Setelah Perwal PPKM Kota Bandung Dicabut, Pemerintah Tetap mesti Melayani Kesehatan Masyarakat
Covid-19 akan tetap ada meski PPKM dicabut. Pandemi yang memicu krisis kemanusiaan terbesar abad ini mesti disikapi dengan bijak dan tetap menjaga kesehatan.
Penulis Iman Herdiana3 Januari 2023
BandungBergerak.id - Pemerintah resmi mencabut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) terkait pandemi Covid-19. Kebijakan ini diikuti pemerintah daerah termasuk Pemkot Bandung. Kendati demikian, pemerintah pusat maupun daerah bukan berarti boleh lepas tangan terhadap kesehatan warganya.
Memang hampir tiga tahun negara-negara di dunia dirundung pagebluk (sejak 2020). Korban jiwa berjatuhan, begitu juga denyut ekonomi dan aktivitas sosial lumpuh. Di balik itu, semua orang diingatkan bahwa kesehatan adalah fondasi kehidupan yang jika terganggu akan merembet pada sektor lainnya: ekonomi, pendidikan, sosial, dll.
Pandemi juga mengajarkan tentang pentingnya menjalankan hidup sehat, menjaga etiket di kala sakit agar tidak menularkan penyakit ke keluarga atau teman sejawat. Bagi pemerintah, pandemi adalah ujian terhadap kokoh atau tidaknya sistem kesehatan.
Kita tahu, puncak pagebluk telah melumpuhkan sistem layanan kesehatan mulai dari rumah sakit sampai puskesmas. Mereka kewalahan menghadapi membanjirnya pasien. Mereka tidak disiapkan untuk menghadapi wabah maut yang bergelombang.
Para tenaga kesehatan yang jumlahnya tak sebanding, kelabakan menghadapi serangan maut Covid-19. Ditambah denggan kurangnya peralatan penunjang, seperti ventilator, oksigen medis, obat-obatan, dan lain-lain. Dampaknya nakes sendiri yang menjadi korban keganasan virus.
Kini status PPKM telah dicabut. Di Bandung, Pemkot telah menerbitkan Peraturan Wali Kota Bandung Nomor 1 tahun 2023 tentang pencabutan PPKM Level 1 Covid-19 di Kota Bandung, Senin 2 Januari 2023.
Pencabutan status PPKM ini mestinya tetap diiringi kebijakan strategis untuk mengawal kesehatan masyarakat, misalnya dengan menyiapkan program kampanye kesehatan pascapandemi. Dalam program ini ditekankan bahwa kebiasaan-kebiasaan baik dan sehat selama pagebluk harus dilanjutkan. Artinya, pencabutan PPKM bukan berarti mencabut kebiasaan-kebiasaan baik itu.
Terlebih di ujung pagebluk, masyarakat memang sudah jenuh dengan hal-hal terkait Covid-19. Tugas pemerintah adalah menjaga ritme agar warganya tetap sadar tentang pentingnya menjaga kesehatan. Agar warga tidak lengah dari ancaman bencana kesehatan yang sewaktu-waktu mungkin datang kembali.
Kecenderungan meninggalkan kebiasaan baik dan sehat selama pagebluk di masyarakat terlihat oleh epidemolog ITB, Nuning Nuraini. Menurut pakar yang mengikuti persebaran Covid-19 sejak tahun pertama ini, sebelum pengumuman resmi pencabutan PPKM warga sudah lebih dulu menjalani kehidupan normal.
Puncak pagebuk terjadi dalam dua gelombang besar pada 2020 dan 2021. Pada dua tahun yang muram inilah sistem kesehatan ambruk karena tak kuasa menerima serbuan pasien yang memerlukan pertolongan tenaga medis. Pemandangan memilukan juga terjadi di TPU yang khusus memakamkan jenazah Covid-19, seperti di TPU Cikadut, Bandung.
Begitu masuk tahun ketiga, 2022, menurut Nuning sempat terjadi lonjakan kasus Covid-19. Namun karena sistem kesehatan mulai pulih dan ditambah sudah mulai banyaknya warga yang kebal karena vaksinasi, maka gelombang tahun ketiga ini tidak menimbulkan dampak dahsyat.
“(2022) Karena RS terlihat bisa menangani sehingga tidak terlihat kritis seperti saat varian delta memuncak,” kata Nuning Nuraini, saat dihubungi BandungBergerak.id, dikutip Selasa (3/1/2023).
Wabah varian delta terjadi pada hari-hari kelam gelombang kedua yang banyak merenggut korban jiwa. Banyak pasien, termasuk nakes, yang wafat karena infeksi pernapasan. Di saat yang sama, krisis oksigen medis terjadi di mana-mana. Beberapa rumah sakit besar di Bandung bahkan kehabisan persediaan oksigen medis. Warga antre di apotek dan toko-toko oksigen.
Nuning mengingatkan, meski status PPKM telah dicabut kewaspadaan bukan berarti dicabut pula. Protokol kesehatan seperti menjaga jarak, menggunakan masker, menjaga kebersihan, dan lain-lain masih tetap diperlukan di masa pasca-PPKM ini.
“Prokes tidak bisa dihilangkan begitu saja. Dan sebagian masyarakat yang sudah terbiasa menjaga kebiasaan prokes ini juga belum dengan mudah melepas masker begitu saja. Masih perlu memastikan tingkat keamanan dan resiko kembali terpapar,” terangnya.
Menegakkan prokes kini terasa klise. Begitu juga dengan imbauan untuk menjaga kesehatan diri dan keluarga. Namun kesehatan adalah fondasi untuk melanjutkan hidup pascapagebluk. Sederhananya, jika fisik dan mental sakit, rencana apa pun tidak mungkin bisa dijalankan. Kesehatan terasa amat sangat penting di kala kita sakit.
Kuncinya, kata Nuning, tetap bijak di masa pascapandemi ini. Bijak menyikapi pencabutan PPKM. Dan pemerintah pun harus bijak juga dengan menyiapkan program yang diperlukan, misalnya menata sistem kesehatan yang terbukti rontok pada puncak pagebluk.
Pemerintah mesti menyiapkan sistem kesehatan yang ajeg. Salah satu hal yang terlihat rapuh contohnya memperhatikan kesejahteraan tenaga kesehatan. Di masa pandemi ini, para nakes honorer sempat meluapkan aspirasinya ke jalan. Mereka menuntut kesejahteraan dan pengangkatan status kerja mereka menjadi PNS.
Baca Juga: Sungai-sungai Indonesia Banjir Mikroplastik, Jawa Barat Peringkat ke-10
Indonesia Rawan Gempa Bumi Merusak, Patahan Lembang tidak boleh Dilupakan
Di Kereta Pertama ke Bandung
Bukan sekadar Angka, tapi Bencana Kemanusiaan
Pencabutan status PPKM bukan berarti hilangnya Covid-19 di muka bumi ini. Virus yang menyerang sistem pernapasan ini masih ada dan akan terus ada seperti penyakit lainnya, misalnya virus DBD. Di Bandung per 2 Januari 2023 total terinfeksi Covid-19 mencapai 103.329 orang. Dari jumlah tersebut, 234 orang dalam status konfirmasi aktif atau masih dalam perawatan sebanyak 101.610 orang dinyatakan sembuh; namun ada 1.485 orang yang terkonfirmasi meninggal karena Covid-19.
Ribuan jiwa nakes juga menjadi korban bencana kemanusiaan pandemi Covid-19, sebagaimana rutin dicatat lembaga nonpemerintah LaporCovid-19 melalui pusara digital. Sampai 3 Januari 2023, total tenaga kesehatan di Indonesia yang gugur karena Covid-19 mencapai 2.087 orang. Rinciannya:
Dokter 751 orang
Bidan 398 orang
Apoteker 48 orang
Perawat 670 orang
Sanitarian 7 orang
Tenaga Farmasi 5 orang
Dokter Gigi 46 orang
Petugas Ambulan 4 orang
Lain-lain 80 orang
Rekam Radiologi 12 orang
Terapis Gigi 8 orang
Epidemiolog 2 orang
Fisikawan Medik 1 orang
Entomolog 1 orang
ATLM 51 orang
Elektromedik 3 orang
LaporCovid-19 menyatakan, para tenaga kesehatan yang gugur melawan Covid-19 bukan hanya angka-angka. Mereka memiliki kisah dan relasi sosial di masa lalu. Mereka juga punya peran dalam kehidupan kita kini dan kelak. Mereka akan terus abadi.
“Kami berharap, ini menjadi semacam pusara digital, yang mengabadikan jejak perjuangan mereka dalam melawan krisis kemanusiaan terbesar abad ini. Di laman ini pengunjung juga bisa menaburkan bunga dengan memberikan kesaksian tentang kebajikan semasa hidup mereka,” demikian kata LaporCovid-19.