RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (7): Kompleks Buah-buahan di Cihapit
Nama jalan di Bandung ada yang diambil dari nama buah-buahan. Sejak kapan jalan dengan nama buah-buahan itu digunakan? Yang jelas bukan baru-baru ini.
Atep Kurnia
Peminat literasi dan budaya Sunda
16 Januari 2022
BandungBergerak.id - Di masa lalu, jalan-jalan yang berasal dari nama buah-buahan di sekitar Kelurahan Cihapit termasuk wilayah timur distrik atau lingkungan Kebon Jambu. Sekarang di sana ada Jalan Mangga, Jalan Nanas, Jalan Jeruk, Jalan Nangka, Jalan Rambutan, Jalan Dukuh, Jalan Sawo dan dua jalan dari nama kayu, yaitu Jalan Tanjung dan Jalan Johar. Semua jalan itu berbatasan dengan Jalan L.L.R.E. Martadinata, Jalan Anggrek, Jalan Bengawan, dan Jalan Ahmad Yani.
Sejak kapan nama buah-buahan itu digunakan sebagai nama jalan di sana? Apakah namanya sudah demikian? Atau adakah perkembangan lainnya, sehingga, misalnya, dapat menerangkan mengapa ada nama jenis kayu yang digunakan sebagai nama jalan di sekitar kompleks buah-buahan itu?
Karena semua nama jalan dari buah-buahan termasuk lingkungan Kebon Jambu, itu mengandung arti seperti kompleks bunga-bungaan sama-sama termasuk dalam rencana perluasan Kota Bandung ke arah timur, yaitu ke daerah Cikudapateuh. Dari peta-peta rinci perencanan pembangunannya, kompleks buah-buahan masuk dalam rencana pembangunan kesepuluh (Plan X). Menurut Prospectus voor de Uitgifte van Gronden (1923), Plan X berada di utara Riouwstraat (Jalan L.L.R.E. Martadinata) atau timur Plan II, berbatasan dengan bagian timur Riouwstraat dan Grooten Postweg-Soemedang (Jalan Ahmad Yani).
Kompleks besar dalam Plan II telah dibangun baik oleh Bouwbedrijf untuk pegawai Gouvernementsbedrijven maupun oleh Genie untuk para perwira. Model kampung juga telah dibangun, yang atap rumah-rumahnya khas dan dikelompokkan di sekitar jalan yang tertata dengan baik. Karena tertutupi rumah-rumah besar, kehadiran kompleks kampung tidak mengganggu tata ruang kota.
Dari sisi penamaan jalannya, kompleks buah-buahan lebih dulu digunakan ketimbang nama bunga yang baru ada dalam rentang 1933-1939. Karena sebelumnya, kompleks bebungaan menggunakan nama anggota atau kalangan Kerajaan Belanda sejak 1918. Artinya sejak awal hingga sekarang kompleks buah-buahan memang relatif tidak banyak mengalami perubahan. Tidak seperti kompleks bebungaan yang tiga kali berubah dalam rentang 1918-1950.
Kampung Kota di Timur Kebon Jambu
Dari penelusuran terhadap koran-koran berbahasa Belanda yang terbit di Bandung, antara 1921 hingga 1930, lingkungan jalan yang menggunakan nama buah disebut sebagai “vruchtenwijk” atau kompleks buah-buahan.
Informasi pertama tentang penggunaan nama buah-buahan itu saya temukan dalam AID De Preanger-bode edisi 15 Februari 1921. Dalam edisi itu ada tulisan bertajuk “Nieuwe Straatnamen” (jalan-jalan baru), yang mengabarkan telah selesainya pembangunan beberapa ruas jalan di Kota Bandung, berikut rencana penamaannya. Konon, pada sumbu kampung kota di timur kota, yakni di lingkungan Kebon Jambu, jalan-jalan baru akan menggunakan nama dari buah-buahan (“In den a.s. gemeente-kampong de oosten de Kebon Djamboe-wijk zullen de wegen naar vruchten worden”), yaitu Gang Pisang, Pinang, Djeroek, Nangka, Doekoe, dan lain-lain.
Dari warta di atas, dapat ditarik kesimpulan Kebon Jambu merupakan perkampungan yang termasuk Kota Bandung sebagai bagian dari perluasan wilayahnya ke timur, yaitu Cikudapateuh. Itu sebabnya namanya bukan “straat”, “weg”, atau “laan”, melainkan “gang” yang berarti koridor atau lorong di antara kompleks rumah-rumah kecil. Dan soal mengapa namanya buah-buahan, saya kira kemungkinan berkaitan dengan nama kampungnya, Kebon Jambu.
Dugaan lainnya, meskipun dalam berita di atas tidak disebutkan proses pengusulannya, saya kira gagasan penamaan kompleks buah-buahan itu terlebih dahulu digodok dalam sidang-sidang dewan Kota Bandung. Karena seperti umumnya kelahiran nama jalan di Kota Bandung biasanya lebih dulu ada proses pengusulan, baik dari warga maupun dari anggota dewan Kota Bandung. Namun, yang jelas, dari berita di atas, kita dapat menentukan kompleks buah-buahan di Kelurahan Cihapit itu sudah ada sejak pertengahan Februari 1921.
Pada praktiknya, kompleks itu baru ditetapkan pada akhir April 1921 atau tiga bulan setelah munculnya rencana penamaannya. Penetapannya sendiri berbarengan dengan sejumlah nama jalan baru lainnya, seperti terdaftar dalam tulisan bertajuk “Straatnamen in Bandoeng” atau jalan-jalan baru di Bandung (AID, 30 April 1921). Dari urutan jalan yang tersusun acak itu, saya menemukan nama Gang Blimbing, Gang Doerian, Gang Doekoe, Gang Nangka, Gang Pinang, Gang Ramboetan, dan Gang Sawo.
Setahun berikutnya, AID edisi 23 Juli 1922 melaporkan hasil rapat dewan Kota Bandung pada Rabu, 19 Juli 1922. Salah satu agenda rapat itu adalah membahas kembali keputusan sidang tanggal 24 Mei 1922 yang menetapkan perubahan sejumlah gang menjadi “straat” pada Plan X. Konon keputusan tersebut merupakan tanggapan atas adanya Gang Pisang, sehingga dalam peta sementara (“de betrekkelijke kaart”), Gang Pisang sepatutnya disebut Gang Doerian. Dalam Plan X ada tiga jalan yang menggunakan “gang”, yaitu Gang Pisang, Gang Mangga, dan Gang Saninten.
Dalam rapat itu, wali kota Bandung angkat bicara. Ia berpendapat bahwa nama “gang” tidak terlalu jelek di Hindia Belanda dan peta baru belum dipesan, sebagian karena terkait biaya pembuatannya dan sebagian lainnya untuk memberi kesempatan kepada dewan kota untuk memberikan rincian lebih lanjut tentang semua nama jalan yang akan digunakan.
Sebagai realisasi atas penamaan buah-buahan itu, saya dapat melihatnya dari cacah jiwa bagi warga yang baru pindah ke Kota Bandung (“Bevolkings-register Bandoeng”). Pada rentang antara 16-28 Juni 1924, misalnya ada J.H.H. van Bruggen yang pindah dari Belanda ke Gang Pinang 6, A. F. Ch. Winia dari Tasikmalaya ke Kebon Djamboe-weg 30, T.L. Koen dari Batavia ke Nanasstraat 15, W.J. Bormaem dari Batavia ke Nanasstraat 29, A.G.W. Vogelsang dari Weltevreden ke Nanasstraat 17, O.M. Leliveld dari Weltevreden ke Gang Doekoeweg 16, dan G.P. Broeders dari Cimahi ke Gang Djeroek 1 (AID, 12 Juli 1924).
Baca Juga: RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (4): Gunung-Gunung di Kompleks Karees
RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (5): Gudang-gudang Militer di Cikudapateuh
RIWAYAT JALAN DI KOTA BANDUNG (6): Bunga-bunga di Kebon Jambu
Tiga Jalan Berubah Nama
Di atas ada nama Kebon Djamboe-weg. Ternyata jalan tersebut pada 1924 mengalami perubahan nama. Dalam AID edisi 19 Juli 1924, diwartakan warga yang tinggal di lingkungan Kebon Jambu mengusulkan agar gang-gang di sekitar tempat mereka tinggal diubah menjadi “laan”. Mereka juga mengusulkan agar Kebon Djamboe-weg tidak tertukar dengan nama lingkungannya, Kebon Djamboe-wijk, mesti diubah menjadi Mangga-laan.
Dengan demikian, paling tidak hingga minggu ketiga Juli 1924, nama-nama jalan di sekitar kompleks buah-buahan masih menggunakan kata “gang”, belum menggunakan “weg”, “laan” atau “straat” seperti dalam warta AID edisi 12 Juli 1924. Selain itu, sejak minggu kedua wacana perubahan nama dari Kebon Djamboe-weg menjadi Mangga-laan sudah digulirkan.
Salah satu perwujudan dari perubahan nama dari Kebon Djamboe-weg menjadi Manggalaan adalah iklan balai lelang Wijs atas pelelangan barang-barang milik K. Piek yang beralamat di “Kebon Djamboe-weg No. 29 thans Mangga-laan” atau Kebon Djamboe-weg No. 29 yang kemudian berganti nama menjadi Manggalaan (AID, 5 Agustus 1924).
Lalu, sejak kapan ada Tandjoeng-laan atau Jalan Tanjung di sekitar Kebon Jambu? Dari penelusuran koran, saya tidak mendapatkan jawabnya, tapi dari perbandingan peta-peta Kota Bandung saya mendapatkan jejak dan perkiraan waktu perubahannya. Peta-peta yang saya maksudkan adalah Plan of Bandoeng (1924) dan Kaart van Bandoeng (1927).
Bermodalkan kedua peta itu, saya dapat membandingkan nama-nama jalan di sekitar kompleks buah-buahan. Pada peta pertama, nama-nama jalan yang tercantum adalah Gang Pinang, Kebon Djamboe-weg, Gang Blimbing, Gang Ananas, Gang Doerian, Gang Djeroek, Gang Nangka, Gang Ramboetan, Gang Sawo, dan Gang Doekoe. Sedangkan, pada peta yang kedua, Gang Pinang sudah berubah menjadi Djohar-laan, Kebon Djamboe-weg menjadi Mangga-laan, dan Doerian-laan menjadi Tandjoeng-laan.
Dari ketiga nama tersebut, gagasan perubahan Gang Pinang ke Djohar-laan sudah saya temukan dalam guntingan koran. Gagasannya mengemuka pada minggu ketiga Agustus 1924. Dalam rapat anggota dewan pada Rabu, 20 Agustus 1924, salah satu agendanya membahas usulan A. Sleeuw, W. van Oosten dan G.D.N. van Oosten untuk mengubah nama dua ruas jalan, satu di antaranya Gang Pinang ke Djohar-laan. Konon, usulan itu menjadi tantangan bagi para anggota dewan (AID, 25 Agustus 1924).
Saya jadi bertanya-tanya. Mungkinkah satu ruas lainnya adalah usulan untuk mengubah Doerian-laan ke Tandjoeng-laan? Sebagai jawabnya, besar kemungkinan memang betul demikian. Sebabnya, saya mendapati bahwa dua nama penggantinya sama-sama berasal dari kayu-kayuan. Dengan demikian, saya kira baik Djohar-laan maupun Tandjoeng-laan mulai dipakai pada tahun 1924.