• Kolom
  • PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #6: Kantor Persis Menjadi Tuan Rumah Sidang Kongres Al-Islam Hindia

PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #6: Kantor Persis Menjadi Tuan Rumah Sidang Kongres Al-Islam Hindia

Setelah sidang tiga hari di Bandung, forum menetapkan H.O.S. Tjokroaminoto dan M.H. Mhd. Mansoer pergi menuju Hejaz, Arab Saudi.

Hafidz Azhar

Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung

H.O.S Tjokroaminoto dari buku Bunga Rampai dari Sejarah I Karya Mohamad Roem. Tjokroaminoto bersama M.H. Mhd. Mansoer menjadi utusan umat Islam Hindia Belanda untuk pergi ke Hejaz, Arab Saudi, terkait perhelatan umat muslim di seluruh dunia. (Foto repro: Hafidz Azhar)

3 Juli 2022


BandungBergerak.idKongres Al-Islam Hindia yang sebelumnya digelar di Yogyakarta pada bulan Desember 1925, menyisakan persoalan terkait utusan yang akan dikirim ke Hejaz untuk perhelatan umat muslim di seluruh dunia. Meski demikian, hasil musyawarah tersebut telah memutusukan tiga poin pokok mengenai maksud utusan yang akan dikirim ke negeri Arab Saudi itu, terutama mengenai eksistensi dan hubungan dengan kaum muslim di seluruh dunia.

Tiga poin itu antara lain, pertama, menampilkan wajah Islam di Hindia Belanda kepada kaum muslim di dunia. Kedua, mencari keterangan tentang berlangsungnya Kongres Islam Dunia yang sebelumnya digelar di Mekkah untuk membicarakan masalah khilafah. Ketiga, melakukan semua hal yang berguna bagi umat Islam di Hindia Belanda (Bandera Islam 19 Januari 1926).

Mula-mula pengurus Central Comite Congres Al-Islam di Yogyakarta mengumumkan rencana untuk menggelar kembali musyawarah karena adanya masalah yang belum tuntas. Setelah terjalin kesepakatan antara Centraal Comite Congres Al-Islam Hindia di Yogyakarta dengan pengurus Comite Kongres Al-Islam di Bandung maka, ditentukanlah bahwa pada tanggal 6 sampai 8 Februari 1926 akan diadakan sidang luar biasa di Bandung. Salah satu tempat yang dijadikan pertemuan ini yaitu, “roemah sekolah Persatoean Islam”, di Jalan Pangeran Soemedangweg 41 (sekarang Jalan Oto Iskandar Dinata).

Adapun agenda utama yang berlangsung pada hari pertama tanggal 6 Januari tersebut antara lain, menetapkan acara kongres dan menerima berbagai usulan dengan dihadiri oleh pimpinan kongres, pimpinan pusat comite, pengurus komite kongres serta para perwakilan kongres (Bandera Islam 29 Januari 1926).

Sidang luar biasa yang diselenggarakan di Bandung itu akan menampilkan empat kegiatan lainnya. Pada 7 Februari 1926 acara diisi dengan dua agenda dengan waktu yang berbeda. Acara pertama dimulai pukul 8 sampai 11 malam berdasarkan hitungan waktu tanggal 6 Februari malam hari. Pertemuan yang rencananya akan berlangsung di gedung Bioskop Oranje Cassino itu berfokus pada pembahasan siapa orang yang akan menjadi utusan untuk acara Kongres Al-Islam di Hejaz; berapa biaya pemberangkatan dan apa saja mandat yang akan diberikan; lalu apa saja hal yang perlu untuk dibicarakan terutama tentang masalah Khilafah dan Kongres Al-Islam (Bandera Islam 29 Januari 1926).

Pada pertemuan kedua, 7 Februari 1926 kegiatan dimulai pukul 9 pagi sampai dengan pukul 1 siang. Rencananya acara ini akan diisi dengan tiga materi kuliah. Pertama, tentang Cita-cita Islam terhadap Pergaulan Hidup Manusia oleh Haji Agus Salim. Kedua, tentang Sikap Islam terhadap Agama-agama lain di Dunia oleh Mirza Wali Ahmad Baig dari India. Ketiga, tentang Cita-cita Islam dalam Perkara Politik oleh Tjokroaminoto (Bandera Islam, 9 Januari 1926).

Sedangkan pada hari ketiga 8 Februari 1926, terdapat pembahasan pokok yang dilanjutkan dengan materi kuliah dari Haji Agus Salim dan Syeikh Ahmad Soerkatie Al-Ansari. Masing-masing di antaranya yakni, membicarakan langkah Pusat Persatuan Pemimpin-pemimpin Muslim serta upaya untuk mempersatukan umat Islam di Hindia Timur; Ceramah Islam dan Poligami yang akan disampaikan oleh Haji Agus Salim; serta ceramah tentang Perempuan dalam Islam oleh Syeikh Ahmad Soerkatie Al-Ansari (Bandera Islam 29 Januari 1926).

Baca Juga: PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #3: Perseteruan Persis dengan Perkumpulan Permufakatan Islam
PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #4: Persis Menjawab Tudingan
PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #5: Rintangan Persis di Luar Bandung

Sabirin ketua Komite Kongres Al-Islam di Bandung. Sabirin juga menjabat Sekretaris Persis. (Foto: Sipatahoenan 27 Januari 1933)
Sabirin ketua Komite Kongres Al-Islam di Bandung. Sabirin juga menjabat Sekretaris Persis. (Foto: Sipatahoenan 27 Januari 1933)

Dua Orang Utusan ke Hejaz

Selain terselenggaranya sidang luar biasa di kantor Persis, tiga orang pengurus Persatuan Islam juga menduduki jabatan yang sangat berpengaruh dalam Comite Kongres Al-Islam di Bandung. Sabirin yang kala itu menjabat sekretaris Persis menjabat juga sebagai ketua Comite Kongres Al-Islam di Bandung. Bukan hanya itu. Terdapat nama-nama lain dari petinggi Persis seperti Haji Zamzam dan Ahmad Hassan yang mengisi anggota komite bersama dengan tokoh-tokoh dari perkumpulan lain, seperti Wiriadimadja, KM. Saman, M. Saaran, Kartadimadja, Nawi R. Saamitohardjo, K.M. Joenoes, Motoatmodjo, R. Bakri, Soeraatmadja dan Dt. Rodjja. Adapun posisi penting lainnya diduduki oleh Prawiradinata sebagai sekretaris 1, Poespo Soekardjo, Roeschan Abdoellah dan Manap sebagai anggota sekretaris dan H. Abdulgani sebagai bendahara (Bandera Islam  19 Januari 1926).

Setelah sidang itu berlangsung selama tiga hari di Bandung, forum menetapkan dua orang utusan yang akan pergi menuju Hejaz. Dua orang itu ialah, H.O.S. Tjokroaminoto dan M.H. Mhd. Mansoer. Pada tanggal 4 Maret 1926 dua tokoh tersebut menggelar pertemuan di Batavia sebelum pergi dari Tanjung Periok menggunakan kapal laut menuju Hejaz.

Pertemuan diadakan di Djono Hotel, Kemayoran bersama dengan berbagai utusan lain dari PSI (Partai Sarekat Islam) Garut, Majalengka, Cianjur, Sukabumi, Bogor dan PSI Banten. Para utusan yang akan pergi meninggalkan Hindia Belanda ini diantar juga oleh sanak keluarga. Sedangkan dari pihak pemerintah yang hadir yakni, RA Kern bersama Harun sebagai pejabat untuk urusan bumiputra. Kehadiran Kern di Batavia itu tentu membuka gerbang keringanan bagi para utusan. Selain untuk bertemu dengan Tjokroaminoto, Kern juga berpesan agar para utusan yang akan pergi ke tanah Arab itu jangan sungkan untuk meminta bantuan kepada Konsul Belanda di Hejaz. Bahkan Kern juga menyanggupi titipan uang untuk dikirimkan kepada para perwakilan pertemuan yang digelar di tanah Arab itu.

“Kalau toean dan kawan-kawan toean jang bersamaan pergi ke Hedjaz ada keperloean di Hedjaz, djanganlah ragoe-ragoe boeat meminta tolong kepada Consul Nederland jang ada di Hedjaz, baik dari Comite Chilafat maoepoen dari siapa sahadja, maka saja sebagai Adv. v. Inl. Zaken (Pejabat untuk urusan Pribumi) sanggoep boeat menerima kiriman-kiriman itoe dengan berdjandji soepaja mendapar perhatian dari Consul jang ada di Djedah,” tutur Kern sebagai mana dilaporkan dalam Bandera Islam 6 Mei 1926.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//