Senyuman Anak-anak Korban Penggusuran Anyer Dalam saat Ngabuburit Bersama Rumah Bintang
Anak-anak korban penggusuran Anyer Dalam ngabuburit membuat celengan kertas. Mereka antusias mengikuti acara Cerita Ramadan Rubin 2022.
Penulis Emi La Palau10 April 2022
BandungBergerak.id - Sekelompok anak-anak Anyer Dalam berkumpul di sebuah rumah yang tak utuh akibat penggusuran. Dengan latar dinding yang jebol, mereka membuat kerajinan berupa celengan yang dihias gambar dan kertas berwarna.
Salah satunya Naura (8). Ia serius menggambar dan menggunting kertas warna, menempelkan pada celengan berbentuk tabung terbuat dari kertas. Ia membuat gunung, bunga-bunga berwarna merah, dan rumah.
Naura tampak antusias mengerjakan karyanya. Ia bekerja dalam diam, di antara keriuhan yang dipicu anak-anak lainnya. “Gambar rumah, suka saja sama bunga-bunga, nanti buat nabung (celengannya),” kata Naura, kepada BandungBergerak.id, Sabtu (9/4/2022) sore.
Di samping Naura, Nyimas (8) juga sibuk dengan kriyanya, menghias celengan tabungnya. Lalu, ada Pradipta (3) yang nampaknya tak mau kalah dengan anak-anak lainnya. Karena menjadi salah satu yang paling kecil, ia didampingi oleh Niki Suryaman, koordinator Rumah Bintang (Rubin) Bandung. Niki membantu mengguntingkan kertas-kertas warna, lalu Pradipta sibuk menempelkan kertas tersebut pada celengannya.
Pascapenggusuran, Pradipta cukup agresif. Kali ini ia lebih tenang dan hanya fokus pada karya kerajinannya. Ia mengaku senang saat ditanya kesan mengikuti acara bertajuk “Cerita Ramadhan Rubin 2022” itu.
Perubahan perilaku juga terlihat pada Aye (8), anak Anyer Dalam yang tumbuh dengan down syndrome (tunagrahita). Akhir Januari lalu, empat bulan pascapenggusuran, perilaku Aye sempat tak terkontrol dan sesekali mengganggu kawan lainnya. Namun sore itu, ia bisa tenang dan fokus pada karyanya. Sesekali ia memamerkan karyanya tiap kali berhasil menempelkan kertas di celengannya kepada Niki dan BandungBergerak.id. Ia berharap pujian.
Pembuatan kerajinan anak di rumah yang tak utuh sisa penggusuran itu sebagai kegaitan pembuka rangkaian Cerita Ramadan Rubin 2022. Niki Suryaman, acara ini merupakan kegiatan tahunan yang selalu diadakan tiap bulan puasa.
Pada tahun-tahu sebelumnya, komunitas yang fokus di bidang pendidikan anak tersebut mengadakan acara serupa di berbagai tempat, salah satunya di Ciwidey dengan kegiatan Pesantren Kilat. Melalui acara ini, Rubin mengajarkan anak-anak bagaimana penerapan nila-nilai keagaamaan dalam kehidupan.
Tahun ini, Rubin Bandung memilih berkegiatan di Anyer Dalam. Selain merupakan kelanjutan kegiatan trauma healing pada anak-anak yang terdampak penggusuran, kegiatan ini juga untuk mengisi waktu luang anak-anak menunggu waktu berbuka puasa (ngabuburit) dengan membuat karya.
“Kalau di Anyer Dalam, sifatnya kita ngerespons ada teman-teman atau ada warga dalam kondisi tertentu yang kita anggap harus kita respons. Kayak di Anyer ini kan salah satu tempat yang memang harus kita dampingi,” ungkap Niki.
Menurutnya, dalam sistuasi apa pun anak-anak berhak atas mendapatkan ruang untuk bermain dan mendapatkan ilmu. Pada kegiatan kali ini, Rubin sengaja mengajak anak-anak membuat karya yang memiliki nilai pakai seperti celengan. Ke depannya, Rubin akan mengajak mereka membuat tas dan menggambar di tas tersebut.
“Dari pada (anak-anak) main yang membahayakan ngabuburitnya, main petasan, bikin sesuatu lah yang bisa kepake buat mereka. Lebih memproduktifkan waktu aja di momen puasa,” kata Niki.
Baca Juga: Fikom Fes 2022 Menumbuhkan Semangat Baru di Jalur Seni
Musik Kota Bandung masih Kalah dengan Kota Lain, Benarkah?
Membuat Damar Kurung, Memelihara Lingkungan Cibogo
Cerita Ramadan Rubin
Cerita Ramadan Rubin akan dilakukan sepanjang bulan Ramadan hingga nanti pada 1 Mei 2022 menjelang lebaran. Kegiatannya diadakan dua kali dalam seminggu, pada Selasa atau Rabu, dan pada akhir pekan antara Sabtu dan Minggu, setiap waktu ngabuburit atau lewat pukul 15.00.
Kegiatan terdekat setelah membuat kerajinan adalah membikin takjil bersama anak-anak. Nantinya takjil tersebut akan dibagikan kepada keluarga anak-anak dan warga sekitar. Sementara itu, menjelang lebaran akan ada bazar.
“Manfaatin momennya aja gitu, buat ekonomi warganya juga kan, bakal buat lebaran,” ungkap Niki.
Kegiatan Rubin terbuka bagi masyarakat umum, baik dari komunitas maupuan individu. Mereka diajak berkolaborasi dan membuat aktivitas lainnya di Anyer Dalam. Peminat yang akan berpartisipasi tinggal datang ke Anyer Dalam.
Kondisi Anak-Anak Pascapenggusuran
Pada kegiatan kali ini, ada hal paling mencolok yang diarasakan oleh Lutfi Nursabrina Arifin, salah seorang sukarelawan komunitas Rumah Bintang. Menurut Upi, panggilan akrabnya, perilaku anak-anak Anyer Dalam saat ini terlihat lebih tenang, tidak lagi agresif.
Upi menceritakan ketika awal Rumah Bintang mulai beraktifitas di Anyer Dalam, dalam prosesnya anak-anak tampak sangat agresif, emosi mereka tak terkontrol. Mereka kerap adu mulut dan tak jarang saling mengganggu satu sama lain.
“Jadi anatusiasnya lebih antusias, terus tadi lebih tertib. Mungkin karena setiap pertemuan kita selalu (sampaikan) sudah jangan berantem, lebih tertib mereka. Terus tadi gunting karena ngak ada banyak, awal itu rebutannya parah, kalau sekarang lebih kondusif, mereka lebih mau nunggu gitu. Ngeliat-liat masih dipakai yang lain nunggu. Kalau waktu itu tuh chaos banget,” cerita Upi.
Upi menjelaskan, penggusuran membuat anak-anak trauma. Hal ini membuat kondisi mereka sangat tidak stabil. Upi berharap ke depan anak-anak bisa semakin pulih dari luka dan trauma, meski persitiwa tersebut tak akan benar-benar hilang dari ingatan mereka.
“Semoga bisa kembali ceria, kembali mendapatkan kesenangan layaknya anak-anak, walaupun kondisinya masih seperti ini. Tapi jangan sampai mereka merasa kehilangan, tetap ceria,” harapnya.
Menjelang kumandang azan magrib, semua anak-anak telah menyelesaikan celengan kertasnya. Mereka ceria karena sebentar lagi bisa berbuka. Beberapa anak ada yang biasa menamatkan puasa sampai magrib, sehingga antusias mengikuti acara ngabuburit bersama Rubin.
Yufa (9), misalnya, yang baru duduk di bangku kelas dua sekolah dasar, mengaku puasanya belum pernah batal. Sementara Pandu (6) dan teman-temannya tampak gembira membawa pulang celengan hasil karya mereka.