• Opini
  • Bangkitnya Popularitas Batik di Kalangan Generasi Z Indonesia

Bangkitnya Popularitas Batik di Kalangan Generasi Z Indonesia

Batik berhasil menarik minat generasi Z yang melek digital. Tagar batik menggelegar di media sosial seperti Tiktok dan Instagram.

Anyelir Kinar Gustian

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung

Tren generasi muda menggunakan batik. (Foto Ilustrasi: Unpar)

5 Januari 2022


BandungBergerak.idBatik sebagai warisan budaya bangsa Indonesia kembali menggetarkan dunia melalui popularitas dan kehadirannya. Produk budaya yang telah diakui oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO) sebagai Warisan Budaya Nonbendawi ini harus tetap dijaga kelestariannya. Sehingga tumbuh harapan untuk generasi muda—yang menjadi kelompok mayoritas di Indonesia—dapat mendorong masyarakat Indonesia agar kembali menghidupkan eksistensi batik.

Maka dari itu, berbagai gerakan dan komunitas dalam menyiasati pelestarian batik di kalangan masyarakat Indonesia gencar dilakukan oleh generasi muda. Hasilnya, eksistensi batik berhasil memikat hati generasi muda serta meningkatkan kebanggaan mereka terhadap hasil budaya tanah air.

Sebagai salah satu identitas bangsa, batik juga telah dikenal hangat oleh masyarakat Indonesia. Keunikan serta filosofi yang dimiliki oleh batik membuatnya diterima sebagai salah satu identitas bangsa ini, tidak perlu diragukan jika setiap nuansa dan corak yang ada pada batik memiliki makna indahnya tersendiri. Jika manusia memaknai lampu yang menyala karena adanya aliran listrik, maka seperti itulah batik yang memancarkan auranya karena makna atau arti dari batik itu sendiri. Semisal pada batik megamendung yang dimaknai sebagai kemampuan manusia dalam mengendalikan emosi di bawah situasi yang tidak dikuasai, menurut Orami.co.id, atau dapat diartikan pula sebagai sebuah wujud kesabaran manusia yang menuntun menuju ketenteraman dan kebaikan hidup.

Karena popularitas itulah pada 2 Oktober 2009 UNESCO menetapkan batik sebagai Warisan Budaya Dunia. Pesona batik telah berlangsung sejak zaman dahulu, masyarakat Indonesia mengenakan batik hampir di seluruh aktivitas hariannya. Namun, semakin berkembangnya zaman, aplikasi batik dalam kehidupan sehari-hari semakin terbatas, misalnya hanya digunakan dalam acara-acara formal. Hal ini mendorong kekhawatiran akan relevansi dan popularitas batik di kehidupan sehari-hari. Lantas, generasi muda saat ini berupaya dalam melestarikan batik, terutama terkait penilaian UNESCO bahwa masyarakat Indonesia harus bangga dan dapat melestarikan batik dalam kehidupan sehari-harinya.

Salah satu upaya dalam melestarikan batik yaitu melalui suatu gerakan atau komunitas yang dapat mewadahi ketertarikan dan kegemaran masyarakat terhadap batik, gerakan ini dapat terlaksana jika mayoritas masyarakat menyadari suatu isu dan permasalahan yang sama. Di Indonesia, kelompok masyarakat yang menjadi mayoritas adalah generasi muda atau generasi Z. Generasi Z mencapai 27,94 persen dari total keseluruhan penduduk di Indonesia (Sensus Penduduk Tahun 2020). Hal ini menunjukkan bahwa perubahan yang dimulai dari generasi Z dapat memiliki dampak yang sangat berpengaruh bagi kondisi masyarakat Indonesia. Maka dari itu, perubahan yang digerakkan oleh generasi Z diharapkan dapat berjalan dalam upaya melestarikan batik.

Generasi muda telah menciptakan berbagai inovasi serta berpartisipasi dalam upaya melestarikan batik, baik dalam bentuk sebuah komunitas ataupun gerakan-gerakan. Misalnya, Komunitas Remaja Batik Indonesia. Komunitas yang terbentuk pada 28 Oktober 2009 ini membantu masyarakat Indonesia untuk menumbuhkan kecintaan, rasa kepemilikan, serta kebanggaannya terhadap hasil budaya bangsa. Selain terhadap penggunaan batik, komunitas ini juga mengajarkan bagaimana batik akhirnya menjadi bagian dari identitas bangsa Indonesia, apa yang membuat batik dapat dikatakan sebagai sebuah warisan dunia, hingga bagaimana tahapan dalam pembuatan batik. Dengan adanya wadah yang mampu menampung kegemaran masyarakat Indonesia akan batik, mereka diharapkan untuk semakin bangga memperkenalkan batik sebagai salah satu hasil budaya tanah air Indonesia.

Baca Juga: Ingatan Masa Kecil 1965-1970 (40): Membuat Pisau dari Paku Besar
NGALEUT BANDUNG: Kisah Keluarga Kepala Penghulu Bandung

Tren Batik di Medsos

Komunitas lainnya yang berlatar belakang keresahan sepihak akibat budaya asing yang kini memancarkan popularitasnya—bahkan mengalahkan budaya lokal—adalah Swara Gembira. Swara Gembira berdiri pada tahun 2017 dengan membawa percampuran unsur seni budaya (seni musik, seni tari, seni pertunjukan, dan lain-lain). Komunitas ini dinilai cukup populer di kalangan anak muda, hal ini dibuktikan dari unggahan yang berada pada media Tiktok—yang menunjukkan tren berpakaian dengan memakai kain batik yang dipadukan bersama jenis pakaian lainnya—dengan tagar #BerkainGembira dan #BerkainBersama yang hingga bulan Desember 2021 ini telah diikuti oleh tiga puluh hingga dua ratus juta pengguna akun media sosial Tiktok. Media sosial Instagram juga turut meramaikan tren berbatik ria ini, tagar #BerkainBersama telah diikuti oleh tujuh belas ribu pengguna Instagram.

Generasi muda mulai menunjukkan ketertarikannya terhadap batik karena  kain bermotif ini di zaman sekarang telah dikemas secara modern sehingga memikat hati generasi muda. Survei yang dilakukan oleh Vincentia Deavy Pamvelia Soeganda dengan judul “Pengaruh Perkembangan Mode terhadap Penggunaan Batik pada Remaja” mencatat sebesar 81 persen remaja mulai menaruh perhatiannya pada batik dengan model yang lebih modern. Sebagai bagian dari identitas bangsa Indonesia, batik juga telah dicintai oleh masyarakatnya. Survei yang dilakukan oleh situs Wolipop menyatakan sebanyak 64 persen masyarakat Indonesia mengakui bahwa mereka menggunakan batik karena rasa bangga akan hasil budaya sendiri.

Eksistensi batik kembali menjadi sorotan di kalangan masyarakat Indonesia sebagai perwujudan dari warisan budaya bangsa Indonesia. Indahnya batik dapat memanjakan siapa saja yang melihatnya, berbagai makna, filosofi, serta arti yang dimiliki oleh batik dapat dikatakan sebagai kesederhanaan yang sempurna. Hal ini yang menjadi alasan UNESCO untuk menjadikan batik sebagai salah satu warisan budaya dunia. Namun di sisi lain, pengakuan ini juga memacu pelestarian batik yang harus gencar dilakukan, salah satunya oleh generasi muda sebagai motor penggerak bangsa. Misalnya, gerakan yang saat ini beredar di media sosial mengenai pemakaian batik, komunitas yang berpilar pada generasi-generasi muda, yang dapat menarik perhatian serta kecintaan generasi muda terhadap hasil budayanya sendiri.

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//