan membuat pengguna cepat capai, apalagi sebagian pengguna adalah anak-anak SD dan SMP yang mempunyai standar berbeda dengan orang dewasa.
Studi kasus ini juga mengulas salah satu fungsi JPO adalah sebagai media iklan, tetapi fungsi ini berada di urutan kesekian, bukan yang utama. Yang utama tentunya hak-hak pejalan kaki.