PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #7: Polemik Persis dengan Sarekat Islam
Pecah kongsi di tubuh Sarekat Islam Bandung dilatari perbedaan pandangan terhadap Islam, terutama terhadap praktik keagamaan yang dijalankan Persis.
Hafidz Azhar
Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung
18 Juli 2022
BandungBergerak.id - Prinsip Persis dalam mengembalikan ajaran Islam terhadap Al-Qur’an dan Hadis bukan hanya ditentang oleh kalangan tradisionalis, namun juga oleh para pengurus Sarekat Islam cabang Bandung. Padahal tidak dapat dimungkiri jika tokoh-tokoh Persatuan Islam sendiri merupakan anggota Sarekat Islam seperti yang ditunjukkan oleh Sabirin yang memimpin Sarekat Islam di Bandung. Bukan hanya itu. Konon, banyak dana yang mengalir untuk Sarekat Islam Bandung yang berasal dari Persatuan Islam (Federspiel, 1966: 141). Sehingga heran bila dikatakan bahwa kedua organisasi itu menjadi saling bersinggungan.
Menurut catatan Federspiel, terjadi kisruh dalam tubuh Sarekat Islam Bandung setelah para anggotanya masuk menjadi anggota Persis. Pecah kongsi di tubuh Sarekat Islam Bandung ini dilatari oleh perbedaan pandangan terhadap Islam, terutama terhadap praktik keagamaan yang dijalankan Persis oleh para pengikut pandangan Tjokroaminoto terkait prinsip keyakinan Islam. Dari sini muncul polemik antara Persis dengan rengrengan Sarekat Islam yang terjadi di tahun 1930-an.
Federspiel juga menjelaskan bahwa pada bulan Juni tahun 1932 persinggungan antara Persis dan Sarekat Islam kian meruncing. Sampai-sampai beberapa anggota yang pro terhadap pandangan Tjokroaminoto di dalam Sarekat Islam Bandung mengeluarkan semua anggota yang keras berpendirian mempertahankan pandangan keagamaan Persis. Para petinggi Persis seperti Haji Zamzam, Ahmad Hassan dan Mohammad Natsir tak luput dari pembersihan itu. Mereka disingkirkan oleh pihak yang anti terhadap anggota Persis. Meskipun lain halnya dengan Sabirin yang masih tetap menduduki jabatan penting baik dalam Sarekat Islam maupun di organisasi Persis.
Hubungan Sarekat Islam dengan Persatuan Islam pada mulanya memang berjalan baik. Kendati Persis sedari awal sudah menunjukkan prinsip keislamannya yang kemudian dianggap tidak selaras dengan pandangan sebagian orang pengurus Sarekat Islam Bandung. Di awal perkembangannya, Persis menaruh harapan untuk bekerja sama dengan Sarekat Islam di Bandung. Sebagaimana dilaporkan dalam Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie 4 Oktober 1927, bahwa rengrengan Persis mempunyai keinginan yang erat untuk bekerja sama dengan Partai Sarekat Islam saat Haji Zamzam dkk. mempunyai massa sekitar 300 orang.
Sebelum polemik terjadi, Sabirin mempunyai andil yang besar dalam menghubungkan Sarekat Islam dengan Persis. Sebagai orang kedua di tubuh Persis dan orang pertama di Partai Sarekat Islam Bandung, Sabirin tentu punya sikap tersendiri bagaimana kedua organisasi ini dapat menjalin hubungan yang baik. Apalagi, sepak terjang Sabirin saat berada dalam Sarekat Islam dapat membawa Persis tergabung dalam sebuah perhimpunan penting yang meliputi berbagai perkumpulan kaum bumiputra. Kala itu tahun 1926, Persis tercatat sebagai salah satu organisasi massa yang ikut serta dalam combinatie vergadering. Mula-mula pertemuan itu digelar di gedung Medan Pertemoean, di Jalan Pangeran Soemedangweg, tidak jauh dari kantor Persis. Dengan diketuai oleh Sabirin, pertemuan itu menekankan pada pentingnya persatuan bangsa Indonesia sebagaimana dijelaskan oleh Mr. Singgih selaku pembicara dalam pertemuan tersebut.
Baca Juga: PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #4: Persis Menjawab Tudingan
PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #5: Rintangan Persis di Luar Bandung
PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #6: Kantor Persis Menjadi Tuan Rumah Sidang Kongres Al-Islam Hindia
Pembentukan PPPKI
Pada masa selanjutnya pertemuan kembali digelar. Kali ini acara berlangsung di gedung Ons Genoegen Bandung. Berbagai organisasi yang hadir antara lain, Algemeene Studieclub, Pengurus Besar Pasundan, Perserikatan Minahasa, Perdata Budi Utomo, Persatuan Islam, Pasundan Cabang Bandung, Partai Sarekat Islam, Persatuan Pemimpin Islam, Comite Oemat Islam Bandung, Permufakatan Islam, Comite Chilafat Bandung, Indonesische Studieclub Surabaya, dan beberapa orang dari kalangan komunis. Dalam pertemuan gabungan itu ditetapkanlah bahwa pada tanggal 22 Agustus 1926:
“Menimbang: persatoean itoe amat dirasakan dan dipandang perloe oleh seloeroeh rakjat Indonesia, menimbang poela jang persatoean itoe dapat tertjapai. Memoetoeskan: mengasi koeasa pada bestuur-bestuur dari perhimpoenan-perhimpoenan terseboet di atas tadi, oentoek mengadjak segala perhimpoenan-perhimpoenan dan orang-orang lain diseloeroeh Indonesia berdaja oepaja boeat mentjapai persatoean itoe” (Wiranta, 1933: 32-33).
Pada tahun 1927, Sabirin kembali mewakili Partai Sarekat Islam untuk menghimpun suatu perkumpumpulan dari berbagai organisasi yang dinamakan dengan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Wadah ini merupakan tindak lanjut dari deklarasi sebelumnya yang berlangsung di gedung Ons Genoegen. Gagasan untuk membentuk PPPKI ini bermula pada gelaran kongres Sarekat Islam di Pekalongan tanggal 28 September-2 Oktober 1927. Di sana forum memutuskan untuk menyepakati usulan Sukarno sebagai perwakilan dari PNI agar membuat suatu wadah persatuan yang dinaungi oleh berbagai partai politik bangsa Indonesia termasuk partai keagamaan seperti partai Kristen untuk mencapai kesatuan dari semua pergerakan kebangsaan (Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977-1978: 130).
Pada kongres Sarekat Islam itu ditunjuklah Dr. Sukirman sebagai perwakilan SI untuk merumuskan rancangan anggaran dasar bersama dengan Sukarno sebagai utusan dari PNI. Adapun komite persiapan itu terdiri dari beberapa perwakilan partai dan dipimpin oleh Sabirin dari Partai Sarekat Islam Bandung. Maka diputuskanlah bahwa tanggal 17 Desember 1927 dibentuk Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia. Dengan diisi oleh para perkumpulan yang terdiri dari: Partai Nasional Indonesia yang diwakili oleh Sukarno, Iskaq Tjokrohadisurjo, Mr. Sartono, Mr. Budiarto, dan Dr. Samsi; Partai Sarekat Islam yang diwakili oleh Dr. Sukriman bersama Syahbudin Latief; Budi Utomo dengan diwakili oleh Kusumo Utoyo bersama Sutopo Wonoboyo; Paguyuban Pasundan diwakili oleh Otto Subrata, Bakrie Suraatmaja dan Sutisna Senjaya; Serikat Sumatera yang diwakili oleh Parada Harahap dan Dahlan Abdullah; Kaum Betawi yang diwakili oleh Moh. Husni Thamrin; serta Indonesische Studieclub yang diwakili oleh Suyono Gondokusumo dan Sunjoto (Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977-1978: 130).
Dengan melihat kiprah Sabirin dalam peta pergerakan kebangsaan sebelum polemik terjadi, bisa dikatakan bahwa ia berhasil membawa Persis dan Partai Sarekat Islam Bandung mampu menjalin persatuan bersama perkumpulan bumiputra lainnya. Meski sayangnya perselesihan antara Sarekat Islam Bandung dan Persis di masa-masa selanjutnya tak bisa dihindarkan. Namun, polemik yang menyeret Sarekat Islam dengan Persatuan Islam di tahun 1930-an itu muncul ketika Persis kian teguh memegang prinsipnya. Di masa-masa itu Persis yang diwakili oleh beberapa tokohnya mulai gencar menggelar debat terbuka untuk membahas soal-soal agama yang dianggap menyimpang dari akar ajaran Islam. Dengan demikian wajar bila ada serangan dari pihak yang tidak sepakat dengan sikap yang ditunjukkan oleh para pemuka Persis itu, sebagaimana yang dilakukan oleh pengurus Sarekat Islam di Bandung terhadap prinsip keislaman Ahmad Hassan dkk.