PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #8: Munculnya Comite Pembela Islam
Majalah Pembela Islam tidak jarang menampilkan sosok Sukarno dan tokoh nasionalis lainnya yang mengulas isu sosial, ekonomi, dan politik di Hindia Belanda.
Hafidz Azhar
Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung
24 Juli 2022
BandungBergerak.id - Pada tahun 1929, kalangan pemuka Islam di Bandung membentuk sebuah wadah yang dinamakan dengan Comite Pembela Islam. Selain diinisiasi oleh tokoh-tokoh Islam yang memahami berbagai bahasa asing dan lokal, komite ini bertujuan untuk menyanggah serangan-serangan dari golongan yang dianggap tidak sepaham dan menyimpang.
Dalam Pembela Islam no.1 misalnya, disebutkan bahwa Comite Pembela Islam mempunyai asas dan tujuan antara lain, “Pertama, bekerja mengumpulkan buku-buku, karangan-karangan, selebaran-selebaran dan lain-lain yang mana mencela Islam atau mengandung celaan terhadap Islam, baik dengan disengaja atau pun tidak. Kedua, menolak menjawab atau membalas cela-celaan atau serangan-serangan yang tersebut di atas, baik dengan mengeluarkan buku-buku, surat-surat kabar, selebaran-selebaran atau pun dengan mengadakan rapat-rapat umum. Ketiga, memberi penerangan untuk kebaikan Islam, teristimewa dalam masalah-masalah yang diributkan oleh pembenci-pembenci Islam. Keempat, mengajak tiap-tiap orang dan perkumpulan Islam untuk ikut mendirikan Comite Pembela Islam di tempat masing-masing” (Pembela Islam no. 1 bulan Oktober 1929, Mughni, 1994: 75-76).
Didirikan pada tanggal 1-2 Maret 1929, Comite Pembela Islam diisi oleh tokoh-tokoh Islam yang berasal dari organisasi Persatuan Islam, Partai Sarekat Islam dan Jong Islamietenbond. Tokoh-tokoh ini antara lain, Ahmad Hassan, Haji Zamzam Haji Mahmud, Sabirin, Bachtiar Effendi, S.M. Roeschan, Sjahboeddin Latief, I. Tjai, dan Abdul Halim Zanzibar (Pembela Islam no. 1 bulan Oktober 1929, Nieuw Rotterdamsche courant 7 April 1929, Overzicht van de Inlandsche en Maleisch-Chineesche Pers no 43).
Sedangkan empat orang dari komite ini yang berasal dari Persatuan Islam yaitu, Ahmad Hassan, Haji Zamzam, Haji Mahmud dan Sabirin dianggap sebagai tokoh yang berpengaruh dalam menjalankan pergerakan komite, terutama Ahmad Hassan sebagai guru di Persatuan Islam sekaligus orang yang kerap berperan penting dalam setiap debat yang digelar oleh Comite Pembela Islam.
Pada bulan Oktober 1929, Comite Pembela Islam mula-mula menerbitkan majalah Pembela Islam. Bertempat di jalan Lengkong Besar no. 90, majalah ini terbit setiap satu bulan sekali. Namun pada no. 16 bulan Januari 1931 majalah ini terbit menjadi satu bulan dua kali sebagaimana diumumkan pada Pembela Islam no. 14 bulan November 1930. Di samping berisi tulisan-tulisan mengenai pokok-pokok ajaran Islam, majalah ini pun memuat artikel-artikel menarik tentang khazanah Islam.
Selain itu, ada juga berisi tentang informasi pertemuan yang digelar oleh Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) di wilayah Priangan maupun di luar Priangan; seperti kongres PSII di Surabaya dan debat terbuka yang digelar oleh PSI Garut; serta kabar-kabar atau tulisan yang berhubungan dengan isu di luar kawasan Hindia Belanda sebagaimana ditampilkan pada Pembela Islam no. 13 bulan Oktober 1930 dengan judul, Haram Melawan Pemerintah Inggris? Berisi soal Ahmadiyyah Lahore yang enggan melawan pemerintah Inggris.
Majalah yang dikelola oleh Ahmad Hassan dkk. ini pun tidak jarang menampilkan sosok Sukarno dan tokoh nasionalis lainnya terutama tentang urusan sosial, ekonomi, dan politik di Hindia Belanda. Seperti yang ditunjukkan melalui tulisan dalam rubrik Islam, Agama, Politiek, Social dengan judul, Wanhoopstheorie Dr. Soetomo-Ir. Soekarno, yang di antaranya berisi tentang pandangan Sukarno.
Dalam tulisan tersebut Sukarno mengkritik tokoh-tokoh yang berputus asa dalam melihat kondisi sosial rakyat. Di samping itu, tulisan tersebut juga mengutip pandangan Sukarno yang sebelumnya ditulis dalam majalah Fikiran Rajat no. 30 berkenaan dengan apa yang Sukarno sebut sebagai Wanhoopstheorie (teori putus asa).
Pembahasan lain dalam Pembela Islam yakni, seputar rakyat pribumi. Pada edisi no. 23 bulan Februari 1931, redaksi menampilkan polemik kaum bumiputra dengan orang Tionghoa. Tulisan yang diberi judul, Boemipoetra contra Tiong Hoa itu memuat berita tentang perkelahian orang bumiputra dan orang Tionghoa yang terjadi di Pekalongan. Menariknya, tulisan itu seolah-olah menentang semua tindak kekerasan dengan tidak memandang kaum mana pun karena berhubungan dengan mentalitas yang buruk. Meskipun dalam hal lain si penulis cenderung membela kaum pribumi saat diperlakukan tidak adil dan juga mengindikasikan bahwa Ahmad Hassan dkk. juga melarang segala bentuk ketidakadilan.
“Kita tidak oesah periksa mana jang lebih dahoeloe melakoekan poekoelan disini. Tapi mentaliteitnja orang Boemipoetra terhadap kepada orang Asing jang selaloe dia pandang sebagai djoeragan, tauke, singkek, enz. soedah oemoem, jang tidak dia poekoel lebih dahoeloe. Atau, kalau ada, hanja apabila merasa betoel jang dia tidak ada dan diperlakoekan sangat tidak adil dan sewenang-wenang” (Pembela Islam no. 23 bulan Februari 1931).
Baca Juga: PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #5: Rintangan Persis di Luar Bandung
PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #6: Kantor Persis Menjadi Tuan Rumah Sidang Kongres Al-Islam Hindia
PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #7: Polemik Persis dengan Sarekat Islam
Tantangan pada Comite Pembela Islam
Sementara itu kemunculan Comite Pembela Islam di Bandung memperoleh juga tantangan dari berbagai pihak. Salah satunya tentang penyitaan selebaran Comite Pembela Islam sebagai reaksi atas artikel yang ditulis oleh Pastor Ten Berge dalam jurnal Studien.
Menurut laporan Bataviaasch Nieuwsblad 31 Juli 1931 bahwa pamplet yang berisi sanggahan itu berhasil disita oleh pihak berwenang. Yang mula-mula melakukan wawancara terhadap masyarakat di kawasan Priangan Tengah, dan menghadirkan keputusan jika selebaran itu harus berhenti didistribusikan.
Tidak disebutkan masyarakat dari kalangan mana yang dimaksud. Tetapi media Belanda yang bermarkas di Jakarta itu menyebutkan bahwa tujuan utama penyitaan tersebut untuk mencegah kembali agitasi baru dalam pergerakan Islam. Seperti yang dilakukan sebelumnya terhadap majalah Hiao Kiao, milik orang Tionghoa.
Pergerakan Comite Pembela Islam dalam menyanggah dan menjalankan paham Islam yang diyakininya melalui majalah Pembela Islam, banyak mendapat apresiasi dari tokoh-tokoh Islam lainnya yang tidak masuk dalam lingkaran komite ini sebagaimana ditunjukkan oleh Hamka.
Dalam beberapa edisi, Hamka sering menulis untuk Pembela Islam, terutama tentang persoalan Islam dan politik seperti tulisan yang berjudul, Persatoean Islam dan Boebarnja PNI. Maka, sebagai alat propaganda, majalah Pembela Islam tentu sangat diperhitungkan dalam menyebarkan ideologi Islam.
Meski demikian, hadirnya Pembela Islam tidak dapat dipisahkan dengan prinsip keislaman ala Ahmad Hassan dan pengurus Persatuan Islam lain yang masuk dalam komite ini. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa Comite Pembela Islam merupakan wajah lain dari Persatuan Islam yang mempunyai kesamaan dalam mengamalkan Islam dengan mengembalikan kepada akarnya, yakni Al-Qur’an dan Hadis sebagai pedoman utama.