• Berita
  • Rangkaian Peringatan KAA yang Vakum Dihidupkan Kembali

Rangkaian Peringatan KAA yang Vakum Dihidupkan Kembali

Konferensi Asia Afrika 1955 mengusung semangat multikulturalisme yang menghormati perbedaan budaya Asia dan Afrika. Semua acara berlangsung di Museum KAA, Bandung.

Gedung Merdeka saat menyambut peringatan ke-66 tahun Konferensi Asia Afrika pada awal April 2021. Seruan solidaritas bagi warga Palestina menggema dari gedung ini sebagaimana termuat dalam komunike final Konferensi Asia Afrika 1955. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana25 Februari 2022


BandungBergerak.idAda yang berbeda para peringatan momentum bersejarah 67 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun ini, yakni lebih banyak kegiatan luring atau tatap mukanya. Seperti diketahui, selama dua tahun pagebluk kemarin, banyak kegiatan Museum KAA yang dialihkan secara daring atau bahkan tidak digelar sama sekali.

Apa saja acara 67 tahun Konferensi Asia Afrika tersebut, Kepala Museum KAA Dahlia Kusuma Dewi mengatakan pihaknya sudah merancang rangkaian HUT KAA yang terangkum dalam 8 kegiatan inti dengan tema besar “Recover Tohether, Recover Stronger (Pulih Bersama, Bangkit Perkasa)”.

Acara ini mulai berlangsung akhir Februari hingga Juni 2022. Tentunya rangkaian peringatan KAA ini terbuka untuk umum dengan menjalankan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. 

“Mudah-mudahan semua jalannya acara lancar,” kata Dahlia Kusuma Dewi, pada acara temu media bersama Museum KAA, Kamis (25/2/2022).

Rangkaian peringatan KAA akan diawali dengan program terbaru Museum KAA berupa Podium atau Podcast dengan Museum KAA tanggal 28 Februari 2022. Podcast ini akan membahas isu-isu KAA secara lebih populer dengan sasaran utama anak-anak muda. Podcast dibawakan oleh komunitas Siloka Nusantara.

Lewat podcast tersebut, Dahlia berharap isu-isu KAA menjadi lebih membumi dan dikenal oleh masyarakat luas. Menurutnya, bagi sebagi sebagian orang peristiwa KAA mungkin masih kurang dikenal, terlebih mengenai isunya seperti politik luar negerinya, tokoh-tokohnya, diplomasi, dan seterusnya.

Maka lewat acara yang dikemas secara kekinian, diharapkan KAA menemukan relevansinya. Bahwa KAA bukan sekadar sejarah yang harus diingat, melainkan memilki nilai atau spirit yang relevan dengan masa kini.

“Kemasan (podcast)-nya lebih ke bagaimana nilai KAA bisa relevan untuk kehidupan kita sekarang, dikemas ringan dan membumi. Kalau bicara Dasila Bandung kan mungkin yang paham hanya dosen atau mahasiswa hubungan internasional. Tapi kita ingin membahas isu KAA ini bisa dipahami masyarakat lebih luas dengan penyapaian yang lebih menarik dan menjadi sumber inspirasi,” papar Dahlia.

Rangkaian KAA berikutnya terdiri dari Lomba Desain Prangko Peringkatan 67 tahun KAA. Lomba ini harus senapas dengan tema yang diusung KAA 2022. Prangko hasil lomba akan perkenalkan ke negara-negara Asia dan Afrika.

Seperti peringatan tahun sebelumnya, tahun ini pun akan dilakukan acara Pengibaran 109 Bendera Negara-negara Peserta KTT Asia Afrika dan PBB. Berikutnya, Jamuan Teh Petang bersama Saksi Sejarah KAA 1955 yang dalam dua tahun ke belakang ditiadakan karena pagebluk.

“Insyaallah tahun ini kita angkat kembali (jamuan teh). Sayangnya sudah mulai banyak kehilangan saksi sejarah,” katanya.

Menurutnya, saksi sejarah KAA paling baru meninggal ialah Mochtar Kusumatmadja (tokoh nasional/guru besar Unpad). Namun begitu, Museum KAA berusaha menghubungi keluarga saksi sejarah, antara lain, keluarga Roeslan Abdulgani (Menteri Luar Negeri Indonesia dan Sekretaris Jenderal Konferensi Asia Afrika tahun 1955).

Museum KAA juga akan mengundang keluarga Ali Sastroamidjojo (penggagas KAA juga Perdana Menteri Indonesia). Saksi lainnya yang akan dihadirkan adalah Abah Landung, Ceu Popong, dan Sam Bimbo.

Rangkaian acara selanjutnya bertajuk Konser Sabahat Museum KAA yang akan dihelat bersamaan dengan hari jadi Museum KAA tanggal 24 April 1980. Kemudian, Peluncuran Komik dan Maskot KAA; Asia African Friendship Day: International Students Gathering; Bandung Historical Study Games, dan Kegiatan Donor Darah.

Di samping acara-acara utama tersebut, Museum KAA juga menjalankan layanan lainnya seperti Simkuring atau Sistem Kunjungan Langsung yang tentunya harus menaati protokol kesehatan. Bagi yang tidak bisa melakukan kunjungan langsung, bisa mengakses layanan Sibaron (Sami-sami Blajar Online) melalui Zoom.

Lalu, ada Instagram Live, Virtual Tour MKAA, penelitian, perpustakaan dan magang. Khusus tiga layanan terakhir harus diawali dengan membuat janji terlebih dahulu dengan fasilitator di Museum KAA.

Asia Afrika Festival 2022

Acara rutin Pemerintah Kota Bandung tentang Konferensi Asia Afrika adalah Asia Afrika Festival yang selama pagebluk tidak diselenggarakan. Tahun ini, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bandung berencana menghidupkan acara yang vakum tersebut.

“Asia Afrika Festival insyaallah dalam peringatan 67 tahun KAA tahun akan kami selenggarakan kembali,” kata Kepala Disparbud Kota Bandung Kenny Dewi Kaniasari, yang juga hadir di acara jumpa media Museum KAA.

Menurutnya, Asia Afrika Festival penting diselenggarakan tahun ini dengan mengusung tema kebangkitan, selaras dengan tema peringatan 67 tahun KAA. Kenny menurutkan, dalam dua tahun ke belakang sektor pariwisata dan kebudayaan paling terpukul oleh pagebluk. Tahun ini, sektor yang banyak turunannya itu perlahan mulai bangkit.

“Kegiatan ini menjadi energi positif bagi Museum KAA maupun Kota Bandung untuk bangkit bersama dari pandemi,” kata Kenny.

Baca Juga: Konferensi Asia Afrika, Paul Tedjasurja, dan Buruknya Pengarsipan Kita
Tadarus Teks Pidato Sang Penggagas Konferensi Asia Afrika
Konferensi Asia Afrika 1955, Kisah Genteng Bocor Gedung Merdeka dan Mobil Pinjaman

Jalan Asia Afrika, Bandung. (Foto: Iqbal Kusumadirezza/BandungBergerak.id)
Jalan Asia Afrika, Bandung. (Foto: Iqbal Kusumadirezza/BandungBergerak.id)

Keadilan Digital

Acara jumpa media Museum KAA dilanjutkan dengan diskusi tentang hubungan jurnalis dan Museum KAA. Tema ini dilatarbelakangi sejarah bahwa perhelatan Konferensi Asia Afrika tahun 1955 yang diikuti oleh lebih dari separuh negara-negara di dunia mendapat liputan luas dari media massa dalam dan luar negeri. Tidak kurang dari 300 jurnalis meliput Konferensi Asia Afrika 1955.

Jurnalis senior Budiana Kartawijaya mengatakan, salah satu nilai yang diusung Konferensi Asia Afrika 1955 adalah multikulturalisme. Ini dapat dilihat dari negara-negara peserta Konferensi Asia Afrika yang berasal dari beragam kultur berbeda Asia dan Afrika.

Nilai tersebut sama dengan prinsip yang mesti diusung jurnalisme, yaitu menghormati keberagaman atau perbedaan, memberitakan semua kultur, tidak condong kepada kultur tertentu.

Menurut Budiana, salah satu nilai KAA yang masih relevan hingga kini ialah memperjuangkan ketidakadilan. Jika ditarik pada konteks kekinian, ketidakadilan yang kentara sekarang adalah ketimpangan digital.

Budiana melihat sisi terang pandemi Covid-19, bahwa pagebluk yang berkepanjangan ini sebagai momentum untuk bertranspormasi digital.

“Dengan adanya internet kita bisa menciptakan pusat pertubuhan di desa. Pemerintah harus membuka akses internet di desa-desa. Semua pelosok harus mendapatkan keadilan digital,” katanya.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//