• Budaya
  • Mebedah Karakter Keras Srikandi dalam Tarian Perang Bharatayudha

Mebedah Karakter Keras Srikandi dalam Tarian Perang Bharatayudha

Srikandi menjadi simbol bagi gerakan emansipasi. Dalam lakon Bharatayudha, ia berani keluar dari istana demi mendalami ilmu pengetahuan dan menolak dijodohkan.

Sendratari Wiranggana: The Story of Srikandi, yang dipersembahkan Lingkung Seni Tradisional Universitas Katolik Parahyangan (Lustra Unpar), Sabtu (18/12/2021). (Dok. Unpar)

Penulis Iman Herdiana25 Desember 2021


BandungBergerak.idKelembutan seorang wanita sering disalahartikan sebagai kelemahan. Posisi ini membuat kaum wanita kerap dinomorduakan. Tetapi sejarah maupun mitologi tak selalu menempatakan wanita pada posisi lemah, seperti Srikandi yang terampil memainkan panah dalam lakon Mahabharata.

Serikandi dari Panchala, bahkan memiliki peranan penting dalam perang Bharatayudha, palagan akbar antara Pandawa dan Kurawa di Kurukshetra. Di sana Srikandi menjabat senopati yang memimpin pasukan perang.

Kisah Srikandi itu dipentaskan dalam pergelaran sendratari bertajuk “Wiranggana: The Story of Srikandi” yang dipersembahkan Lingkung Seni Tradisional Universitas Katolik Parahyangan (Lustra Unpar), Sabtu (18/12/2021) lalu.

Melalui event Wajah Nusantara 2021, pergelaran ini dipentaskan di Auditorium Pusat Pembelajaran Arntz-Geise (PPAG) Unpar. Tarian Srikandi terbagi ke dalam dua babak; pertama, cerita Sang Wiranggana dimulai dengan kisah Srikandi di Panchala dan ingatan tentang Amba.

Babak pertama itu dimainkan dalam tujuh adegan, mulai dari Srikandi berlatih perang hingga munculnya ingatan akan kejadian Dewi Amba dan Resi Bisma. Kisah pertemuan Srikandi dan Arjuna pun dituangkan di babak kedua.

Dalam babak itu, transisi peperangan Bharatayudha—awal perang saudara Pandawa Kurawa—hingga pengangkatan Srikandi menjadi Senopati ditampilkan. Babak ini terdiri dari sembilan adegan. Di babak inilah tarian menggambarkan bagaimana kisah cinta Srikandi dan Arjuna, hingga Srikandi turun ke palagan untuk membunuh Bisma.

Wajah Nusantara

Sejak pertama kali diperkenalkan pada 2010, Wajah Nusantara menjadi pagelaran Listra Unpar yang menarik animo banyak orang. Wajah Nusantara merupakan salah satu program unggulan Unit Kegiatan mahasiswa (UKM) Listra yang dilaksanakan setiap tahunnya dalam sebuah pagelaran seni berbentuk drama dan tari.

Ketua Pelaksana Wanus 2021, Indriani Kusuma mengatakan, Wanus diciptakan Listra guna mendukung adanya kegiatan pelestarian budaya tradisional Indonesia di kancah nasional maupun internasional.

“Wanus 2021 ini dijalankan di tengah pandemi dan menjadi wadah bagi para mahasiswa Unpar untuk berkreasi menciptakan suatu karya seni tradisional yang dapat memberikan kebebasan dari kejenuhan selama ini,” tutur Indriani.

Sementara itu, Ketua UKM Listra Unpar Lestari menuturkan, Listra berdiri sejak 1970 silam dan menjadi wadah dan fasilitas bagi mahasiswa untuk menyalurkan minat serta bakatnya di bidang seni dan budaya tradisional Indonesia.

“Walaupun dengan situasi pandemi seperti saat ini, UKM Listra tetap dapat menorehkan dan mengukir prestasi dengan tetap dapat mempersembahkan Wajah Nusantara,” ucap Lestari.

Baca Juga: Perjalanan Ronggeng Gunung Desa Cikalong, dari Tarian Sakral kemudian Nyaris Tenggelam
Pergeseran Citra Ronggeng, dari Tokoh Spiritual Terhormat hingga Identik dengan Pelacuran
Festival Budaya Nusantara ISBI Bandung: Membangkitkan kembali Ruang-ruang Kosong Gelap Akibat Pandemi

Sendratari Wiranggana: The Story of Srikandi, dipersembahkan Lingkung Seni Tradisional Universitas Katolik Parahyangan (Lustra Unpar), Sabtu (18/12/2021). (Dok. Unpar)
Sendratari Wiranggana: The Story of Srikandi, dipersembahkan Lingkung Seni Tradisional Universitas Katolik Parahyangan (Lustra Unpar), Sabtu (18/12/2021). (Dok. Unpar)

Keluar dari Istana, Pepatah bagi Remaja

Tari “Wiranggana: The Story of Srikandi” merupakan tafsir modern terhadap tokoh Srikandi. Di luar seni tari, sudah banyak penelitian yang melakukan kajian terhadap perempuan berhati baja itu, salah satunya dilakukan oleh Delatari Miranti dan Nurulfatmi Amzy dari Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Indraprasta PGRI.

Pada jurnal bertajuk “Analisis Karakter Tokoh Wayang Srikandi dalam Lakon Perang Bharatayudha Sebagai Pembelajaran Karakter untuk Remaja”, kedua penulis menyebutkan bahwa Srikandi adalah pelopor perjuangan emansipasi wanita. Ia tidak ingin derajat wanita direndahkan.

Pada satu penggal kisah hidupnya, Srikandi merasa derajat wanita masih direndahkan, banyak wanita yang tidak bisa memilih jalan hidupnya sendiri. Seperti kakaknya, Dewi Drupadi, yang dijodohkan melalui sayembara. Meski sayembara ini dimenangkan oleh Pandawa, dan Drupadi senang diboyong ke Amarta menjadi istri Puntadewa, namun Srikandi tetap kecewa.

Batin Srikandi mengatakan, dirinya kelak akan dijodohkan dengan cara yang sama kepada orang yang belum tentu ia cintai. Srikandi merasa saat itu bahwa wanita tidak diperbolehkan menentukan pilihannya sendiri seperti kakaknya yang dihadapkan dengan keputusan tanpa pilihan. Dari sinilah Srikandi ingin membuktikan bahwa wanita seharusnya memiliki kebebasan dan kesetaraan (Solichin, (2018). Hal. 178:180).

Di tengah keresahan itu, gurunya, Dewi Saraswati, datang dan mengatakan jika Srikandi ingin memperjuangkan haknya sebagai wanita, maka ia harus menjadi wanita yang cerdas dan berani. Srikandi tidak dianjurkan untuk berpangku tangan pada kehidupan yang mewah, ia harus belajar berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan (Solichin, (2018). Hal. 180).

Ilmu pengetahuan sesungguhnya menjadi sarana yang dapat membuat wanita jadi mandiri, tidak bergantung pada orang lain dan justru bisa membantu dan mensejahterakan orang lain. Inilah alasan mengapa wanita juga perlu pendidikan, belajar, dan memiliki keterampilan.

“Karena tangan di atas lebih baik daripada tangan yang menengadah,” demikian tulis Delatari Miranti dan Nurulfatmi Amzy dalam jurnalnya.

Mendengar nasehat dari gurunya, Srikandi segera keluar dari istana untuk belajar berbagai ilmu pengetahuan dari guru-guru yang mumpuni. Tidak hanya ilmu pengetahuan yang ia pelajari, melainkan juga ilmu perang atau bela diri, termasuk piawai memanah.

Kemandirian dan keberaniannya dibuktikan ketika ia akan dipersunting oleh Prabu Jungkung Mardeya. Lamaran ini sebenarnya diterima oleh ayah Srikandi. Namun, dengan sikap tegas dan berani, Srikandi menolak perjodohan tersebut karena ia tidak mencintai sang prabu. Srikandi tetap memiliih Arjuna untuk menjadi suaminya.

Meskipun penolakannya menyebabkan konflik yang tajam, dengan keteguhan hati Srikandi dapat melewatinya. Sejak itu ia menjadi wanita mandiri yang dapat berpijak dan menentukan pilihannya sendiri.

Kedua penulis jurnal lantas menganalisa karakter pada diri Srikandi. Disebutkan bahwa Srikandi adalah wanita yang memiliki tabiat seperti laki-laki, selain suka olah panah, berperang, berkuda, dan lainnya. Hal ini bukan semata-mata ia lakukan untuk kesenangan melainkan bertujuan agar mampu menjaga dirinya sendiri juga menjaga orang lain dari tindak kejahatan.

“Dari hal ini penulis menganalisis bahwa Srikandi adalah perempuan yang pemberani, dibuktikan dari minatnya untuk belajar panahan dan menyukai peperangan dalam segi membela kebaikan. Hal ini dapat dijadikan contoh oleh para remaja yang jika kita benar dan apa yang akan kita lakukan adalah sebuah kebaikan, maka jangan pernah takut,” papar penulis.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//