Permenkominfo tentang PSE Merugikan Masyarakat, Presiden Didesak Turun Tangan untuk Mencabutnya
Koalisi Advokasi Permenkominfo mendesak presiden mencabut Permenkominfo tentang PSE. Aturan ini merugikan publik, sementara platform judi online malah dibiarkan.
Penulis Delpedro Marhaen2 Agustus 2022
BandungBergerak.id - Penolakan terhadap pemblokiran sejumlah platform digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terus berlanjut. Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung ke dalam Koalisi Advokasi Permenkominfo 5/2020 mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencabut Permenkominfo 5/2020 dan merevisi PP 71/2019. Hal itu disampaikan Koalisi dalam audiensi bersama Kemenkominfo, Selasa, (1/08/2022).
“Dari hasil audiensi tersebut, kami merasa harus mendesak Presiden Joko Widodo untuk turun tangan dalam mencabut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.5 tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat dan amandemennya Permenkominfo No.10 tahun 2021,” ujar Arie Sembiring, perwakilan Koalisi Advokasi Permenkominfo 5/2020.
Koalisi juga mendesak Presiden untuk untuk mencopot Menteri Kominfo, Dirjen APTIKA. Koalisi menilai keduanya tidak becus dalam bekerja dan sudah mengesampingkan masukan publik yang berisi kritik atas kebijakan yang merugikan kinerja ekonomi di dunia media dan esports. Hal itu disebut tidak menghargai demokrasi serta keamanan privasi warga.
Menurut Koalisi, sanksi berupa pemutusan akses dalam Permenkominfo 5/2020 yang juga turunan dari PP 71/2019 telah menyalahi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Menurut Pasal 40 ayat (2) huruf b UU ITE, kata Koalisi, dijelaskan bahwa pemutusan akses hanya dalam rangka pencegahan terhadap penyebaran Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum. Dengan demikian, adanya sanksi pemutusan dalam PP dan Permenkominfo karena tidak mendaftar jelas menyalahi Undang-Undang.
“PP 71/2019 juga telah melampaui kewenangan aturan di tingkat Peraturan Pemerintah, di mana dalam Pasal 6 dan Pasal 100 PP 71/2019 mengatur sanksi bagi PSE yang tidak mendaftar, padahal dalam UU ITE tidak diatur kewajiban mendaftar dan sanksi pemutusan akses bagi PSE yang tidak mendaftar,” tulis Koalisi dalam rilis resminya.
Koalisi kemudian mendesak Presiden memerintahkan Kemkominfo untuk melibatkan masyarakat sipil terutama pada saat mengambil kebijakan digital yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Selanjutnya, mendesak Presiden dan DPR memprioritaskan percepatan pengesahan RUU PDP dan merevisi UU ITE.
Dampak bagi Publik
Pemblokiran sejumlah platform digital oleh Kemenkominfo ini berdampak kerugian bagi masyarakat. Koalisi memaparkan sejumlah temuannya selama proses advokasi berlangsung. Salah satunya, bagi jurnalis dan pengelola media yang tidak dapat melakukan transaksi maupun mengakses penghasilan karena pemblokiran Paypal. Jurnalis lain mengatakan bahwa Paypal digunakan oleh kantor medianya untuk mentransfer gaji setiap bulan.
“Dari Posko Pengaduan yang dibuka AJI Indonesia dan LBH Pers, salah satu jurnalis mengungkapkan, dia menggunakan PayPal untuk menerima honor dari media luar negeri. Dia telah menggunakan Paypal selama 10 tahun, sebagai platform transfer dana untuk menerima pembayaran royalti foto dari berbagai situs tempatnya menjual karya foto. Selain itu, Paypal digunakan sebagai alat pembayaran atau berlangganan berbagai tools premium terkait website media yang dikelola,” ungkap Koalisi.
Berdasarkan pengaduan yang diterima Koalisi, salah satu pengelola media situs dan radio melaporkan, bahwa Paypal digunakan untuk menyewa server medianya di Jerman. Jika Paypal ditutup, otomatis dia tidak bisa memperpanjang penyewaan server untuk medianya. Padahal keduanya mengelola lebih dari satu situs perusahaan media. Jika Paypal diblokir seterusnya, maka otomatis seluruh server yang dibayar dengan transaksi Paypal tidak akan bisa diperpanjang dan berdampak pada tutupnya beberapa situs media yang dikelola.
“Pemblokiran Paypal tersebut menjadi salah satu contoh yang berkaitan bagaimana Permenkominfo 5/2020 dapat menyebabkan terhambatnya pers bekerja. Kesejahteraan jurnalis terhambat dan berisiko menyebabkan tutupnya portal-portal media. Gangguan pada kerja-kerja jurnalis dan media, akan berdampak pula pada tersedianya informasi kredibel pada publik,” kata Koalisi.
Selain itu, pemajuan industri kreatif dan e-sport yang terus didorong oleh pemerintah juga ikut terganggu. Pemutusan akses ke berbagai platform distribusi Game Online seperti Steam, Epic Games, Counter Strike, DOTA, Origin tersebut kontradiktif dengan upaya-upaya yang dilakukan pemerintah, serta berpotensi mengganggu pasar game dan industri kreatif di Indonesia saat ini.
Baca Juga: RKUHP Mengancam Kebebasan Berekspresi, Pembahasannya tidak Transparan
Komite Keselamatan Jurnalis: RKUHP Mengancam Kebebasan Berekspresi Warga dan Kebebasan Pers
RKUHP dan Rendahnya Komitmen Pemerintah dalam Melindungi Hak Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi
Penolakan Publik
Pemblokiran ini menuai kecaman dari publik. Berdasarkan catatan Koalisi, 11.478 warga menandatangani petisi #ProtesNetizen melalui laman s.id/protesnetizen. Pada 30 Juli 2022, hashtag #BlokirKominfo viral dan menempati posisi pertama Trending Topic di Indonesia.
Data dan analisis DroneEmprit dari 19 sampai 30 Juli 2022, mengungkapkan sebanyak 81 persen warganet yang terlibat dalam percakapan terkait kebijakan PSE memberikan sentimen negatif terkait langkah Kominfo dalam memblokir PSE yang mematikan mata pencaharian, kebebasan berekspresi para pembuat konten dan komunitas E-Sport lokal. Publik juga membandingkan dengan platform judi slot yang tidak diblokir.
“Sejak 2021, Koalisi sudah berkali-kali mengirim surat audiensi, menggelar diskusi publik, mengeluarkan pernyataan dan surat terbuka berisi desakan agar Menkominfo menarik Permenkominfo 5/2020, tetapi tidak diindahkan,” tutupnya.