• Narasi
  • SEPUTAR MANG KOKO DAN KARYANYA #10: Buku Kawih Gaya Mang Koko

SEPUTAR MANG KOKO DAN KARYANYA #10: Buku Kawih Gaya Mang Koko

Buku ini berawal dari penelitian skripsi pada lagu Guntur Galunggung Mang Koko. Perburuan data dilakukan ke perpustakaan di Bandung, Surakarta, dan Yogyakarta.

Abizar Algifari Saiful

Pendidik musik, komposer, dan peneliti

Buku bertajuk Kawih Gaya Mang Koko: Pengantar Tinjauan Tekstual dan Kontekstual, ditulis Abizar Algifari S. (Sumber: Abizar Algifari S)

13 Mei 2022


BandungBergerak.idSebenarnya, buku ini sudah mulai saya susun ketika masih menjalani studi di UPI Bandung. Bermula dari suka dan sering mendengarkan lagu-lagu karya Mang Koko, saya berniat untuk menyusun sebuah buku yang berkenaan dengan karya beliau. Lagu yang paling saya sering dengar, di antaranya kawih berjudul Reumis Beureum Dina Eurih dan Guntur Galunggung. Kedua lagu ini memang memiliki ciri yang khas dibandingkan dengan lagu Mang Koko lainnya. Dilihat dari durasinya pun kedua lagu tersebut lebih lama, untuk lagu Remis Bereum Dina Eurih berdurai 6 menit sedangkan lagu Guntur Galunggung berdurasi 11 menit. Durasi yang lama untuk sebuah karya musik tradisi. Di kedua lagu tersebut pula tidak ada repetisi lirik yang biasa digunakan di lagu kawih Mang Koko lainnya. Selain selalu penasaran dengan karya-karya Mang Koko, saya selalu berburu buku-buku yang membahas mengenai Mang Koko.

Rasa penasaran ini memuncak. Hingga akhirnya saya membulatkan tekad untuk memilih salah satu lagu Mang Koko untuk dijadikan sebagai bahan penulisan tugas akhir di kampus. Kala itu, saya dibimbing oleh satu dosen favorit saya yang bernama Ibu Dewi Suryati Budiwati. Beliau menyambut hangat dan antusias ketika saya memutuskan untuk memilih lagu Guntur Galunggung untuk dijadikan topik penelitian. Proses diskusi, membaca, dan menulis menjadi satu siklus yang saya lakukan bersama beliau. Dalam proses penulisannya, saya menyambangi tiga narasumber untuk mengungkap beberapa pertanyaan yang saya susun. Narasumber yang saya datangi adalah Ibu Ida Rosida (anak kandung Mang Koko) sebagai pewaris karya-karya Mang Koko, Pak Engkos Warnika yang rajin mendokumentasikan karya Mang Koko, dan Prof. Iskandarwassid yang memberikan tawaran tafsirnya terhadap lirik lagu Guntur Galunggung. Selama kurang lebih 8 bulan saya intens mencari data dan melakukan analisis terhadap lagu tersebut.

Selepas mempertanggungjawabkan dihadapan beberapa penguji, tulisan ini membawa saya pada kelulusan studi. Pascawisuda, saya masih sering berdialog dengan Bu Dewi terkait kelanjutan tulisan yang saya susun ini. Tidak berhenti sampai situ, tulisan ini saya terus kembangkan. Perburuan data saya lanjutkan ke pelbagai perpustakaan di Bandung, Surakarta, dan Yogyakarta. Tak lupa, di Surakarta saya bertamu ke rumah almarhum Pak Rasita, disambut oleh istrinya. Pak Rasita menulis disertasi mengenai karawitan gaya Mang Koko. Data ini sangat membantu saya mengungkap tabir yang masih samar terkait sosok Mang Koko dan karyanya. Saya rasa buku ini mengalami perjalanan yang cukup mengasyikkan.

Saya bersyukur buku ini dapat terbit. Salah satu alasan saya menulis buku yang berhubungan dengan karawitan Sunda adalah sungguh masih sedikit buku-buku yang membahas karawitan Sunda di setiap tahunnya. Padahal karawitan Sunda memiliki wilayah cakupan ilmu yang luas. Apa yang diartikulasikan dalam buku ini hanya bagian kecil dari luasnya lautan karawitan Sunda.

Memang, saya paham, bahwa ilmu mengenai karawitan Sunda didominasi oleh kegiatan praktik. Namun, lebih elok jika kegiatan praktik ini diseimbangkan dengan kegiatan pendokumentasian, salah satunya dalam bentuk tulisan artikel, esai, ataupun buku. Untuk apa? Kita dapat rasakan sendiri bahwa karawitan Sunda termasuk ke dalam seni pertunjukan yang erat kaitannya dengan waktu. Selepas dari waktu tampilan, ikut berakhir pula pertunjukan seni tersebut. Dengan tulisan, minimal kita dapat mengingat dan merefleksikan kembali pertunjukan seni yang kita serap informasinya melalui seluruh indra. Dibilang baik, belum sampai sana. Buku ini masih akan terus bertumbuh mengikuti perkembangan keilmuan. Saya amat terbuka jika ada yang akan memberikan saran atau masukan untuk mengawal buku ini terus tumbuh.

Baca Juga: SEPUTAR MANG KOKO DAN KARYANYA (7): Berkunjung ke Rumah Bu Ida Rosida
SEPUTAR MANG KOKO DAN KARYANYA (8): Prof Iskandarwassid dan Syair Lagu Guntur Galunggung
SEPUTAR MANG KOKO DAN KARYANYA (9): Kilas Balik Gending Karesmen

Buku Kawih Gaya Mang Koko

Buku ini menawarkan konstruksi pikiran saya ketika menganalisis lagu Mang Koko. Diketahui bahwa objek seni pertunjukan memiliki banyak lapis yang dapat dikupas. Perlu beberapa kacamata untuk meneropong lagu Mang Koko dari pelbagai lapisan. Dalam buku, saya memberi tawaran kepada para pembaca, langkah-langkah yang dilakukan ketika menganalisis salah satu objek seni, khususnya pada kasus lagu karya Mang Koko. Yang saya yakini, bahwa tidak ada satu pun metode mutlak yang paling bagus untuk membaca dan menganalisis sebuah karya seni. Selera, rasa, logika, dan cara berpikir akan berbeda satu individu dengan individu lainnya. Meskipun begitu, tahap analisis membantu, setidaknya mengungkap bentuk, struktur, fungsi, dan makna dari sebuah karya seni.

Apalagi pada kesenian tradisi seperti lagu Mang Koko. Banyak temuan menarik yang dapat diungkap dan diperlihatkan hasil dari kegiatan analisisnya. Temuan ini saya bagi menjadi dua kelompok, yakni tekstual dan kontekstual. Saya akan menjelaskan sekilas mengenai kedua aspek temuan ini.

Pertama, tekstual di sini adalah segala yang berhubungan dengan teksnya, dalam hal ini adalah musik. Seluruh unsur musikal pembentuk karya musik termasuk dalam kelompok tekstual. Bisa kita ibaratkan ini sebagai pondasi, dinding, kerangka besi, cat, lantai, dan atap dari sebuah rumah. Aspek tekstual membangun fisik khayali dari sebuah karya musik. Kedua, yakni aspek kontekstual. Saya ibaratkan dengan manusia yang mengisi rumah tersebut. Seluruh kejadian biologis, sosial, agama, ekonomi, sampai dengan cinta, termasuk ke dalam aspek kontekstual. Saya biasa menyebutnya dengan aspek ekstraestetik. Temuan aspek kontekstual dalam karya Mang Koko yang saya artikulasikan dalam buku ini, di antaranya membahas makna tersirat yang terkandung dalam syair lagu, fenomena sejarah yang terkandung dari lirik lagu, dan proses kreativitas yang dilakukan di balik terciptanya lagu tersebut.

Langkah analisis yang saya lakukan terhadap karya Mang Koko masih berlandaskan pada unsur-unsur musik yang dirasakan. Seperti halnya nada, melodi, ritme, dinamika, dan rumpaka (lirik lagu). Sebenarnya, langkah analisis seperti ini diadaptasi dari ilmu musikologi. Misal, pergerakan melodi, pola ritme, dinamika, dan kesan. Istilah musikal yang digunakan pun disatupadukan, antara istilah karawitan Sunda dan istilah dalam teori musik Barat. Apakah boleh? Tentu saja boleh. Ada beberapa fenomena musik dalam lagu karya Mang Koko yang istilah dalam karawitan Sunda belum ada atau pengertiannya belum mendekati, begitupun sebaliknya. Dengan menggunakan pendekatan keilmuan lain, saya harap dapat mengungkap fenomena musikal dalam sebuah karya karawitan Sunda. Untuk mengupas makna tersirat dalam lagu pun, saya berusaha menafsirnya dengan pendekatan ilmu semiotika. Apakah hasil tafsir tersebut 100 persen benar? Tentu saja tidak. Takarannya tak dapat ditentukan secara kuantitatif, namun dapat dirasakan secara aural atau melalui kesan afektif yang muncul.

Buku ini merupakan buku pertama saya. Layaknya cinta pertama, banyak kesan yang sulit dilupakan dari proses pencarian dan penyusunannya. Saya harap dengan hadirnya buku ini dapat memantik tulisan lain mengenai karawitan Sunda muncul ke permukaan khalayak. Menjadi jembatan yang kuat dan indah untuk dilalui serta dikunjungi oleh pembacanya. Muncul bukan sekadar menampakkan wujudnya, namun memberikan manfaat bagi sesama. Melanjutkan perjuangan pendahulu kita untuk menguatkan identitas yang kita miliki. Teriak dan marah ketika salah satu budaya kita diakui oleh negara lain, boleh. Tetapi, akan lebih syahdu, jika kita mengakui, merawat, dan peduli dengan aset budaya yang dimiliki melalui aksi nyata.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//