PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #9: Sipatahoenan Menampilkan Tokoh Persis
Sipatahoenan menampilkan wajah Islam yang dinilai berpengaruh di Hindia Belanda. Satu halaman dipenuhi oleh enam wajah tokoh, di antarany H.O.S. Tjokroaminoto.
Hafidz Azhar
Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung
8 Agustus 2022
BandungBergerak.id - Tanggal 27 Januari 1933 surat kabar Sipatahoenan memuat sajian khusus. Pada edisi kali ini media Paguyuban Pasundan yang berdomisili di Groote Postweg Oost Bandung itu menampilkan Speciaal Lebaran Nummer, yakni edisi khusus Lebaran.
Di halaman muka lembar kedua, terpampang wajah-wajah enam orang tokoh yang disertai keterangan. Mereka antara lain: Rd. Haji Abdul Kadir, A.D. Haanie, Mahmoed Joenoes, Haji Hasan Mustapa (Hoofd Penghulu Bandung), Rd. Haji Muhammad Musa (Hoofd Penghulu Limbangan) dan M.H. Moeh. Soedjai (Adviseur Bupati Tasikmalaya). Dari keenam tokoh tersebut mayoritas bertempat tinggal di Tanah Priangan, sedangkan dua orang lainnya berasal dari Sumatera dan Jawa Tengah yaitu, Mahmoed Joenoes dan A.D. Haanie.
Selain itu redaksi menjelaskan alasan edisi spesial ini diterbitkan. Penjelasan tersebut juga ditulis dengan judul, Lebaran Sipatahoenan, yang di antaranya berisi perenungan terhadap masa-masa yang telah berlalu.
“Geus loembrah pisan dina waktoena Lebaran teh sok inget kana sagala roepa, babakoena inget kana sagala kajadian dina zaman noe geus kasorang. Beunang oge disebutkeun jen poean Lebaran teh djadi poe pangeling-ngeling, panggeuing pikir. Lain ngan sok inget ka para karoehoen noe aja patalina djeung noe mikainget bae, tapi kana sagala tapak-tapakna djalma noe gede djasana oge oerang teh sok inget bae (Sudah sangat lumrah ketika masa-masa Lebaran selalu mengingat semua hal, terutama ingat terhadap setiap kejadian di masa silam. Dapat disebutkan bahwa hari Lebaran itu menjadi hari penyadaran, hari perenungan. Bukan untuk mengingat para leluhur yang berhubungan dengan apa yang dipikirkan saja, namun untuk semua jejak-jejak orang yang besar jasanya apalagi kita selalu mengingatnya)” (Sipatahoenan 27 Januari 1933).
Pada halaman selanjutnya redaksi kembali menampilkan wajah tokoh Islam lain yang dinilai banyak memberikan pengaruh di Hindia Belanda. Sebagaimana pada halaman sebelumnya, satu halaman dipenuhi oleh enam wajah tokoh. Sebut saja H.O.S. Tjokroaminoto, A.M. Sangadji, Haji Agus Salim, R.H. Md. Anwar Sanusi serta dua petinggi Persatuan Islam, yakni Haji Zamzam dan Sabirin. Di sebelah kiri dan kanan gambar, masing-masing diberi catatan profil seperti yang nampak pada gambar Haji Zamzam. Menurut penjelasan redaksi, Haji Zamzam merupakan ketua organisasi Persatuan Islam yang juga berperan dalam dunia pergerakan. Ia sangat dikenal di Bandung sebagai orang yang berkiprah dalam menyebarkan ajaran Islam. Namun, dalam keterangan itu redaksi juga menyayangkan Persis tidak membuat cabang-cabang yang tersebar ke berbagai wilayah.
“Oerang Bandoeng mah tangtoe moal aja noe birek deui ka djenengan Djr. H. Zamzam teh, komo deui ti kalangan pergerakan noe make dadasar agama Islam mah, kapan nja ieu pisan noe djadi loeloegoe ti Pagoejoeban Persatoean Islam di Bandoeng teh. Handjakal ieu pagoejoeban henteu njieun tjabang-tjabangna di sababaraha tempat. Noe dipentingkeun koe ieu pagoejoeban teh, djaba ti ngajakeun biantara-biantara tina bab kaislaman, ngaloearkeun boekoe-boekoe noe patali djeung kapentingan agama, malah dina saboelan doea kali ngaloearkeun orgaan noe make ngaran Pembela Islam (Orang Bandung tentu tidak akan ada yang tidak mengenal Juragan H. Zamzam, apalagi dari kalangan pergerakan yang berasaskan agama Islam bahkan ia yang mengetuai Paguyuban Persatuan Islam di Bandung. Sayangnya organisasi ini tidak membuat cabang-cabang di beberapa tempat. Yang menjadi fokus organisasi ini, selain mengadakan khutbah-khutbah tentang keislaman, juga mengeluarkan buku-buku yang berhubungan dengan kepentingan agama, malah dalam waktu satu bulan dua kali mengeluarkan orgaan (media) yang memakai nama Pembela Islam)” (Sipatahoenan 27 Januari 1933).
Baca Juga: PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #6: Kantor Persis Menjadi Tuan Rumah Sidang Kongres Al-Islam Hindia
PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #7: Polemik Persis dengan Sarekat Islam
PERSATUAN ISLAM DI MASA HINDIA BELANDA #8: Munculnya Comite Pembela Islam
Persis di Masa Kepemimpinan Haji Zamzam
Sementera itu redaksi juga menyebutkan, masa kepemimpinan Haji Zamzam, Persis sudah mendirikan beberapa sekolah keislaman seperti Frobel, H.I.S. (Hollandsch Inlandsche School) dan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Bahkan dalam penjelasan selanjutnya, redaksi menyebut bahwa Persis memiliki tujuan untuk kepentingan agama Islam dan berupaya agar semua aturan hidup merujuk pada ajaran agama Islam.
“Dina pingpinan Djrg. H. Zamzam, pagoejoeban Persatoean Islam geus bisa ngayakeun sakola, Frobel, H.I.S. djeung MULO nu make dadasar agama kaislaman. Moga-moga ieu sakola tambah-tambah kana kamadjoeana! Toedjoean ieu pagoejoeban, djaba ti keur kapentingan agama teh, ihtiar soepaja pangatoeran hiroep koemboeh teh make dadasar Islam (Dalam kepemimpinan Juragan H. Zamzam, paguyuban Persatuan Islam sudah dapat mendirikan sekolah, Frobel, H.I.S. dan MULO yang menggunakan dasar keislaman. Mudah-mudahan sekolah ini bertambah maju! Tujuan paguyuban ini, selain untuk kepentingan agama, berusaha agar aturan hidup masyarakat menggunakan dasar ajaran Islam)” (Sipatahoenan 27 Januari 1933).
Sebagai orang kedua dalam organisasi Persis, Sabirin tentu tidak ketinggalan mendapat penghormatan seperti yang disematkan kepada Haji Zamzam. Apalagi Sabirin tidak hanya berperan dalam laju pergerakan Persis, namun juga menempati posisi penting di tubuh Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Dalam koran itu redaksi menjelaskan bahwa Sabirin merupakan mantan ketua Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) Afdeeling Bandung dan menjabat 2e secretaris Lajnah Tanfidziyah PSII, di samping pernah menduduki jabatan sekretaris Persis sekaligus salah satu inisiator Permufakatan Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)
“Sakoemaha ahli pergerakan, komo deui di Bandoeng mah, moal aja noe bireuk ka ieu djenengan teh. Kapan nja ieu pisan oeroet Voorzitter PSII afd. Bandoeng teh, ajeuna 2e secretaris L.T.-P.S.I.I. Keur mimiti ngadegkeun PPPKI oge, nja Djoeragan Sabirin pisan noe ngajakeun biantara di Poengkoerweg teh, netelakeun kahadeanana sakoer pagoejoeban politik di Indonesia ngahidji, nja eta patali djeung poetoesan congres P.S.I.I. di Pekalongan….Djoeragan Sabirin koengsi djadi Secretaris Persatoean Islam di Bandoeng, tapi ajeuna P.S.I. djeung Persatoean Islam teh henteu sakoemaha lajeutna
(Sebagaimana ahli pergerakan, apalagi di Bandung, tidak ada yang tidak mengenal kepada tokoh ini. Tokoh ini juga mantan ketua PSII cabang Bandung, sekarang menjabat sebagai 2e secretaris LT PSII. Saat awal mendirikan PPPKI, juragan Sabirin yang mengadakan pidato di Jalan Pungkur, menjelaskan ihwal hal positif tentang organisasi politik di Indonesia dapat bersatu, yang juga berkaitan dengan keputusan kongres PSII di Pekalongan... Juragan Sabirin pernah menjadi sekretaris Persatuan Islam di Bandung, tapi sekarang PSI dengan Persatuan Islam itu tidak berada dalam hubungan yang baik)” (Sipatahoenan 27 Januari 1933).
Sebagai media yang banyak menunjukkan nilai-nilai kesundaan dan kebangsaan, Sipatahoenan tentu memberikan andilnya dalam menyebarkan jejak pergerakan tokoh-tokoh Persatuan Islam maupun Persis sebagai organisasi. Dalam edisi yang lain, Sipatahoenan pernah memuat lahirnya Persis di Jatinegara.
Kemudian koran yang kali ini dipimpin oleh Bakrie Soeraatmadja itu mengumumkan karya-karya Ahmad Hassan yang salah satunya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda oleh Ahmad Bassach, sastrawan Sunda yang menggunakan nama pena Joehana. Bahkan pada 15 April 1933 Sipatahoenan turut memuat catatan perdebatan antara Ahmad Hassan dengan kelompok Ahmadiyah secara lengkap. Meskipun dalam perdebatan itu Ahmad Hassan mewakili Komite Pembela Islam bersama Ahmad Soorkatie yang terkenal sebagai pendiri organisasi Al-Irsyad.