• Opini
  • Plastik Ramah Lingkungan Bisa Jadi Bukan Solusi

Plastik Ramah Lingkungan Bisa Jadi Bukan Solusi

Plastik biodegradable sering disebut plastik ramah lingkungan. Namun solusi terbaik untuk permasalahan ini adalah mengurangi penggunaan plastik itu sendiri.

Maureen Audrey

Mahasiswi Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).

Seorang pemulung mencari sampah plastik di muara Sungai Cipamokolan, Bandung, Jawa Barat, 17 Oktober 2021. Saat musim hujan sungai-sungai kembali jadi tempat pembuangan sampah dan limbah industri. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

4 Juli 2022


BandungBergerak.idAngka sampah plastik di Indonesia mencapai 5,4 juta ton yang merupakan 14 persen dari total produksi sampah di Indonesia, sehingga diperlukan penanganan yang tepat sebagai solusi dari masalah tersebut. Perkembangan produksi plastik meningkat pesat seiring dengan bertambahnya waktu, di mana pada tahun 2002 persentase sampah plastik adalah sebesar 8,88 persen dan saat ini meningkat hingga 14 persen.

Sampah plastik merupakan bahan yang sulit terurai di alam, sehingga akan timbul masalah-masalah yang lebih rumit ketika sampah plastik ada dalam jumlah yang besar dan tidak terkendali. Penguraian plastik biasanya memerlukan waktu 50-100 tahun hingga sampah plastik tersebut dapat hancur, selain itu diperlukan kondisi tertentu juga dalam prosesnya (Sahwan,dkk, 2005:311).

Berbagai cara dan kebijakan telah dilakukan sebagai upaya mengurangi sampah, bahkan diatur pula dalam undang-undang dan juga peraturan pemerintah. Beberapa di antaranya adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup 13 Tahun 2012 mengenai reuse, reduce, dan recycle, Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012 terkait pengelolaan sampah, dan lain-lainnya yang menyatakan tentang upaya pengurangan sampah di Indonesia (Trusty dan Aminah, 2020:46).

Plastik Biodegradable

Solusi yang efisien sangat diperlukan untuk mengurangi produksi sampah plastik per tahunnya dan salah satu cara yang beredar adalah dengan menggunakan plastik biodegradable sebagai pengganti plastik konvensional, namun solusi tersebut memerlukan peritimbangan ulang mengenai kelebihan, kekurangan, serta efisiensinya.

Plastik biodegradable saat ini ramai diperbincangkan sebagai alternatif plastik konvensional, yang merupakan plastik berbahan dasar sumber daya alam yang dapat diperbaharui, sehingga dapat terurai dalam waktu yang lebih cepat. Material polimer merupakan bahan utama dari pembuatan plastik yang nantinya dapat dibentuk setelah pelarutnya diuapkan hingga mengeras.

Dalam proses pembuatan plastik ramah lingkungan diperlukan adanya penambahan bahan organic berupa plasticizer dengan fungsi melemahkan kekakuan dan meningkatkan fleksibilitas polimer. Pati adalah bahan alami dan merupakan sumber karbohidrat tinggi yang dinilai cocok untuk dijadikan sumber polimer pada proses pembuatan plastik biodegradable ini. Dengan demikian, bakteri pseudomonas dan bacillus dapat lebih mudah mendegradasi plastik yang terbuat dari pati atau amilum (Nurhayati, dkk, 2013:58).

Plastik biodegradable sering kali dipercaya sebagai jalan keluar dari permasalahan sampah plastik di Indonesia. Dengan dialihkannya penggunaan plastik konvensional menjadi plastik biodegradable, proses penguraian dapat berlangsung dalam waktu yang lebih cepat. Di satu sisi, memang benar bahwa plastik ramah lingkungan akan dalam jangka waktu yang lebih pendek dibandingkan plastik biasa, namun pada penggunaannya plastik biodegradable belum tentu sepenuhnya efektif.

Harga plastik biodegradable relatif lebih tinggi daripada plastik konvensional, di mana faktor ini pun akan menjadi pertimbangan bagi masyarakat yang ingin menggunakannya. Dengan jumlah populasi masyarakat Indonesia yang sangat besar, maka penggunaan plastik pun akan semakin meningkat, sehingga diragukan pula jika masalah penimbunan sampah plastik ini dapat teratasi dengan pembuatan plastik biodegradable.

Pertimbangan yang lebih jauh perlu dilakukan berkaitan dengan penggunaan plastik biodegradable ini, karena terdapat kemungkinan pula untuk menambah penimbunan sampah plastik di Indonesia. Adanya cap bahwa plastik biodegradable merupakan plastik yang aman bagi lingkungan pun sangat berpengaruh bagi masyarakat, di mana secara tidak sadar akan mendorong pemikiran masyarakat untuk menimbun lebih banyak sampah plastik lagi.

Jika tidak disertai dengan pengertian yang benar, maka plastik biodegradable akan diperlakukan layaknya plastik konvensional, padahal penggunaan plastik biodegradable pun tetap harus ditinjau dari berbagai aspek, yang mana jika tidak ada pertimbangan yang matang hal tersebut tidak akan memberikan perubahan ataupun perbaikan terhadap masalah penumpukan sampah plastik.

Baca Juga: Pemkot Bandung Disarankan Bikin Strategi Pengelolaan Sampah yang Tidak Monoton
Data 5 Jenis Sampah Harian Terbanyak di Kota Bandung 2020, Sisa Makanan dan Plastik di Urutan Teratas
Kang Pisman vs Bom Waktu Sampah

Perlu Diaplikasikan secara Tepat

Selain itu penggunaan plastik ramah lingkungan harus diaplikasikan secara tepat, dan tidak disarankan untuk barang-barang sekali pakai seperti kantong plastik dan pembungkus makanan. Barang sekali pakai dirancang untuk dapat dibuang setelah pemakaian, sehingga dengan demikian sampah plastik menjadi semakin sulit terkendali yang berakibat pada proses degradasi yang tertunda atau bahkan proses degradasi tersebut tidak dapat berjalan sama sekali (Albertsson, 2020:23).

Penggunaan plastik biodegradable sebagai alternatif plastik konvensional mungkin berpotensi mengurangi sampah plastik di Indonesia, namun bukanlah solusi yang paling tepat. Berbagai pandangan menyatakan bahwa plastik biodegradable dapat terurai lebih cepat dalam waktu yang lebih cepat, namun perlu diperhatikan pula bahwa proses penguraian plastik tidak hanya bergantung pada material plastik, tetapi diperlukan juga kondisi lingkungan yang ideal.

Berbagai macam faktor turut mempengaruhi proses dan kecepatan dekomposisi plastik, seperti kelembapan, panas, keberadaan mikroorganisme, dan lainnya. Sebaiknya penggunaan plastik biodegradable haruslah dipertimbangkan terlebih dahulu, mengingat pertumbuhan angka sampah plastik per tahunnya yang diperkirakan akan mencapai 12.000 metric ton) pada tahun 2050 dan penggunaan plastik biodegradable ini mungkin tidak memberikan perbedaan yang begitu berarti, atau bahkan memperburuk penumpukan sampah plastik (Sahwan, dkk, 2005:313).

Walaupun plastik biodegradable ini sering dipromosikan sebagai solusi dari masalah penumpukan sampah plastik, namun solusi terbaik untuk permasalahan ini adalah dengan mengurangi penggunaan plastik itu sendiri.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//