• Kolom
  • BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #22: Rehabilitasi dan Kompensasi untuk Kasus Sukabumi 1838 

BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #22: Rehabilitasi dan Kompensasi untuk Kasus Sukabumi 1838 

Pada petisinya, Andries de Wilde mengeluhkan kerugian di Sukabumi. Ia juga mengeluhkan kesewenang-wenangannya pemerintah Hindia Belanda.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Perpustakaan Universitas Utrecht sekitar tahun 1875. Semula merupakan museum perkakas pertanian, yang sebagian koleksinya merupakan sumbangan Andries de Wilde antara 1831-1834. (Sumber: Wikimedia)

22 Agustus 2022


BandungBergerak.id - Andries de Wilde adalah orang yang sangat perhitungan. Terbukti untuk memulai tahun yang baru, ia punya kebiasaan untuk mencatat dan menutup buku pengeluaran tahun sebelumnya pada malam pergantian tahun. Namun, ada saatnya pada bulan Desember, hati Andries gundah gulana. Penyebabnya, ia masih belum beroleh kepastian atas keputusan raja yang berkaitan dengan kasus Sukabumi.

Dalam benaknya, terbayang, seandainya raja mengabulkan rehabilitasi dan kompensasi untuk dirinya. Karena keduanya adalah haknya. Ia akan sangat bersyukur seandainya raja merehabilitasi nama baiknya dari noda yang dipercikkan oleh Baron van der Capellen, sekaligus akan berarti raja akan memberikan kompensasi yang gagal diberikan oleh gubernur jenderal Hindia Belanda dengan motif-motifnya yang palsu.

Sore itu, Andries kemudian membuka laci sebelah kiri di meja yang sedang dihadapinya, lalu mengeluarkan berkas-berkas sangat berharga. Itulah dokumen yang berisi petisi kepada raja yang diberinya titimangsa 10 Januari 1838. Tetapi berkas tersebut belum dikirimkan, karena dia beralasan pada masa pergantian tahun, baik raja dan para menterinya akan terlalu sibuk untuk memperhatikan petisi yang dikirimkannya.

Andries masih penasaran, apakah upayanya akan juga berakhir dengan kepahitan. Ia berharap seandainya raja sendiri yang membaca langsung petisi, orang nomor satu di Belanda itu pasti akan sangat terkesan. Barangkali dengan dikirimkannya petisi yang baru akan menyegarkan kembali minat sang raja pada kasus lama itu.

Gambaran di atas saya baca dari buku Cora Westland (De Levensroman van Andries de Wilde, 1948: 266-267). Peristiwa pengajuan petisi baru oleh Andries de Wilde itu berselang satu windu semenjak ia menerbitkan buku tentang Priangan, yang pada hakikatnya menyimpan harapan besar Andries akan keadilan yang selalu dituntutnya sepanjang bertautan dengan Sukabumi.

Agar gambarannya menjadi meluas, sebelum membahas petisi baru Andries de Wilde, saya akan menguraikan dulu aktivitas Andries selama satu windu (1830-1838), termasuk keadaan tanah Pijnenburg yang dibelinya tahun 1824 serta perkembangan keluarganya.

Data anak-anak Andries de Wilde yang dilahirkan antara 1825 hingga 1838, dalam Dagboek van Andries de Wilde, 1820-1865. (Sumber: Jajang A Rohmana)
Data anak-anak Andries de Wilde yang dilahirkan antara 1825 hingga 1838, dalam Dagboek van Andries de Wilde, 1820-1865. (Sumber: Jajang A Rohmana)

Dari Bisnis ke Anak-anak

Dalam catatan F. De Haan (Priangan, Vol. I, 1910: 307), yang didapatnya dari Javasche Courant edisi 1 Desember 1831, Hendrik Doeff dan Andries de Wilde membuka perusahaan Doeff & De Wilde pada 1 Januari 1832. Menurut De Haan, Andries juga menjadi anggota pemilik perusahaan perkapalan Starkenborgh van Straaten serta salah seorang pendiri dan komisaris Maatschappij van Administratie en Lijfrente.

Saya sendiri, dari guntingan koran antara 1831 hingga 1838, menemukan fakta Andries menjadi salah seorang pendiri perusahaan swasta bernama Zeerisico-Associatie. Perusahaan ini berdomisili di Amsterdam, didaftarkan ke pihak Kerajaan Belanda pada 29 November 1838 dan para anggota pendirinya didaftarkan ke notaris pada 19, 20, 21, dan 22 Desember 1838 (Nederlandsche Staatscourant, 8 Januari 1839).

Dalam rentang waktu itu, Andries sempat menyumbangkan perkakas pertanian dari Jawa, sebanyak 30 buah, kepada Het Kabinet van Landbouwwerktuigen di Utrecht. Ini diungkapkan oleh Jas Kops, guru besar di Utrecht sekaligus direktur museum dalam kesempatan pemindahan 'S Rijks Kabinet van Landbouwkundige Werktuigen en Gereedschappen dari Amsterdam ke Utrecht (Nederlandsche Staatscourant, 10 Oktober 1834).

Berdasarkan data yang berhasil saya kumpulkan, museum alat pertanian di Utrecht semula berupa istana Raja Belanda Lodewijk Napoleon alias Louis Napoleon. Istananya yang beralamat di Drift 27-29 itu kemudian diubah menjadi Kabinet van Landbouwwerktuigen dan Provinciaal Archief Utrecht. Dalam perkembangannya, sekarang bangunan lama itu dijadikan sebagai perpusatakaan Universitas Utrecht.

Sepanjang berkaitan dengan Pijnenburg, selama sewindu, Andries de Wilde membuka dua perkebunan dan peternakan baru, yang diberi nama dengan nama dua anak laki-lakinya, yakni Lodewijkshoeve pada 1832 dan Christoffelhoeve pada 1836. Sebelumnya pada 1827, ia membuat perkebunan dan peternakan yang diberi nama Andrieshoeve. Bahkan setelah 1840, ia juga sempat membuat lagi dua perkebunan dan peternakan baru yang diberi nama dengan nama anak-anaknya (Pijnenburg, een “Aangenaam Gelegen, zeer Geëxtendeerd Buitengoed, 2019).

Sementara dari Westland (1948: 175-180), saya mendapatkan keterangan bahwa Andries meletakkan batu pertama bangunan baru untuk memperbesar rumah tinggalnya di Pijnenburg pada 6 April 1835. Bangunan baru itu digunakan untuk perpustakaan, musik, ruang pertemuan dan pesta. Arsitek yang diangkat untuk merancangnya adalah Erik Frederik Homan dan pemborongnya adalah Ruys, teman Andries sewaktu di Hindia Belanda.

Karena di atas sudah disebut-sebut anak-anak Andries de Wilde kelahiran Pijnenburg, saya akan membahasnya dengan memanfaatkan Dagboek van Andries de Wilde, 1820-1865 (DH 1164). Sebelum masuk ke masa antara 1831-1838, saya akan menyertakan kelahiran anak keempat, kelima, keenam dan ketujuh Andries antara 1825 hingga 1830, yang tidak sempat tercatat dalam tulisan saya terdahulu. Anak keempatnya Andriena Dorothea yang dilahirkan pada 30 Desember 1825, pukul 17.00, dan dibaptis pada 22 Januari 1826 oleh Pendeta Dermout (“Op 30 December 1825, ‘s middags om 5 uren, ons 4de kind geboren, en op 22 Januarij 1826 gedoppt aan de vuurst door D. Dermout, met de namen Andriena Dorothea”).

Anak kelimanya laki-laki yang diberi nama Andries Christoffel Johannes. Ia dilahirkan pada 20 Juli 1827, pukul 12.00 siang, dan pada 12 Agustus 1827 dibaptis oleh Pendeta Dermout (“Den 20 Julij 1827, middag te 12 uren, ons 5de kind geboren, zijnde de eerste zoon, en 12 augustus aan de viirst gedoopt door D. Dermout, met de namen Andries Christoffel Johannes”).

Anak keenamnya perempuan, Johanna Mathilde, dilahirkan pada 20 Maret 1829. Ia dibaptis pada 17 Mei 1829 kemudian Andries mencatat Johanna menikah dengan Felix Delacroix pada 4 Agustus 1858 (“Den 20 Maart 1829, ‘s morgens te haft vier uren, ons 6de kind geboren, den 17de Mei gedoopt door D. Molster aan den vuursche, met de name Johanna Mathilde, op den 4 Augustus 1858 gehuwel met den Heer Felix Delacroix”). Dengan fakta ini, saya pikir catatan-catatan penting di balik kelahiran anak-anak Andries itu dibuatnya lebih kemudian. Meski ada pula kemungkinan catatan-catatan penting lainnya disusulkan oleh Andries pada masa yang lebih kemudian, saat kejadian penting itu terjadi. Misalnya seperti pernikahan Johanna.

Anak ketujuh Andries adalah Marij, yang dilahirkan pada pukul 20.00, 4 September 1830. Anak tersebut dibaptis pada 10 Oktober 1830 oleh Molster, tetapi meninggal saat berusia enam tahun (“Op den 4de September 1830, ‘s avonds te 8 uren geboren ons 7de kind, en den 10 October aan de vuurst gedoopt door D. Molster, met de naam Marij, na een uitteerende overleden van 6 jaren”).

Giliran untuk periode 1831-1838. Anak-anak Andries pada masa ini adalah Johan Fredrik Lodewijk yang lahir pada 22 Februari 1832 sebagai anak kedelapan (“Den 22 Februarij 1832, ‘s morgens circa 4 uren, ons 8de kind geboren, en 15 April gedoopt, aan de vuurst door D. Molenkamp, met de namen Johan Fredrik Lodewijk”); Christoffel pada 5 September 1833 sebagai anak kesembilan dan meninggal pada usia 16 hari (“Den 5de September 1833. ‘s avonds om ½ 7 uren, mijn vrouw bevallen van haar 9de kind, en derde zoon en op 13 October gedoopt door D. Molenkamp aan de vuursche, met de naam Christoffel. Op den 1de Julij 1834 dit lieve kind ‘s avonds cc half 9 uren, aan de gevolgen an tanden Kaijgen, na een lijden van 16 dagen overleden en in onzen graaf keldes aan de vuursche, neder gezet”).

Anak kesepuluhnya lagi-lagi diberi nama Christoffel. Anak itu dilahirkan pada 22 Agustus 1836, sekitar pukul 04.00 dan pada 9 Oktober 1836 dibaptis oleh Pendeta Wildschut (“Op den 22 Augustus 1836, werd ons 10de kind geboren, ‘s morgens circa 4 uren, en den 9de October aan de vuurst gedoopt, door D. Wildschut, met de naam Christoffel”). Sedangkan anak kesebelasnya Henriette Adele yang dilahirkan pada 7 Mei 1838 dan walinya suami-istri H. Doeff (“Den 7de Mei 1838, des avonds te 7 uren, mijn vrouw voor de elfde maal verlost en den aan de vuurst gedoopt, door D. met name, Henriette Adele, Peete Mevrouw H. Doeff”).

Peristiwa kelahiran anak-anak Andries juga dicatat oleh Westland (1948: 176), yaitu Johan Frederik Lodewijk pada 22 Februari 1832 dan Christoffel pada 5 September 1833 dan meninggal pada usia 16 hari.

Baca Juga: BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #19: Bantahan Pemerintah Kolonial
BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #20: Menjual Sukabumi, Kembali ke Belanda
BIOGRAFI ANDRIES DE WILDE #21: Menyusun Buku tentang Priangan

Petisi Andries de Wilde kepada raja Belanda, yang ditulisnya pada 10 Januari 1838. (Sumber: Google Books)
Petisi Andries de Wilde kepada raja Belanda, yang ditulisnya pada 10 Januari 1838. (Sumber: Google Books)

Petisi dan Petisi 

Kita kembali ke urusan Sukabumi. Lahan perkebunan dan peternakan yang sangat dicintai Andries de Wilde itu pun tidak luput dari pembahasan ilmiah. Di antaranya dijadikan sebagai salah satu kasus saat Pieter Mijer menyusun disertasi berbahasa Latin dengan tajuk Dissertatio historico-politica de commercio et internæ administrationis forma possessionum Batavarum in India Orientali (1832).

Menurut ringkasan dan pembahasan yang dibuat Schneither dalam bahasa Belanda (Iets betrekkelijk den verkoop van het landgoed Soekaboemi op Java in de Regentschappen, 1835: 3-4), dalam disertasi itu Pieter mengalokasikan sebanyak tiga halaman untuk membahas keadaan sebelum dan setelah pembelian Sukabumi oleh pemerintah Hindia Belanda.

Menurut Schneither (1835: 15), pembahasan Mijer berkisar pada tiga butir utama yang terus dituduhkan kepada pemerintah Hindia. Pertama, hak para pemilik Sukabumi dilanggar, berupa kewajiban penyerahan kopi dengan harga tidak proporsional. Kedua, pemerintah Hindia bertindak melawan hukum dan bertentangan dengan kewenangan atas dekrit raja tanggal 21 Juli 1821, yang berisi peningkatan harga kopi dari Sukabumi. Ketiga, pemerintah kolonial banyak menyebabkan kesulitan dan ketidaknyamanan bagi para pemilik Sukabumi sehingga memaksa mereka melepaskan kepemilikannya kepada pemerintah.

Butir-butir itu pula yang kemudian mengemuka dalam petisi baru Andries de Wilde pada awal 1838. Judul lengkap pengaduannya Adres aan Zijne Majesteit den Koning, wegens het Voorgevallene ten Aanzien van Soekaboemie, onder het Bewind van den Gouverneur Generaal van der Capellen. Dokumen setebal 96 dan ditebitkan A. Zweesaardt di Amsterdam ini intinya berisi dua butir, yaitu “Request aan Z. M. den Koning” (permohonan pada yang mulia raja) pada halaman 1 hingga 8 dan “Memorie bij het voormeld request gevoegd” (memorandum yang dilampirkan pada permohonan) pada halaman 9-60.

Selebihnya lampiran-lampiran (bijlagen), meliputi “Z.M. Besluit van den 11 Julij 1821” (keputusan raja tanggal 11 Juli 1821), “Missive van Z. Exc. den Minister voor het Publiek Onderwijs, de Nationale Nijverheid en dc Kolonien aan Z. Exc. den Gouverneur-Generaal van Nederlandsch Indie, van den 30 September 1821” (catatan dari menteri tanah jajahan kepada gubernur jenderal Hindia Belanda pada 30 September 1821), “Extract uit het Register der Handelingen van den Gouverneur-Generaal in Rade, van den 17 Julij 1822” (kutipan keputusan gubernur jenderal Hindia Belanda pada 17 Juli 1822), “Acte van protest, van den 16 Augustus 1822” (tindakan protes pada 16 Agustus 1822), dan “Dispositie van Z. Exc. den Heere Minister van Kolonien, op last van Z. M. den Koning, van den 15 February 1838” (disposisi kepada menteri tanah jajahan dari raja tanggal 15 Februari 1838).

Dalam kata pengantarnya, Andries de Wilde menyatakan bahwa maksud publikasi dokumen-dokumen tersebut akan nampak pada petisinya kepada raja. Ia menganggap bahwa dalam disposisi menteri tanggal 15 Februari 1838, sudah diakui bahwa tindakan Andries tidak tercela dan benar mendapatkan ketidakadilan dari pemerintah Hindia Belanda. Meskipun hingga saat itu, ia masih tetap belum mendapatkan kompensasi dari raja. Di sisi lain, dia menyatakan penghujatan kepadanya terus disebarkan oleh para pembela rezim Hindia, yang didukung pemerintah tinggi itu sendiri.

Pada awal petisi yang ditulis di Pijnenburg, 10 Januari 1838 itu Andries antara lain mengeluhkan dekrit sang raja pada 11 Juli 1821 No. 61 dikesampingkan oleh pemerintah Hindia Belanda, sehingga dia dan para pemilik Sukabumi lainnya mengalami kerugian lebih dari 200 ribu gulden. Ia juga mengeluhkan kesewenang-wenangannya pemerintah Hindia dalam hal menentukan harga kopi, yang sangat rendah sekali bahkan dari perkiraan pemerintah Hindia sendiri. 

Atas tindakan itu, Andries de Wilde dkk., sempat memprotesnya, seperti yang termaktub dalam lampiran, dan berkali-kali menyampaikan petisi agar memperoleh rehabilitasi. Kemudian, kata Andries, berdasarkan resolusi menteri tanah jajahan tanggal 21 Oktober 1829, Litt. H. K° 75, setelah dilakukan penyelidikan di Hindia, tuntutan bekas para pemilik Sukabumi untuk mengajukan kompensasi telah diakui dan diketahui (Adres aan Zijne Majesteit den Koning, 1838: 1-2).

Akhirnya dari “Dispositie van Z. Exc. den Heere Minister van Kolonien, op last van Z. M. den Koning, van den 15 February 1838”, saya jadi tahu pada 6 Februari 1838, menteri tanah jajahan mendapatkan disposisi dari raja, yang berisi petisi dari Andries de Wilde. Petisinya berisi tentang kisah yang terjadi setelah penjualan Sukabumi kepada pemerintah 1823 dan memohon keputusan lebih lanjut dari raja, yang bertautan dengan pernyataan-pernyaataan yang merusak kehormatannya, yang ditemukan dalam tulisan-tulisan umum sepanjang berkaitan dengan insiden Sukabumi (Adres aan Zijne Majesteit den Koning, 1838: 94).

Dengan demikian, antara 1822 hingga 1838, Andries de Wilde bersama kawan-kawannya pemilik Sukabumi terus bersikukuh atas klaim dan hak yang seharusnya mereka terima. Karena dalam pandangan mereka pemerintah kolonial Hindia Belanda bertindak tidak adil, sewenang-wenang, diperparah dengan antek-anteknya yang menyebarkan fitnah dan kebencian, sehingga merusak nama baik Andries. Itu sebabnya Andries berkali-kali menuntut rehabilitasi namanya, sekaligus uang kompensasi yang tidak ditunaikan pemerintah Hindia.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//