PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #11: Persis Menggelar berbagai Ceramah Umum
Selain di Bandung, perjalanan pengurus Persatuan Islam dalam melakukan berbagai ceramah umum berlangsung juga di kawasan Batavia dan beberapa daerah di Priangan.
Hafidz Azhar
Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung
22 Agustus 2022
BandungBergerak.id - Pada tanggal 26-27 Oktober 1935, rengrengan Persatuan Islam mengadakan Tablig Akbar (ceramah umum) pertama di kantor Persis Jalan Pangeran Soemedangweg. Selain dihadiri oleh sekitar 700 orang, acara ini disaksikan juga oleh utusan dari PNI dan Muhammadiyah.
Dengan diliput oleh perwakilan pers dari Nicork, tablig akbar ini menyajikan tiga pembahasan. Pertama, tentang masalah Mi’raj yang dijelaskan oleh Abdurrahman. Kedua, tentang asas Persis yang dibahas oleh Fachroedin Al-Kahiri. Dan ketiga, mengenai pandangan umum yang disampaikan oleh H. Zain (Al-Lisaan nomor 1 27 Desember 1935).
Pada tanggal 23-24 November 1935 Persis menggelar tablihg akbar yang kedua kalinya. Kali ini acara tersebut dihadiri sekitar 500 orang, dan diliput oleh perwakilan pers dari Pemandangan. Acara yang dimulai dari jam 08.00 ini menyajikan empat pembahasan. Pertama, terkait zakat yang disampaikan oleh K.H.M. Ramli. Kedua, tentang puasa yang dijelaskan oleh Qamaroeddin. Ketiga, tentang taqlid yang dibahas oleh Abdurrahman. Yang keempat, terkait ringkasan zakat dan puasa oleh K.H. Azhari (Al-Lisaan nomor 1 27 Desember 1935).
Berbagai ceramah umum yang digelar oleh Persis itu tidak hanya berlangsung di Bandung sebagai basis utama organisasi Persatuan Islam, tetapi juga diadakan di luar Bandung. Di Cirebon, misalnya, Persis cabang Cirebon mengadakan tablig umum pada tanggal 11-12 Desember 1935. Acara ini berlangsung di sekolah Al-Irsyad dengan dihadiri sekitar 100 orang.
Selain dipimpin oleh seorang tokoh bernama Aliman, ceramah umum tersebut berisi tentang beberapa rangkaian acara yakni, pembacaan Juz ‘Ama beserta artinya, pembahasan materi dan tanya-jawab, dilanjutkan dengan nasihat dan beberapa pendapat dari ulama-ulama setempat. Seorang pengurus Persis Cirebon bernama Moehsin membacakan Juz ‘Ama beserta artinya. Setelah itu Ahmad Hassan menjelaskan soal kemudahan belajar agama di zaman Rasul dan kesulitannya di zaman itu karena banyaknya karya ulama yang berjilid-jilid.
Selanjutnya muncul pertanyaan yang langsung dijawab sendiri oleh A. Hassan. Usai sesi tersebut Awad Al-Kasadi memberi nasihat kepada para pemuda agar bekerja untuk agama Islam. Di samping itu, Salim, alumni dari sekolah Al-Isrsyad ikut menjelaskan pula ihwal jatuhnya Islam akibat melakukan bid’ah. Kemudian dilanjutkan oleh seorang tokoh bernama Ghazali yang mengabarkan bahwa di Cirebon akan muncul kelompok Ahmadiyah Lahore (Al-Lisaan nomor 1 27 Desember 1935).
Perjalanan pengurus Persatuan Islam dalam melakukan berbagai ceramah umum berlangsung juga di kawasan Batavia dan beberapa daerah di Priangan. Dalam Al-Lisaan nomor 2 edisi 27 Januari 1936 dikabarkan bahwa pengurus besar Persatuan Islam telah melakukan pertemuan dan tablig umum di beberapa daerah. Antara lain, ceramah umum di Cirebon pada tanggal 1 Januari 1936, tablig umum dan membahas penyikapan terhadap ajaran Ahmadiyah yang berlangsung di masjid Persatuan Islam, di Gang Sape’i, gelaran tablig umum di Pendidikan Islam Mr. Cornelis (Jatinegara), pertemuan di Pendidikan Islam Bogor, kunjungan ke sekolah Persis di Cipetir, dan pertemuan dengan pengurus Persis cabang Cianjur.
Sampai kembalinya ke Bandung pada 1 Januari 1936, Ahmad Hassan dan Haji Zamzam tak pernah luput dalam perjalanan dakwahnya itu. Kedua tokoh tersebut dapat menjawab persoalan hukum dalam agama yang muncul di sela-sela tablig umum atau pertemuan yang digelar oleh pengurus Persis di Cianjur maupun di tempat lain.
Menariknya, seraya menggelar tablig pengurus Persis di daerah-daerah di luar Bandung dapat melebarkan sayap pergerakan dengan membentuk kring-kring, sebagaimana yang dilakukan oleh pengurus Persis cabang Cirebon. Dengan dinakhodai oleh Aliman, mula-mula, Persis Cirebon berhasil mendirikan kring di Gebang. Kemudian Aliman membentuk kring Persatuan Islam Karang Ampel ketika melakukan perjalanan ke Indramayu.
Di Karang Ampel, dibentuklah pengurus kring Persis yang terdiri dari: M. Tjakra sebagai ketua, M. Adi sebagai sekretaris, M. Karta sebagai bendahara, M. Noer sebagai wakil ketua, lalu M. Siban, M. Kaswad, M. Adi Pandej, M. Wasmin dan M. Tidjoed sebagai komisaris. Setiap dua minggu sekali para pengurus ini diberikan kelas khusus oleh Alimin (Al-Lisaan nomor 2, 27 Januari 1936) untuk memahami arah dan cakupan Persis sebagai organisasi keagamaan.
Baca Juga: PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #7: Polemik Persis dengan Sarekat Islam
PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #9: Sipatahoenan Menampilkan Tokoh Persis
PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #10: Debat Persis dengan Nahdlatul Ulama
Gerakan Persistri
Selain Persis, rengrengan Persatuan Islam Istri (Persistri) juga turut menggelar tablig umum yang diperuntukkan kaum ibu. Tidak seperti ceramah Persis, tablig umum ini diadakan setiap hari Senin di masjid Persis, di Bandung. Sedangkan yang memimpin kegiatan ini yaitu, istri dari K.H. Abdurrahman dan Dahniar, istri dari tokoh bernama Ahmad, dengan dihadiri sekitar 50 orang termasuk yang bukan anggota Persis. Meski diadakan oleh kalangan istri, namun tablig umum ini pun dibantu oleh kalangan ulama dari Persis. Seperti K.H. Md. Ramli, K.H. Azhari dan A.D. Haanie (Al-Lisaan nomor 1 27 Desember 1935).
Sama halnya dengan perkembangan Persis, pergerakan Persis Istri di luar Bandung memang layak untuk diperhitungkan. Seperti tablig umum yang berlangsung tanggal 23 Februari 1936 yang diadakan oleh Persistri cabang Tanah Abang. Berdasarkan laporan khusus dalam majalah Al-Lisaan nomor 3 27 Februari 1936 bahwa acara tersebut digelar di sekolah Pendidikan Islam, Oude Tamarindelaan 152, Batavia Centrum.
Acara ini dihadiri oleh 250 orang dari kaum ibu dan kalangan pemudi. Sementara yang memimpin kegiatan ini yaitu Karsach, tokoh Persistri Tanah Abang. Dalam sambutannya Karsach menyampaikan tujuan Persis Istri yang menyebutnya untuk menjunjung tinggi derajat kaum ibu agar mendalami ilmu agama. Begitu juga yang disampaikan oleh Noerjannah sebagai pengisi tablig. Menurutnya cara untuk menempuh tujuan Persistri antara lain, dengan cara tablig, menggelar kursus agama, membuat kerajinan tangan dan mendidik anak secara Islam (Al-Lisaan nomor 3 27 Februari 1936).
Tentu saja kegiatan tablig dan kursus yang digelar secara rutin itu menjadi acuan bagi para pengurus Persis dan Persis Istri dalam membentuk anggotanya agar menjadi tokoh-tokoh yang paham betul ajaran Islam. Hal ini digencarkan untuk memperkuat basis organisasi, baik itu di daerah-daerah di luar Bandung, atau di kawasan Bandung sendiri sebagai pusat aktivitas organisasi Persatuan Islam.
Di masa ini, Persis kian berkembang dari segi jumlah dan kepengurusan. Meski dihadapkan dengan tantangan yang beragam dari luar tubuh Persis. Seperti munculnya Ahmadiyah, atau, hadirnya soal-soal perbedaan pendapat terkait pemahaman Islam yang berimplikasi pada cara pandang terhadap Persis.