Pesan Sang Dalang Konservasi dari Indramayu
Dari ratusan anak yang pernah ditemui dalang wayang satwa langka, Samsudin, kelak mungkin ada satu dua anak yang menyuarakan pentingnya konservasi lingkungan.
Dari ratusan anak yang pernah ditemui dalang wayang satwa langka, Samsudin, kelak mungkin ada satu dua anak yang menyuarakan pentingnya konservasi lingkungan.
BandungBergerak.id - Pertunjukan jam 8 pagi teng, begitu pesan singkat serba mendadak dari Samsudin (50 tahun), mantan guru yang kini jadi pegiat konservasi sekaligus pendalang wayang satwa langka Indonesia, pertengahan Juni 2022 lalu.
Berkendara menembus langit gelap dini hari, saya berharap pukul 6 pagi sudah tiba di Desa Cemara Kulon, Kecamatan Losarang, sebuah desa nelayan di pesisir Indramayu, Jawa Barat, tempat berlangsungnya pertunjukan wayang konservasi, begitu saya menyebutnya.
Tiba di Desa Cemara Kulon, waktu masih menunjukan pukul setengah tujuh pagi. Masih ada waktu untuk berkeliling kampung dengan pemandangan dermaga kapal-kapal nelayan berbobot paling besar 5 GT dan tambak-tambak garam maha luas. Wilayah di Kecamatan Losarang memang dikenal sebagai salah satu penghasil garam besar di Indramayu.
Dengan vegetasi yang sangat khas, tambak garam, perairan, dan hutan-hutan sepanjang sungai menuju muara, saya masih sangat leluasa melihat berbagai jenis burung-burung air dan reptil besar macam biawak, berkeliaran di perairan dangkal dan semak-semak pinggir sungai. Perairannya bersih dengan udara yang masih segar minim polusi.
Penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, petani garam, dan pengolah ikan asin. Tak ada sawah di desa ini karena sulitnya sumber air dan irigasi. Desa ini terletak sekitar 3 kilometer dari garis pantai, aman dari abrasi dan banjir rob.
"Masih aman mas, kampung kami tak pernah terkena rob," kata Ketua Umum Serikat Nelayan Berdikari Kabupaten Indramayu, Tarino, yang juga berprofesi nelayan di Cemara Kulon.
Tepat pukul delapan pagi, Samsudin berkeliling kampung sambil mengajak anak-anak yang ditemuinya untuk berkumpul di halaman gedung serbaguna desa. Dengan mimik wajah dan kalimat-kalimat lucu beraksen khas Indramayu, sekitar 20an orang anak-anak usia TK sampai SMP tampak tertarik dan mulai mengikuti langkah sang dalang.
Samsudin tak henti berbicara dengan kalimat-kalimat berbahasa Jawa Dermayu yang khas, dengan intonasi suara yang lantang khas pesisir, sesekali sambil menirukan suara-suara binatang sesuai karakter wayang yang sedang dipegangnya.
Wayang-wayang berbahan cardboard dengan karakter badak Jawa, harimau Sumatera, bekantan, orang utan, dan beberapa jenis satwa langka endemik lainnya, berseliweran di udara. Anak-anak begitu antusias memainkannya. Mereka ikut berinteraksi dengan aktif, tanya jawab terkait nama satwa dan pengertian tentang konservasi mengalir deras antara Samsudin dan anak-anak.
Tawa pecah berderai saat anak-anak ikut ambil bagian di adegan-adegan yang lucu. Sesekali mereka berlarian menaiki kapal-kapal nelayan yang tertambat saat Samsudin tiba-tiba memegang wayang dengan karakter pemburu yang sedang mencari hewan-hewan untuk ditembak. Adegan ini sangat efektif memberi edukasi pada anak-anak bahwa menjaga kelestarian alam adalah jadi bagian dari tugas mereka.
Samsudin, terus memegang wayang dengan karakter harimau Sumatera dalam pertunjukan Dongeng Keliling Satwa Langka Indonesia, di kampung nelayan tersebut. selain menggaungkan pentingnya konservasi dan menjaga lingkungan hidup, juga menyelipkan pesan-pesan kampanye terkait sampah plastik yang kini terus mencemari daratan dan perairan.
Karakter anak-anak yang mudah bosan membuat Samsudin harus kreatif membangun cerita yang interaktif dalam menyampaikan pesan-pesannya dalam waktu singkat. Hanya satu jam saja pertunjukan berlangsung, karena jika lebih anak-anak pasti bosan dan enggan menonton lagi.
Bertutur secara Visual
Samsudin memulai kampanye konservasi melalui pertunjukan wayang sejak 2014. Sejak itu ia berkeliling negeri naik sepeda sambil singgah di kampung-kampung sambil menggelar atraksi wayang gartis buat anak-anak. Saya sendiri bertemu Samsudin pertama kali saat ia menggelar pertunjukan wayang untuk trauma healing anak-anak korban gusuran Tamansari, Bandung, beberapa tahun lalu.
"Saya ingin anak-anak sejak dini tahu tentang satwa-satwa langka di Indonesia yang terus menyusut jumlahnya, juga mengedukasi mereka pentingnya untuk menjaga kelestarian dan keseimbangan alam dan lingkungan kita. Jangan sampai mereka nantinya hanya bisa melihat harimau Sumatera, orang utan, bekantan, atau badak Jawa, hanya dari buku atau film kartun saja karena satwa-satwa tersebut sudah punah," kata Samsudin.
Samsudin sengaja memilih gaya bertutur dengan aspek visual seperti wayang. "Dengan gaya tutur visual ini lebih mudah dimengerti anak-anak, gaya ini lebih mendekatkan saya sebagai penutur dengan anak-anak, membuat hubungan jauh lebih kuat dengan cara bertutur secara visual," katanya.
Salah seorang anak yang kegirangan bermain wayang satwa adalah Gelar Syahputro, bocah sekolah dasar berusia 9 tahunan. "Saya belajar sesuatu yang baru dari pertunjukan ini, yaitu pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dari sampah dan menjaga kelestarian alam," ujarnya.
Setelah dua tahun dihantam pandemi dan tak bisa berkeliling, tahun ini Samsudin bisa kembali menyusuri perkampungan untuk menyuarakan konservasi melalui wayang-wayangnya. "Saya itu seringnya berkelana dan berkampanye lingkungan ke luar daerah. Tahun ini saya ingin memulainya dari wilayah sendiri, Indramayu dan sekitarnya."
Indramayu sendiri berada di garis Pantai Utara Jawa Barat yang membentang 354,2 kilometer, dari Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu, sampai Cirebon. Pantai Utara Jawa Barat kini menghadapi ancaman yang sangat serius, yaitu perubahan iklim dan abrasi karena hilangnya hutan-hutan mangrove.
Indramayu saat ini mengalami abrasi yang tinggi. Rata-rata laju abrasi di Indramayu bisa mencapai sekitar 10 meter per tahun. Saat ini luasan hutan mangrove di Pantura Jawa Barat sekitar 43.362,09 hektare. 90 persen hutan mangrove tersebut sudah rusak.
Langkah yang diambil Samsudin adalah satu langkah kecil yang diharapkan bisa memicu terbentuknya ribuan atau jutaan langkah-langkah kecil lain di seluruh negeri. Ia berharap ada anak-anak kelak bisa menerapkan model kampanye lingkungan melalui tutur visual berbasis folklore seperti dirinya.
Dari ratusan anak-anak yang pernah ditemuinya di pelosok negeri, kelak mungkin ada satu atau dua anak yang akan mengikuti jejak sang dalang konservasi dalam menyuarakan pesan-pesan betapa pentingnya konservasi lingkungan hidup.
Teks dan Foto: Prima Mulia
COMMENTS