Gerakan Dapur Umum dari Solidaritas Sosial Bandung
Solidaritas Sosial Bandung selalu hadir dengan dapur umumnya. Gerakan ini melahirkan solidaritas-solidaritas serupa di masyarakat Kota Bandung.
Penulis Reza Khoerul Iman16 April 2022
BandungBergerak.id – Suasana Ramadan di depan kampus Univesitas Katolik Parahyangan (Unpar), Bandung, memuncak pada sore hari menjelang berbuka puasa. Para pedagang sibuk dengan kompornya, menu berbuka puasa dijajakan menyambut para pemburu takjil yang meluber di jalan.
Tak terkecuali para pegiat Solidaritas Sosial Bandung (SSB) pada Kamis (04/14/2022) sore itu. Di Omunium, Jalan Ciumbuleuit, mereka sibuk mengiris sayuran, membolak-balikkan gorengan, dan membungkus makanan. Pada hari ke-12 puasa tersebut, mereka akan kembali beraksi turun ke jalanan untuk mendistribusikan makanan kepada mereka yang membutuhkan.
Salah seorang pendiri SSB, Niki Suryaman menyatakan kegiatan solidaritas pangan tersebut baru berjalan tiga kali di bulan Ramadan tahun ini, setelah sebelumnya sempat berhenti tiga bulan lebih lamanya. Pertama, Niki dan kawan-kawan melaksanakannya di Rumah Bintang, Antapani pada 7 April, kemudian berlangsung dua kali di Omunium pada tanggal 11 April dan 14 April.
“Sebenarnya dapur umum kami tidak vakum. Jadi kita dua tahunan fokus di dapur umum dan kampanye berkebun, kemudian sekitar tiga bulan kita rehat dulu dan juga karena ada teman- teman yang sudah mulai kerja lagi. Nah, di sela kegiatan dapur umum tidak berjalan, kami tetap merespons persoalan yang ada, dengan membuat aksi sosial lainnya,” tutur Niki kepada BandungBergerak.id, pada Kamis, (04/14/2022).
Kegiatan dapur umum yang telah menjadi ciri khas kegiatan Solidaritas Sosial Bandung rencananya akan berlangsung kembali sebanyak dua kali dalam seminggu, tanpa harus terikat tempat dan waktu. Niki menjelaskan di belahan Bandung mana pun mereka dapat melakukan aksi solidaritas.
Bergulirnya kembali dapur umum SSB disambut hangat oleh sejumlah pegiatnya. Salah satunya Boit yang selalu merasa senang ketika mengikuti rangkaian aksi sosial yang dilakukan oleh SSB. Ia sudah cukup lama mengikuti Niki dan kawan-kawan dalam melakukan aksi sosial.
Kegiatan sosial seperti ini membuka hati dan mata Boit. Di sisi lain ia merasa senang ketika melihat orang lain merasa terbantu, namun di sisi lain juga ia merasa simpati dan sedih hati ketika mengetahui ternyata masih banyak orang yang membutuhkan.
“Saya pribadi akhirnya jadi terdorong untuk membantu. Terus sebetulnya yang paling duluan itu yang di sekitar kita terlebih dahulu. Baru setelah dirasa yang terdekat sudah oke, kemudian saya pribadi ikut kegiatan sosial yang lainnya. Ya, selama saya mampu buat ngasih atau berbagi, saya lakukan,” ucap Boit.
Tujuan dari aksi solidaritas pangan tersebut sebetulnya bukan berapa bungkus makanan yang dapat mereka distribusikan per harinya, namun para pegiat SSB berharap setiap orang yang mengikuti rangkaian aksi solidaritas dapat membawa manfaat untuk daerahnya sendiri.
Hal ini dirasakan oleh salah seorang pegiat SSB lainnya, Kociw yang merasa puas ketika mengetahui banyak orang yang menduplikasi aksi solidaritas pangan yang dilakukan SSB. Ia menyakinkan bahwa 1.000 porsi makanan tidak ada apa-apanya dibanding kepuasannya ketika mengetahui banyak orang yang meniru kegiatannya.
“Itu yang diharapkan, percuma gaungnya besar tapi ternyata cepat mati juga. Jadi lebih baik senyap dan perlahan, akan tetapi tetap berlanjut hingga sampai saat ini,” tutur Kociw.
Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Ramadan di Zaman Kolonial
Data Pelepasan Emisi di Kota Bandung 2001-2020, Terbesar di Tahun 2004
DATA BICARA: Kota Bandung Semakin Panas, Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) Sulit Ditambah
Berangkat dari Kabar Kelaparan
Solidaritas Sosial Bandung hadir di saat Bandung diguncang pagebluk Covid-19. Awalnya, Niki Suryaman dan kawan-kawan pada bulan April di tahun 2020 mendapat kabar bahwa terdapat sekitar 300 lebih kepala keluarga di Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, dilanda persoalan kelaparan dan akses makanan yang layak.
Berangkat dari sana, ia dan kawan-kawannya menggalang dana dan memberikan bantuan lainnya untuk warga Cikole. Berawal dari sana pula Solidaritas Sosial Bandung hadir di tengah masyarakat Kota Bandung.
“Ya, awalnya SSB hadir karena untuk merespons kondisi pandemi. Secara inisiatif, baik secara individu atau komunitas membuat gerakan solidaritas pangan dalam bentuk dapur umum. Pergerakan awal asalnya cuma dua dapur umum, yaitu di LBH Bandung dan di Antapani. Dari sana, banyak orang yang membawa gerakan solidaritas ini, hingga akhirnya dapat terkumpul sekitar 16 dapur umum,” jelas Niki yang juga pendiri komunitas rumah belajar Rumah Bintang (Rubin).
Respons positif tidak hanya didapat Niki dan kawan-kawannya melalui para peserta solidaritas pangan saja. Dari media sosial pun banyak orang yang menawarkan dirinya untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut dan banyak tempat juga yang meminta untuk didatangi oleh kawan SSB
Dalam hal ini SSB membuka lebar-lebar kesempatan untuk turut berpartisipasi mengikuti kegiatannya, namun Niki dan kawan-kawan lebih menyarankan agar mereka membuat aksi solidaritas sosial di daerahnya sendiri terlebih dahulu. Hal tersebutlah yang membuat sayap pergerakan SSB semakin melebar luas.
Kawan-kawan SSB juga tidak membatasi diri dalam melakukan aksi sosial dengan melakukan solidaritas pangan semata. Ada kalanya mereka melakukan aksi sosial lainnya seperti galang dana untuk mereka yang ditimpa penyakit, kemudian melakukan kegiatan sosial di wilayah-wilayah yang terkena penggusuran, melakukan pameran foto dalam rangka penggalangan dana, dan berbagai aktivitas sosial lainnya yang dilakukan SSB dalam kurun waktu dua tahun ini.
“Persoalan pasti akan terus terjadi, oleh karenanya kita selalu merespons persoalan yang terjadi semampu kita melakukannya, apapun itu bentuknya. Seperti dulu kita pernah melakukan pameran foto untuk penggalangan dana kepada salah seorang kawan kami yang sedang dilanda kanker di Lucky Square Mall,” ungkap Niki.
Meskipun pandemi telah melandai dan akan segera usai, Solidaritas Sosial Bandung tidak akan ikut usai. Meskipun dibentuk karena pukulan pagebluk, Niki menyatakan bukan berarti Solidaritas Sosial Bandung harus ikut usai juga. Sebab lebih tepatnya mereka dibentuk karena adanya persoalan dan persoalan akan selalu ada mengiringi kehidupan setiap manusia. Oleh karenanya mereka akan berusaha untuk tetap hidup dan ada pada setiap persoalan yang terjadi di Kota Bandung.