• Narasi
  • SEPUTAR MANG KOKO DAN KARYANYA #11: Konser Seni Karawitan Karya Mang Koko di Hotel Horison

SEPUTAR MANG KOKO DAN KARYANYA #11: Konser Seni Karawitan Karya Mang Koko di Hotel Horison

Konser seni karawitan Sunda karya Mang Koko bukti nyata lagu Mang Koko ada tempat khusus di hati para penikmatnya. Konser seperti ini perlu digelar kembali.

Abizar Algifari Saiful

Pendidik musik, komposer, dan peneliti

Salah satu grup yang menyajikan rampak sekar. (Sumber: Buku Rangrang Panyawangan, Konser Seni Karawitan Sunda Karya Mang Koko di Hotel Horison)

24 Mei 2022


BandungBergerak.idNama Mang Koko sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Sunda. Seniman satu ini tersohor dengan karyanya yang fenomenal. Menjadi pembaharu yang mengedepankan semangat berkreativitas. Tidak ada alasan dalam hidupnya untuk tidak berkarya. Sosok seniman yang unggul dan dapat menjadi panutan bagi pendidik seni, seniman, sekaligus cerminan orang tua yang bijaksana.

Penelusuran terhadap laku hidup Mang Koko dan karyanya memang menarik untuk terus diselami. Sosok seniman satu ini terbilang langka. Dengan kepiawaian, kejeniusan, dan pemikiran yang terus ke depan, Mang Koko menjadi insan yang pantas untuk disebut maestro. Pun jarang ditemukan seniman yang sangat peduli dengan dunia pendidikan dan kepustakaan. Bisa saya bilang, bahwa Mang Koko merupakan paket lengkap.

Layaknya seniman lain, kumpulan karya Mang Koko pernah dibuatkan pergelaran dalam bentuk konser. Dengan tajuk Rangrang Panyawangan Lagu-lagu Karya Mang Koko, konser ini digelar di Hotel Horison Bandung, pada tahun 2004. Pergelaran ini bisa disebut sebagai mega konser lagu-lagu karya Mang Koko. Mungkin, kala itu, pementasan karya karawitan Sunda yang diadakan di ballroom hotel, baru karya-karya Mang Koko saja.

Konser seni karawitan Sunda gaya Mang Koko menyajikan karya-karya lagu Mang Koko dari tahun ke tahun perjalanan kehidupan artistiknya. Sajian pertunjukan yang sifatnya kronologis. Mulai dari karya yang lahir dari grup pertamanya Jenaka Sunda Kanca Indihiang, sampai dengan karya yang lahir sebelum akhir hayatnya. Pertunjukan ini didukung dan difasilitasi oleh pemerintah Jawa Barat, dan tentunya oleh seluruh seniman serta masyarakat Jawa Barat.

Berikut merupakan lagu karya Mang Koko yang dibawakan dalam konser tersebut: Badminton, Bubuka Taman Cangkurileung, Ngayuh Hujan, Lingkung Lembur, Bubuka Taman Bincarung, Jalan-Jalan, Eundeuk-Eundeukan, Niron Tentara, Bubuka Taman Setiaputra, Arwah Pahlawan, Karatagan Pamuda Indonesia, Jaman Atoom, Ondangan, Maung Lugay, Patelak Swara, Bubuka Ganda Mekar, Salam Manis, Angin Burit, Bungur Jalan Ka Cianjur, Bulan Dagoan, Rayak-Rayak, Purnama, Reumis Beureum Dina Eurih, Tari Hujan Munggaran, Umangkeuh, Hamdan, dan Pangdo'a.

Pergelaran karya-karya kawih Mang Koko ini pun, melibatkan banyak pihak untuk terlibat, mengatur, menyajikan, dan mendokumentasikan seluruh rangkaian acara. Saya pernah melihat potongan video rekamannya di salah satu channel youtube, kalau tidak salah channel youtube kepunyaan Pak Engkos Warnika. Para penyaji terbentuk atas empat bentuk yakni, anggana sekar, rampak sekar, sekar jenaka, dan instrumentalia (grup pembawa gending).

Berikut saya sebutkan para seniman dan institusi yang terlibat sebagai penyaji di konser karya-karya Mang Koko: Untuk anggana sekar disajikan oleh para seniman karawitan Sunda, yaitu Eson Sonjaya, Eka Gandara, Ida Rosida, Atang Warsita, Didin Bajuri, Mamah Dasimah, Tita Tarlina, Teti Affienti, Nunung Nurmalasari, Cucu Sulastri, Wina Yuliana, Rika Rafika, Ani Sukmawati, Ujang Supriatna, dan Riskonda. Penyaji rampak sekar berasal dari beberapa sekolah di Bandung, di antaranya SMKI Bandung (kini SMKN 10 bandung), SMPN 48 Bandung, SD Cijagra, dan SD Karang Pawulang 3. 

Proses latihan konser seni karawitan Sunda karya mang koko di Hotel Horison. (Sumber: Buku Rangrang Panyawangan, Konser Seni Karawitan Sunda Karya Mang Koko di Hotel Horison)
Proses latihan konser seni karawitan Sunda karya mang koko di Hotel Horison. (Sumber: Buku Rangrang Panyawangan, Konser Seni Karawitan Sunda Karya Mang Koko di Hotel Horison)

Baca Juga: SEPUTAR MANG KOKO DAN KARYANYA (8): Prof Iskandarwassid dan Syair Lagu Guntur Galunggung
SEPUTAR MANG KOKO DAN KARYANYA (9): Kilas Balik Gending Karesmen
SEPUTAR MANG KOKO DAN KARYANYA (10): Buku Kawih Gaya Mang Koko


Semangat yang Surut

Konser yang menyajikan karya-karya Mang Koko merupakan bukti nyata bahwa lagu karyanya ada tempat khusus di hati para penikmatnya. Bagaimana bisa lagu-lagu Mang Koko terngiang sampai saat ini jika tidak ada kesan atau identitas yang kuat dalam karyanya. Sebenarnya, apa penyebab lagu Mang Koko dapat diingat dan berkesan di hati para pendengarnya sampai saat ini? Saya menemukan jawabannya pada sebuah tulisan yang ditulis salah satu sastrawan Sunda dan juga sebagai kolaborator Mang Koko dalam menyusun beberapa karya kawihnya, yakni Rahmatullah Ading Affandie.

Katanya: Di dieu yeuh, dina lebah gending, ciri anu atra tetela mah. Numatak, "wanda anyar (Mang Koko) teh identik jeung "kabinangkitan gending". Gending (komposisi karawitan) anu lumrah disebut "aransemen" dina karawitan Sunda, jadi ciri karya wanda anyar Mang Koko. Boh lebah intro, gelenyu, nepika panyelang "instrumental"-na pisan. Jadi komposisi anu jiga sabobot jeung nu kedal dina kawih (vokal). Numatak nitenan karya Mang Koko teu kaci di jojoan lebah vokalna wungkul, tapi kudu jeung imeut nepi ka gendingna saperti nu di eceskeun tadi. Sabab gending Mang Koko dina hiji lagu, lain wungkul "nganteur nu ngawih, tapi jeung nafsirkeun lagu nu diciptana deuih kaasup jeung rumpaka anu dilaguan tea. Dina prakna, eta tafsiran-tafsiran dina gending teh, henteu mangrupa "improvisasi sawaktu", tapi pageuh dina patokan anu geus dipatok deui. Nepika lamun maca hiji catetan lagu ciptaan Mang Koko, urang asa maca hiji repertoir, hiji skenario anu nuduhkeun kumaha (lagu) ngawihkeunana, kumaha ngajiwaanana, malah nepi ka kumaha metakeunana.

Dari catatan Rahmatullah Ading Affandie yang bertitimangsa 22 Mei 2004 tersebut, jelaslah bahwa dalam proses garap setiap karya kawih, Mang Koko sangat memikirkan sampai pada ihwal terkecil. Mulai dari cara menyanyikannya, menjiwai lagunya, sampai memetakan setiap informasi terkait teknis sajian gending dan vokalnya tertera jelas dan mudah dimengerti. Dalam hal ini, Mang Koko memposisikan gending tak hanya sebagai pengiring lagu, namun gending sebagai bagian dari sebuah karya kawih. Tidak ada yang lebih unggul antara gending dan vokal. Keduanya harus ada dan menjadi satu bangunan yang utuh.

Hemat saya, konser semacam ini perlu diadakan kembali. Dengan menyajikan dan memgumbarnya ke depan khalayak, karya-karya karawitan Sunda dapat dikenal, dinikmati dan diakui keberadaannya. Sedih, bila kita sebagai masyarakat Sunda tidak mengetahui bahwa kesenian ini merupakan bagian dari diri kita, tubuh masyarakat Sunda.

Catatan kedua yang saya garis bawahi adalah tulisan rektor Universitas Pajajaran, Prof. H.A. Himendra Wargahadibrata. Beliau menuliskan pengalaman terdahulunya ketika lagu Mang Koko memang selalu terdengar di seluruh penjuru Tatar Sunda. Sekita tahun 1950 sampai tahun 1975, lagu Mang Koko banyak dipelajari di sekolah, mulai dari SD, SMP, juga SMA. Tidak hanya di sekolah, kemunculan grup dan sanggar kesenian pun tertarik untuk mempelajari dan menjajikan lagu-lagu Mang Koko. Katanya, lagu Mang Koko enak untuk didengar dan untuk disenandungkan. Sepeninggal Mang Koko, sekitar tahun 1980-an, semarak dan eksistensi aktivitas kesenian, khususnya kawih wanda anyar mulai surut.

Perginya Mang Koko bersamaan dengan perginya semangat yang telah dirawat Mang Koko yang wujudnya berupa pembelajaran kawih di sekolah yang intens, pelatihan kawih wanda anyar, dan penulisan buku-buku yang berhubungan dengan pengembangan karawitan Sunda. Kepedihan ini terasa sampai saat ini. Belum ada lagi semangat berkesenian yang membara seperti yang digelorakan oleh Mang Koko.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//