• Buku
  • BUKU BANDUNG #40: Riwayat Sarekat Islam Bandung 1912-1916

BUKU BANDUNG #40: Riwayat Sarekat Islam Bandung 1912-1916

Walau SI Bandung termasuk organisasi yang pernah mengalami kejayaan di masanya, sayangnya tidak banyak yang tahu. Bersyukur kini hadir buku tentang organisasi ini.

Buku Riwayat Sarekat Islam Bandung 1912-1916, penulis Hafidz Azhar, 2021. Buku ini melukiskan Bandung tempo dulu sebagai kota pergerakan. (Sumber foto: Hernadi Tanzil)

Penulis Hernadi Tanzil24 April 2022


BandungBergerak.idSejarah pergerakan nasional di Indonesia dimulai  pada awal abad ke-20 dengan munculnya berbagai organisasi yang akan menjadi benih-benih nasionalisme Indonesia. Salah satu organisasi yang menjadi pelopornya adalah Sarekat Dagang Islam yang didirikan pada tahun 1905 oleh KH Samanhudi di Solo dengan tujuan untuk menggalang kerja sama antarpedagang Islam demi memajukan kesejahteraan pedagang Islam pribumi.

Pada tahun 1912 HOS Tjokroaminoto mengubah nama Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam agar organisasi tersebut tidak hanya terbatas untuk para pedagang saja namun terbuka untuk seluruh umat Islam di Indonesia. Hal itu membuat Sarekat Islam berkembang semakin pesat. Organisasi Islam ini mengembangkan sayapnya juga di Bandung, dan ke berbagai kota lainnya, tidak hanya di Pulau Jawa melainkan hingga ke Sumatera, Sulawesi, hingga Maluku. 

Di tahun itu pula, Tjokroaminoto mengutus dua orang anggota dari Surabaya untuk menemui tiga orang tokoh di Bandung. Mereka adalah Suwardi Suryaningrat, Abdul Muis, dan A. Wignyadisastra. Suwardi Suryaningrat, yang kemudian dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, didapuk menjadi ketua Sarekat Islam Bandung (SI Bandung) dengan Abdul Muis sebagai wakil ketua dan Wignyadisastra sebagai sekretarisnya.

Kehadiran SI Bandung ternyata mendapat sambutan hangat dari kalangan masyarakat Bandung saat itu, terbukti ketika beberapa kali mengadakan perkumpulan/rapat akbar, pertemuan tersebut dihadiri oleh banyak massa bahkan dihadiri oleh para pejabat setempat. 

Walaupun SI Bandung termasuk organisasi yang pernah mengalami kejayaan di masanya, sayangnya tidak banyak orang yang tahu. Penyebabnya mungkin karena belum ada buku yang secara khusus membahas sepak terjang SI Bandung padahal organisasi massa Syarikat Islam masih eksis hingga kini termasuk di Bandung. Syarikat Islam pusat saat ini diketuai oleh tokoh yang tidak asing lagi yaitu Hamdan Zoelva, yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia periode 2013-2015

Bersyukur kini hadir sebuah buku yang menyajikan apa dan bagaimana SI Bandung di awal berdirinya hingga tahun 1916. Walau bukan buku yang secara komprehensif menyajikan kiprah SI Bandung karena berasal dari artikel-ertikel yang pernah dimuat di BandungBergerak.id namun buku ini sangat bermanfaat bagi mereka yang ingin mengetahui SI Bandung yang selama ini sulit diperoleh karena informasi mengenai SI Bandung tersebar di beberapa buku sejarah, itu pun sepertinya tidak mendetail.

Buku Riwayat Sarekat Islam Bandung 1912-1916 ini disusun berdasarka kronologis waktu. Dimulai dari bab Riwayat Sarekat Islam Bandung yang membahas sejarah berdirinya Sarekat Islam Bandung pada 1912; dan dilanjutkan dengan pidato Suwardi Suryadiningrat selaku ketua SI Bandung dalam Vergadering Propaganda yang digelar pada 9 Februari 1912 yang merupakan momen penting salam perkembangan organisasi SI Bandung karena membahas visi misi SI dalam membangun kemajuan pribumi di Hindia. Di bab ini penulis mengutip nukilan beberapa bagian pidato Suwardi Suryadiningrat yang membangkitkan semangat kaum pribumi agar maju dalam hal perdagangan dan pertanian.

"Saudara-saudara! Dalam Anggaran Dasar SI ditekankan, perdagangan dan pertanian. Dengan pertolongan Allah, perdagangan adalah kemajuan bagi seseorang. Mengapa kita melepaskan senjata itu? Apakah kita terlalu bodoh untuk itu? Itu tidak benar, karena meskipun sering disebut orang oleh orang Eropa sebagai 'penduduk asli yang bodoh', beberapa dari kita telah menjadi sosok yang baik di lembaga-lembaga studi di Belanda. Biarlah dikatakan kepada Anda bahwa kita harus mencari kekuatan, bahwa kita tidak ingin menjadi 'pribumi yang tidak dapat diandalkan' seperti yang diambil oleh orang Belanda itu" (De Express 11 Februari 1913) (hlm 8).

Di buku ini juga dibahas bahwa pekembangan dan jalannya roda SI Bandung tidak terlepas dari dua sayap pemberitaan SI Bandung yaitu koran De Express dan Kaoem Moeda yang gencar memberitakan sepak terjang organisasi ini. Limpahnya berita-berita mengenai SI Bandung inilah yang dimanfaatkan oleh  penulis untuk menyusun buku ini sehingga lewat buku ini kita bisa melihat apa saja yang telah dilakukan SI Bandung dan sekitarnya beserta tantangan-tantangannya untuk memajukan kaum pribumi. Tidak hanya dalam hal keagamaan saja melainkan dalam hal sosial, pendidikan, dan sebagainya.

Dalam hal permasalahan sosial  terungkap bagaimana prostitusi di Bandung pada awal abad ke-20 telah meresahkan masyarakat sehinga SI bersama organisasi Madjoe Kamoeljan bersatu padu memberantas prostitusi antara lain dengan digelarnya pertemuan di salah satu ruangan Bioskop Arendsen de Wolf di alun-alun Bandung. Pertemuan ini diperkirakan dihadiri oleh 600 orang dari kalangan pribumi, bangsa Eropa, Tionghoa, dan Arab. Selain itu dalam pertemuan yang lain SI Bandung juga menyoroti masalah minuman keras di kalangan masyarakat di mana disepakati agar seluruh perwakilan ranting SI dapat menekan peredaran minuman keras.

Dalam hal pendidikan, SI Bandung mendirikan sekolah partikelir pertama di wilayah priangan yang mencampurkan pelajaran agama Islam dan pelajaran umum. Sekolah yang diberi nama Madrassatoel Ibtidayah diperuntukkan bagi anak-anak miskin dan anak-anak anggota Sarekat Islam. Pada saat pembukaannya terdapat 181 siswa. Jumlah yang termasuk besar di masa itu. Sayangnya penulis tidak menyertakan informasi sampai kapan sekolah yang mendapat sokongan dana dari banyak kalangan dan didukung oleh pemerintah di masa itu.

Masalah keorganisasian dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam SI Bandung juga mendapat bahasan dalam buku ini. Dalam hal kepengurusan, selain tokoh terkenal seperti Soewardi Suryadiningrat, Abdoel Moeis, ternyata penghulu besar Bandung sekaligus pujangga Sunda Haji Hassan Mustapa mendapat tempat dalam struktur organisasi SI Bandung, yaitu sebagai Penasihat Urusan Agama. 

Selain itu ada pula dibahas sosok Mas Kandoroean Partadiredja, sastrawan Sunda yang banyak menulis dongeng-dongeng Sunda dan akivis pergerakan massa yang namanya cukup dikenal masyarakat luas. Partadiredja menjadi salah satu tokoh yang diperhitungkan dalam jajaran kepengurusan SI Bandung. Saat ketua SI Bandung, Suwardi Suryadiningrat mendapat hukuman diasingkan ke negeri Belanda, Partadiredja menjadi calon terkuat dalam memimpin SI Bandung. Wignyadisastra, dalam salah satu tulisannya bahkan pernah menyandingkan Partadiredja sebagai calon Presiden Sarekat Islam Bandung dengan Haji Hasan Mustapa sebagai penasihatnya karena kedua-duanya sama-sama mempunyai pengaruh yang kuat di masyarakat, khususnya di wilayah Bandung. 

Baca Juga: BUKU BANDUNG (37): Wajah Pudar Taman Lalu Lintas Kota Bandung
BUKU BANDUNG #38: Dari Yogyakarta ke Bandung, dari Romusa ke Revolusi
BUKU BANDUNG #39: Pernak-pernik Ramadan dalam Ingatan Haryoto Kunto

Tentang Wignyadisastra

Selain Suwandi Suryadiningrat, Abdoel Moeis, Haji Hasan Mustafa, Tjokroaminoto, nama ketua SI Bandung, Wignyadisastra banyak berpengaruh pada perkembangan SI Bandung. Sayangnya penulis tidak menyajikan bab khusus tentang Wignyadisastra, salah satu tokoh awal SI Bandung yang sepertinya paling banyak disebut di buku  ini namun tidak banyak orang yang mengetahuinya terlebih di masa sekarang. Mungkin ada baiknya jika buku ini ada kelanjutannya, tokoh Widnyadisastra bisa diberikan tempat khusus.

Buku ini diakhiri dengan 3 buah tulisan tentang Kongres Central Sarekat Islam di Bandung pada tanggal 17-24 Juni 1916. Di tiga tulisan ini tergambar dengan jelas suasana kongres yang begitu meriah di mana siang dan malam ribuan orang memadati Alun-alun Bandung karena di sana digelar bermacam-macam dagangan dari makanan hingga hasil ketrampilan yang konon hasil penjualan dagangan tersebut akan disumbangkan untuk sekolah Madrasatoel Ithidayah.

Selain digelarnya barang-barang dagangan, diadakan juga perlombaan olah raga, diputarnya film-film di bioskop dan pertunjukan wayang. Kemeriahan kongres ini juga terekam dalam buku Haji Hasan Mustafa jeung Karya-Karyana, menurut kesaksiannya, Bandung kala itu bergitu ramai, para pujangga, aparat pemerintah, dan petinggi-petinggi, dan tokoh-tokoh penting dari berbagai organisasi dan kalangan berkumpul dalam acara itu. Menurut laporan koran De Preangerbode ada sekitar 300.000 orang yang hadir. 

Selain mengungkapkan kemeriahan-kemeriahan kongres yang bisa dirasakan oleh masyakarat Bandung, penulis juga mengungkapkan keputusan-keputusan penting yang dihasilkan. Menurut catatan Haji Hasan Mustafa, konggres ini menghasilkan 17 permintaan yang akan diserahkan ke pemerintah untuk ditindaklanjuti antara lain dalam hal pendidikan, sosial ekonomi, seperti  izin mendirikan sekolah guru agama Islam, dan kemudahan dalam perizinan membuka tanah. Selain itu dalam konggres ini Tjokroaminoto, Ketua Sarekat Islam dalam pidatonya yang menggebu-gebu menyadarkan peserta konggres akan pentingnya memperjuangkan masyarakat pribumi. 

Selain 20 tulisan tentang Sarekat Islam Bandung yang secara berkala pernah dimuat di portal BandungBergerak.id, buku ini juga menyajikan kata sambutan dari Ketua Cabang Syarikat Islam cabang Kabupaten Bandung. Pilihan yang tepat dari penulis karena hal ini akan menyadarkan pembacanya bahwa organisasi Islam ini masih eksis di Bandung yang kini bahkan menjadi salah satu basis terbesar Syarikat Islam di Jawa Barat selain di Kabupaten Garut. 

Masih banyak hal-hal menarik yang dapat kita temui dalam buku ini. Dalam periode berdirinya SI Bandung di tahun 1912 hingga tahun 1916 kita akan banyak melihat bagaimana organisasi  berjuang untuk kesejahteraan masyarakat pribumi. Di periode ini walau didirikan oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional namun belum terlihat kalau organisasi ini bergerak ke arah pergerakan politik. Tentunya kita berharap buku ini ada kelanjutannya agar kita semua tahu apa yang terjadi dan bagaimana kiprah Sarekat Islam Bandung di tahun-tahun setelah Congres Central Sarekat Islam digelar. 

Akhir kata saya sepakat dengan pemimpin redaksi BandungBergerak.id, Tri Joko Her Riadi yang dalam kata pengantarnya di buku ini berharap buku ini mampu memberikan warna baru bagi pemaknaan Bandung sebagai kota pergerakan. Saya tambahkan setidaknya buku ini mengingatkan kita semua akan Bandung sejak awal abad ke 20 dikenal sebagai kota pergerakan! Pemaknaan yang sepertinya kini tergeser menjadi Bandung sebagai kota wisata sehingga membuat Bandung selalu macet di setiap akhir pekan. 

Informasi Buku

Data Buku : Riwayat Sarekat Islam Bandung 1912-1916

Penulis : Hafidz Azhar

Penerbit : Tandus

Cetakan : I, September 2021

Tebal : xvi + 115 hlm

ISBN : 978-623-96613-1-1

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//