• Kampus
  • Menengok Kampus Ramah Disabilitas UPI dan UNS

Menengok Kampus Ramah Disabilitas UPI dan UNS

Perguruan tinggi yang inklusif wajib memberi ruang yang sama bagi penyandang disabilitas untuk turut serta dalam seleksi masuk ke perguruan tinggi.

Patung marmer di taman Vila Isola, Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, Rabu (23/5/2022). Vila Isola saat ini berfungsi sebagai gedung rektorat UPI. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana13 Mei 2022


BandungBergerak.idSejumlah kampus di Indonesia menyatakan diri inklusif atau terbuka bagi mahasiswa semua kalangan, termasuk penyandang disabilitas. Di antara kampus tersebut adalah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung,  dan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Ketua Komisi Nasional Disabilitas (KND), Dante Rigmalia, mengatakan kampus ramah disabilitas merupakan bagian dari pendidikan inklusif. “Karena dengan pendidikan inklusif berarti kita memegang sebuah filosofi penyelenggaraan pendidikan yang menghormati, menghargai keberagaman setiap mahasiswa,” kata Dante, dikutip dari laman UPI, Jumat (13/5/2022).

Pada kesempatan tersebut, Dante melakukan audiensi bersama Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan UPI, Didi Sukyadi, dengan didampingi sejumlah pimpinan UPI, Rabu (11/05/2022).

Dante menyebut bahwa UPI sebagai kampus ramah disabilitas dan setuju mengimlementasikan kampus yang ramah terhadap penyandang disabiltas. Menurutnya, UPI telah menerima menerima banyak penyandang disabilitas ke berbagai program studi.

Sementara Didi Sukyadi mengatakan pentingnya pendidikan inklusif untuk diterapkan pada setiap perguruan tinggi. Khususnya di UPI, Didi mengaku bahwa pendidikan yang inklusif telah diterapkan sejak lama. “Policy UPI tidak berubah bahwa UPI adalah kampus inklusif,” katanya.

Namun, Didi mengakui bahwa UPI masih memiliki banyak kekurangan. Utamanya terkait fasilitas penunjang yang masih terbatas. Tidak semua bangunan di UPI didesain bisa memfasilitasi kawan-kawan disabilitas.

Tetapi, UPI berkomitmen untuk terus memberikan fasilitas yang mengakomodasi penyandang disabilitas. Direktur Direktorat Pendidikan UPI, Asep Supriatna, menambahkan bahwa UPI menerima mahasiswa pada program studi mana pun.

“Dan kita pun menerima berbagai jalur disabilitas dari jalur apapun. Jika mungkin dari SNMPTN, SBMPTN, Seleksi Mandiri, Prestasi Istimewa, termasuk kerja sama sekalipun,” pungkasnya.

Baca Juga: Demokrasi tak Dapat Diraih di Papua
Momentum Memperbaiki Data Covid-19 Kota Bandung
Peringatan May Day di Bandung, Buruh Jawa Barat Menuntut Kenaikan Upah

Kampus Inklusif UNS

Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menjadi kampus lainnya di Indonesia yang menjalankan kebijakan ramah dan tidak diskriminatif terhadap penyandang difabel. Pada 2021, UNS menerima anugerah kehormatan Inclusive Award dalam bidang pendidikan yang diberikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia (RI).

Munawir Yusuf, Guru Besar Manajemen Pendidikan Inklusif di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS, mengatakan perguruan tinggi yang inklusif wajib memberi ruang yang sama bagi penyandang disabilitas untuk turut serta dalam seleksi masuk ke perguruan tinggi.

“Bagi perguruan tinggi, implikasinya adalah wajib memberi ruang yang sama bagi penyandang disabilitas untuk dapat mengikuti seleksi masuk ke perguruan tinggi dan perguruan tinggi wajib menyediakan akomodasi yang layak bagi mahasiswa disabilitas yang diterima,” jelas Munawir.

Tentu, tidak semua penyandang difabel harus diterima di perguruan tinggi. Menurut Munawir, beberapa penyandang difabel menyadari keterbatasan kemampuannya. Mereka yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah, lebih memilih bekerja secara mandiri atau menjadi pekerja bagi orang lain setelah lulus dari jenjang sekolah menengah, mereka antara lain adalah penyandang disabilitas mental dan intelektual.

Beberapa mahasiswa difabel yang sering melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi adalah mereka yang secara intelektual tidak mengalami hambatan meskipun mungkin secara fisik atau sensorik termasuk difabel, seperti tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa, terdapat pula penyandang autis namun tidak banyak.

Munawir mengatakan, semua mahasiswa difabel meskipun mereka banyak mengalami kendala dan hambatan, belum ada satu pun di antara mereka yang tidak lulus karena disabilitas. Hal ini menunjukkan bahwa jika diberikan kesempatan yang cukup, penyandang difabel akan mampu menyelesaikan kuliah di kampus dengan baik. Maka, menerima mahasiswa difabel tidak perlu dikhawatirkan selama sesuai dengan bakat, minat, dan potensinya.

Selanjutnya, Munawir juga menyebutkan bahwa UNS adalah kampus yang ramah bagi penyandang disabilitas. Hal ini ditandai dengan adanya kebijakan pimpinan universitas dan fakultas yang memberikan ruang memadai bagi mahasiswa difabel. Contohny FKIP yang memiliki Prodi Pendidikan Khusus (PKh).

Prodi tersebut hampir setiap tahun selain menerima mahasiswa pada umumnya juga menerima mahasiswa dari penyandang disabilitas. Di FKIP, juga diberlakukan mata kuliah Pendidikan Inklusif 2 SKS untuk semua Prodi S1 sejak 2008 yang lalu.

“Mata kuliah ini memberikan pembekalan bagi calon guru agar mengenali keberagaman peserta didik berkebutuhan khusus dan bagaimana pengelolaan pembelajarannya dalam setting kelas inklusi di sekolah regular,” jelas Munawir yang juga merupakan Kepala Pusat Studi Difabilitas (PSD) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNS.

Selain itu, UNS memiliki PSD LPPM yang secara khusus melakukan kajian riset, pengabdian masyarakat dan penguatan layanan bagi mahasiswa penyandang disabilitas. Ada pula regulasi yang merespons terhadap hak-hak penyandang disabilitas, antara lain Peraturan Rektor Nomor 1150/2020 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penerimaan Mahasiswa Baru yang antara lain membuka Seleksi Mandiri Jalur Disabilitas (SMJD), dan peraturan lainnya.

Demikian juga dalam hal penilaian, ditegaskan bahwa penilaian bagi mahasiswa berkebutuhan khusus dilakukan secara fleksibel dengan mempertimbangkan keterbatasan dan hambatan yang dimiliki (Pasal 28 : 13).

Tahun 2021 tercatat sebanyak 24 mahasiswa difabel sedang berproses mengikuti perkuliahan di UNS, beberapa di antaranya ada yang sudah lulus. Munawir juga menjelaskan bahwa terdapat akomodasi yang layak di UNS. Bagi mahasiswa tunanetra dan tunarungu, PSD LPPM UNS telah menyiapkan puluhan mahasiswa  relawan juru bahasa isyarat bagi tunarungu dan pendamping orientasi mobilitas bagi tunanetra jika dibutuhkan.

Tidak semua mahasiswa difabel selalu membutuhkan pendampingan. Semua mahasiswa baru difabel nantinya akan dikumpulkan dan diberikan orientasi tentang bagaimana berkuliah di kampus UNS. PSD LPPM UNS telah melatih puluhan mahasiswa yang bersedia menjadi relawan kampus untuk pendamping mahasiswa difabel.

Mengenai fasilitas fisik, menurut Munawir, meskipun belum seluruhnya sempurna, beberapa bangunan gedung di UNS sudah menerapkan lerengan (ramp) untuk pemakai kursi roda, menyediakan toilet khusus, jalur pemandu (guiding block) bagi tunanetra, dan juga lift di beberapa gedung bertingkat yang dilengkapi penanda tulisan braille.

Di sepanjang lingkar kampus UNS juga telah dilengkapi jalur pedestrian yang sangat nyaman bagi pejalan kaki dan aktivitas olahraga. Demikian juga untuk tempat parkir khusus bagi kendaraan penyandang disabilitas, telah dilengkapi hampir di setiap fakultas.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//